Rabu, 14 Oktober 2015

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam suatu pembelajaran, pendekatan memang bukan segala-galanya. Masih banyak faktor lain yang ikut menentukan keberhasilan suatu pembelajaran. Faktor-faktor tersebut antara lain kurikulum yang menjadi acuan dasarnya, program pengajaran, kompetensi guru, materi pembelajaran, strategi pembelajaran, sumber belajar, dan evaluasi. Ini berarti pendekatan hanyalah salah satu faktor dari sekian banyak faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam keseluruhan pengelolaan pembelajaran.[1] Sesuai dengan fungsi pendidikan nasional tersebut terletak juga tanggung jawab guru untuk mampu mewujudkan pelaksanaan proses pembelajaran yang bermutu dan berkualitas. Salah satu strategi yang dapat dipergunakan guru untuk memperbaiki mutu dan kualitas proses pembelajaran adalah dengan menerapkan strategi pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).
Pembelajaran kontekstual bukan merupakan suatu konsep baru. Penerapan pembelajaran kontekstual di kelas-kelas Amerika pertama-tama diusulkan oleh Jhon Dewey. Pada tahun 1916, Dewey mengusulkan suatu kurikulum dan metodologi pengajaran yang dikaitkan dengan minat dan pengalaman siswa.[2] Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan kehidupan nyata, sehingga peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari.[3] Tujuan pembelajaran kontekstual adalah untuk membekali peserta didik berupa pengetahuan dan kemampuan yang lebih realistis karena inti pembelajaran ini adalah untuk mendekatkan hal-hal yang teoritis ke praktis. Sehingga dalam pelaksanaan metode ini diusahakan pelajaran yang dipelajari teraplikasi dalam situasi riil.[4]
Kesadaran perlunya pendekatan kontekstual dalam pembelajaran didasarkan adanya kenyataan bahwa sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara yang mereka pelajari dengan bagaimana memanfaatkannya dalam kehidupan nyata. Hal ini karena pemahaman akademik yang mereka peroleh hanyalah merupakan sesuatu yang abstrak, belum menyentuh kebutuhan praktis dalam kehidupan baik di lingkungan keluarga maupun di masyarakat. Pembelajaran yang mereka terima hanyalah penonjolan tingkat hafalan dari sekian banyak materi pembelajaran, tetapi tidak diikuti dengan pemahaman dan pengertian yang mendalam, yang biasa mereka terapkan ketika mereka berhadapan dengan situasi baru dalam kehidupannya.
Dalam makalah ini, menjelaskan pengertian pembelajaran kontekstual, dan hal-hal yang perlu dipahami sebelum menerapkan pembelajaran kontekstual serta karakteristik dari pembelajaran kontekstual itu sendiri. Di samping itu, kajian ini juga mengurai tujuan dari pembelajaran kontekstual, strategi pembelajaran kontekstual, dan langkah-langkah dalam menerapkan pembelajaran kontekstual serta kajian ini menganalisis bagaimana mengaplikasikannya dalam sebuah pembelajaran khususnya dalam pendidikan agama Islam.






B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
2. Strategi Pembelajaran Kontekstual
3. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
4. Tujuan Pembelajaran Kontekstual
5. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual
6. Penerapan Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan Agama Islam

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Pembelajaran Kontekstual
2. Untuk Mengetahui Strategi Pembelajaran Kontekstual
3. Untuk Mengetahui Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
4. Untuk Mengetahui Tujuan Pembelajaran Kontekstual
5. Untuk Mengetahui Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual
6.  Untuk Mengetahui Penerapan Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan Agama Islam







BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.[5] Strategi pembelajaran kontekstual merupakan strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan peserta didik secara penuh untuk dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan realitas kehidupan nyata, sehingga mendorong peserta didik untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.[6]
Menurut Elaine B. Johnson pembelajaran kontekstual adalah sebuah proses pendidikan yang membantu para siswa melihat makna di dalam materi yang mereka pelajari dengan menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan sehari-hari.[7] Menurut Muhammad Muchlis Solichin pembelajaran kontekstual merupakan konsepsi pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan pembelajaran yang memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan masyarakat.[8]
Menurut hemat penulis, pembelajaran kontekstual adalah sebuah pembelajaran dimana seorang guru mengaitkan materi pembelajaran dengan realitas kehidupan peserta didik dan memotivasi siswa untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dengan caranya sendiri sehingga pengetahuan yang ia dapatkan lebih bermakna dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.[9]
Dalam kelas kontekstual, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerjasama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi siswanya. Pengetahuan itu datang dari menemukan sendiri bukan didapatkan dari guru. Begitulah tugas guru di dalam kelas kontekstual.[10] Berdasarkan konsep dasar pembelajaran di atas, maka ada tiga hal yang harus dipahami.
Pertama, pembelajaran kontekstual menekankan pada proses keterlibatan peserta didik untuk menemukan materi, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Proses belajar dalam pembelajaran kontekstual tidak menginginkan agar siswa hanya menerima pelajaran, tetapi siswa diharapkan mencari dan menemukan sendiri materi pelajaran.[11]
Kedua, pembelajaran kontekstual mendorong siswa agar dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata. Siswa dituntut untuk dapat menangkap hubungan antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata, maka materi itu tidak hanya bermakna secara fungsional, tetapi juga tertanam dalam memori peserta didik sehingga pengetahuan yang ia dapatkan tidak mudah dilupakan.[12]
Ketiga, pembelajaran kontekstual mendorong peserta didik untuk dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, artinya siswa bukan hanya memahami materi yang dipelajarinya, tetapi bagaimana materi tersebut dapat mewarnai perilakunya dan menjadi bekal dalam mengarungi kehidupan nyata.[13]

B. Strategi Pembelajaran Kontekstual
Strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Strategi berupa serangkaian kegiatan yang dipilih untuk menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan tertentu. Strategi pembelajaran juga mencakup pengaturan materi yang akan disampaikan kepada peserta didik.[14]
Dalam strategi pembelajaran kontekstual haruslah dirancang untuk merangsang lima bentuk dasar dari pembelajaran, yaitu:
1.  Pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning), merupakan pendekatan yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Pendekatan ini meliputi, mengumpulkan dan menyatukan informasi setelah itu mempresentasikan penemuannya.
2.  Pembelajaran kooperatif (Coopertive learning), pendekatan yang mengorganisasikan pembelajaran dengan menggunakan kelompok belajar kecil di mana siswa bekerjasama untuk mencapai tujuan pembelajaran.
3. Pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), pendekatan yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dan tugas penuh makna lainnya, untuk mendorong siswa agar bekerja mandiri membangun pembelajaran, dan pada akhirnya menghasilkan karya ilmiah.
4. Pembelajaran pelayanan (service learning), pendekatan yang menyediakan suatu aplikasi praktis hasil dari pengembangan pengetahuan dan keterampilan baru untuk kebutuhan masyarakat.
5.  Pembelajaran berbasis kerja (work-based learning), pendekatan di mana tempat kerja, atau seperti tempat kerja, kegiatan terintegrasi dengan materi di kelas untuk kepentingan para siswa.[15]
Sesuai dengan asumsi yang mendasarinya, bahwa pengetahuan itu diperoleh anak bukan dari informasi yang diberikan oleh guru, akan tetapi dari proses menemukan dan mengkontruksinya sendiri, maka guru harus menghindari mengajar sebagai proses penyampaian informasi. Guru harus memandang siswa sebagai subjek belajar dengan segala keunikannya. Siswa merupakan manusia yang memiliki potensi untuk mengembangkan pengetahuannya sendiri. Kalaupun guru memberikan pelajaran kepada siswa, guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggali pelajaran itu agar lebih bermakna untuk kehidupannya.[16]

C. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Dalam pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hafalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik belajar.[17] Menurut Hamruni, terdapat lima karakteristik penting dalam proses pembelajaran kontekstual, yaitu:
1. Pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge) artinya sesuatu yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan yang akan diperoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan satu sama yang lain.
2.  Pembelajaran yang dapat menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan cara mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan secara detail.
3. Memahami pengetahuan (understanding knowledge). Artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini kemudian dikaitkan dengan realitas kehidupan sehari-hari agar dapat dipraktikkan dan menjadi kebiasaan.
4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying knowledge). Artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh harus dapat diimplementasikan dalam kehidupan siswa, sehingga tampak perubahan perilaku siswa.
5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan. Hal ini sebagai umpan balik (feedback) untuk proses perbaikan dan penyempurnaan strategi.[18]
Selain karakteristik tersebut, Trianto Ibnu Badar al-Tabany menambahkan bahwa pembelajaran kontekstual juga memiliki karakteristik yang membedakan dengan model pembelajaran lainnya, antara lain: (1) kerja sama; (2) saling menunjang; (3) menyenangkan, tidak membosankan; (4) belajar dengan bergairah; (5) pembelajaran terintegrasi; (6) memakai berbagai sumber; dan (7) siswa aktif.[19]
D. Tujuan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) yang digagas oleh Jhon Dewey pada awal abad 20 merupakan metode yang muncul sebagai reaksi terhadap teori behavioristik (menekankan hasil daripada proses) yang telah mendominasi pendidikan selama puluhan tahun.[20] Pendekatan kontekstual menganggap bahwa belajar merupakan proses yang kompleks dan multi tahap dan terjadi tanpa prinsip stimulus- respon. Pendekatan kontekstual juga menganggap bahwa manusia belajar secara alamiah dengan berpikir mencari makna dalam suatu konteks yang berkaitan dengan lingkungannya. Jadi, pendekatan kontekstual memfokuskan pada aspek lingkungan belajar, misalnya: lingkungan sekolah, laboratorium, bengkel, masyarakat, dan sebagainya.[21]
Strategi pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan.[22] Sedangkan menurut Milan Rianto tujuan pembelajaran kontekstual adalah untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar, di samping membekali peserta didik dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan atau ditransfer antar permasalahan dan antar konteks.[23]
Dari definisi dan tujuan di atas penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa pembelajaran kontekstual bertujuan, diantaranya:
1. Untuk memotivasi siswa agar dapat memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan menghubungkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya. 
2.  Untuk memberikan pemahaman dan pengembangan minat pengalaman kepada peserta didik agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi perlu adanya pemahaman yang komprehensif.
3. Untuk melatih peserta didik agar dapat berpikir kritis dan terampil dalam memproses, menemukan, dan menciptakan pengetahuan secara alamiah sehingga pembelajaran lebih bermakna dan dapat bermanfaat untuk dirinya sendiri dan orang lain dalam menjalankan realitas kehidupan sebagai anggota keluarga dan masyarakat.

E. Langkah-langkah Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas bagaimanapun keadaannya.[24] Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan kontekstual, tentu saja terlebih dahulu mempersiapkan desain pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus alat kontrol dalam pelaksanaanya.[25] Secara garis besar, langkah-langkah yang harus ditempuh dalam kontekstual adalah sebagai berikut:
1.  Kembangkan Pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya.[26]
2.  Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik yang diajarkan.
3.  Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui sebuah pertanyaan-pertanyaan.
4.  Menciptakan masyarakat belajar, seperti melalui kegiatan kelompok diskusi dan Tanya jawab.[27]
5.  Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran.
6.  Melakukan refleksi di akhir pertemuan dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
7.  Melakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara.[28]
Ada tujuh komponen pembelajaran kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu:
1. Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.[29] Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Batasan konstruktivisme di atas memberikan penekanan bahwa konsep bukan tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman belajar yang harus dimiliki siswa, tetapi bagaimana dari pengetahuan yang dimilikinya dapat memberikan pedoman nyata terhadap siswa agar dapat diaktualisasikan dalam kondisi nyata.[30] Dalam konstruktivistik, strategi lebih diutamakan dibanding seberapa banyak peserta didik memperoleh dan mengingat pengetahuan.[31]
2. Menemukan (inquiry)
Inquiry merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil menemukan sendiri.[32] Inquiry diperoleh melalui tahap observasi (mengamati), bertanya (menemukan dan merumuskan masalah), mengajukan dugaan (hipotesis), mengumpulkan data, menganalisis, dan membuat kesimpulan.[33]
3. Bertanya (questioning)
Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap individu; sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan seseorang dalam berpikir.[34] Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran kontekstual. Penerapan unsur bertanya dalam pembelajaran kontekstual harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran.[35]
Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:
a. Menggali informasi tentang kemampuan peserta didik.
b. Membangkitkan motivasi siswa untuk belajar.
c. Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa.[36]
d. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui oleh siswa.
e. Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa.
f. Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.[37]

4. Masyarakat belajar (learning community)
Manusia diciptakan sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Hal ini berimplikasi pada ada saatnya seseorang bekerja sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkan, tetapi di sisi lain tidak bisa melepaskan diri dari ketergantungan kepada orang lain.[38] Konsep learning community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain.[39] Hal ini berarti bahwa hasil belajar bisa diperoleh dengan sharing antar teman, antar kelompok, dan antara yang tahu dengan yang tidak tahu, baik di dalam maupun di luar kelas. Karena itu, pembelajaran yang dikemas dalam berdiskusi kelompok yang anggotanya heterogen, dengan jumlah yang bervariasi, sangat mendukung learning community ini.[40]
5. Pemodelan (modelling)
Asas modelling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap peserta didik.[41] Guru dapat menjadi model, misalnya memberi contoh bagaimana cara mengerjakan sesuatu. Tetapi guru bukan satu-satunya model, artinya model dapat dirancang dengan melibatkan siswa, misalnya siswa ditunjuk untuk memberi contoh pada temannya, atau mendatangkan seseorang dari luar untuk dijadikan model dalam sebuah pembelajaran, misalnya mendatangkan salah seorang pengurus ta’mir masjid ke kelas.[42]
6. Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru terjadi atau baru saja dipelajari. Dengan kata lain, refleksi adalah berpikir kebelakang tentang apa-apa yang telah dilakukan di masa lalu, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Pada saat refleksi, siswa diberi kesempatan untuk mencerna, menimbang, membandingkan, menghayati, dan melakukan diskusi dengan dirinya sendiri.[43]
7. Penilaian sebenarnya (authentic assessment)
Tahap terakhir dari pembelajaran kontekstual adalah melakukan penilaian.[44] Penilaian sebenarnya adalah adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa.[45] Penilaian autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara kontinu selama proses pembelajaran berlangsung, oleh karena itu, penilaian difokuskan pada proses, bukan pada hasil belajar.[46]
Kelebihan Pembelajaran kontekstual
1. Pembelajaran kontekstual dapat mendorong siswa menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata.
2. Pembelajaran kontekstual mampu mendorong siswa untuk menerapkan hasil belajarnya dalam kehidupan sehari-hari.[47]
3. Pembelajaran kontekstual dapat menjadikan siswa belajar bukan dengan menghafal, melainkan proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.
4.  Kelas dalam kontekstual bukan merupakan tempat untuk memperoleh informasi, melainkan tempat untuk menguji data hasil temuannya di lapangan.[48]
Kelemahan pembelajaran kontekstual
1. Pembelajaran kontekstual membutuhkan waktu yang lama bagi peserta didik untuk bisa memahami semua materi.
2. Guru harus lebih intensif dalam membimbing, karena dalam metode pembelajaran kontekstual guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi.
3. Upaya menghubungkan antara materi di kelas dengan realitas kehidupan siswa rentan mengalami kesalahan sehingga sulit menemukan hubungan yang tepat, sering siswa harus mengalami kegagalan berulang kali.[49]

F. Penerapan Pembelajaran Kontekstual dalam Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti oleh peserta didik. Tantangan yang dihadapi dalam pendidikan Agama Islam sebagai sebuah mata pelajaran adalah bagaimana mengimplementasikan pendidikan Agama Islam bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang Agama, tetapi bagaimana mengarahkan peserta didik agar memiliki kualitas iman, taqwa, dan akhlak mulia.[50] Dengan demikian, dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam, penguasaan guru terhadap materi dan pemahaman mereka dalam memilih metode yang tepat untuk materi tersebut akan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang saat ini dianggap tepat dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam adalah melalui pendekatan kontekstual.[51]
Salah satu unsur terpenting dalam penerapan pendekatan kontekstual adalah pemahaman guru untuk menerapkan strategi pembelajaran kontekstual di dalam kelas. Namun, fenomena yang ada menunjukkan sedikitnya pemahaman guru-guru PAI mengenai strategi ini. Untuk lebih memahami cara mengaplikasikan pembelajaran kontekstual dalam proses pembelajaran, di bawah ini akan disajikan contoh penerapan dalam pendidikan Agama Islam.
Misalnya, pada suatu hari guru akan membelajarkan anak tentang fungsi zakat. Kompetensi yang harus dicapai adalah kemampuan anak untuk memahami fungsi dan macam-macam zakat.  Untuk mencapai kompetensi tersebut dirumuskan beberapa indikator hasil belajar sebagai berikut:
·         Siswa dapat menjelaskan pengertian zakat.
·         Siswa dapat menjelaskan macam-macam zakat.
·         Siswa dapat menjelaskan tata cara pelaksanaan zakat fitrah dan zakat mal.
·         Siswa dapat menyimpulkan tentang fungsi zakat.
·         Siswa bisa membuat karangan yang ada kaitannya dengan zakat.
Untuk mencapai tujuan kompetensi di atas, dengan menggunakan pembelajaran kontekstual guru dapat melakukan langkah-langkah seperti di bawah ini.
1. Pendahuluan
a. Guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai, manfaat dari proses pembelajaran, dan pentingnya materi pelajaran yang akan dipelajari dalam kehidupan.
b. Guru menjelaskan prosedur pembelajaran kontekstual:
1) Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa.
2)  Tiap kelompok ditugaskan untuk melakukan tugas tertentu: misalkan siswa kelompok 1 dan 2 melakukan wawancara dengan pengurus ta’mir masjid yang memang berpengalaman mengelola zakat, kelompok 3 dan 4 melakukan wawancara dengan tokoh masyarakat atau kepada seorang kyai yang faham tentang masalah zakat.
3)  Siswa ditugaskan mencatat dari semua hasil wawancara tentang pengertian, macam-macam, tata cara pelaksanaannya, dan fungsi zakat.
c. Guru melakukan Tanya jawab seputar tugas yang harus dikerjakan oleh setiap siswa.

2. Inti
Di lapangan, siswa-siswa melakukan hal-hal berikut:
a. Melakukan wawancara sesuai dengan pembagian tugas kelompok.
b. Mencatat semua hal-hal yang mereka temukan sesuai dengan alat observasi yang telah mereka tentukan sebelumnya.
Di dalam kelas, siswa-siswa melakukan hal-hal berikut:
a. Mendiskusikan hasil temuan mereka sesuai dengan kelompoknya masing-masing.
b. Melaporkan hasil diskusi.
c. Setiap kelompok menjawab pertanyaan yang diajukan oleh kelompok yang lain.
3. Penutup
a. Dengan bantuan guru, siswa menyimpulkan hasil wawancara tentang masalah zakat sesuai dengan indikator hasil belajar yang harus dicapai.
b. Guru menugaskan siswa untuk membuat karangan tentang pengalaman belajar mereka dengan tema “zakat”.[52]













BAB III
KESIMPULAN

1.  Pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
2.  Strategi pembelajaran kontekstual terdiri dari lima bentuk dasar, yaitu: Pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning), pembelajaran kooperatif (Coopertive learning), pembelajaran berbasis proyek (project-based learning), pembelajaran pelayanan (service learning), pembelajaran berbasis kerja (work-based learning).
3.  Pembelajaran kontekstual memiliki karakteristik, diantaranya: (1) kerja sama; (2) saling menunjang; (3) menyenangkan, tidak membosankan; (4) belajar dengan bergairah; (5) pembelajaran terintegrasi; (6) memakai berbagai sumber; dan (7) siswa aktif.
4.  Strategi pembelajaran kontekstual merupakan suatu proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan dan untuk meningkatkan minat dan prestasi belajar peserta didik.
5.  Langkah-langkah dalam pembelajaran kontekstual sebagai berikut: Konstruktivistik merupakan proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman, menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling), refleksi (reflection), penilaian sebenarnya (authentic assessment).


DAFTAR PUSTAKA
Al-Tabany, Trianto Ibnu Badar. 2014. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual. Jakarta: Prenada Media Group.
Amri, Sofan. 2010. Kontruksi Pengembangan Pembelajaran. Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya.
Hamruni. 2012. Strategi Pembelajaran. Yogyakarta: Insan Madani.
Johnson, Elaine B. 2010. Contextual Teaching and Learning, Terj. Ibnu Setiawan. Bandung: Kaifa.
Komalasari, Kokom. 2013. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama.
Majid, Abdul. 2014. Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
                        . 2014. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
                        . 2014. Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyono. 2012. Strategi Pembelajaran Menuju Efektivitas Pembelajaran di Abad Global. Malang: UIN-Maliki Press.
Muslih, Masnur. 2014. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual. Jakarta: Bumi Aksara.
Rianto, Milan. 2006. Pendekatan, Strategi, dan Metode Pembelajaran. Malang: Departemen Pendidikan Nasional.
Rusman. 2013. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers.
             . 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi kedua. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Sani, Ridwan Abdullah. 2014. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Shoimin, Aris. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Solichin, Muhammad Muchlis. 2012. Psikologi Belajar Aplikasi Teori-teori Belajar dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta: SUKA-Press.
Suprijono, Agus. 2014. Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suyadi. 2013. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Taniredja, Tukiran. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif. Bandung: Alfabeta.
Trianto. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka.
           . 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Yamin, Martinis. 2011. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Gaung Persada.




[1]Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), 40.
[2]Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), 105.
[3]Sofan Amri, dkk, Kontruksi Pengembangan Pembelajaran (Jakarta: PT Prestasi Pustakaraya, 2010), 194.
[4]Tukiran Taniredja, dkk, Model-model Pembelajaran Inovatif (Bandung: Alfabeta, 2011), 50.
[5]Masnur, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual, 41.
[6]Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 81.
[7]Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning, Terj. Ibnu Setiawan (Bandung: Kaifa, 2010), 67.
[8]Muhammad Muchlis Solichin, Psikologi Belajar Aplikasi Teori-teori Belajar dalam Proses Pembelajaran (Yogyakarta: SUKA-Press, 2012), 96.
[9]Abdul Majid, Strategi Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), 228.
[10]Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013 (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 41-42.
[11]Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2011), 255.
[12]Hamruni, Strategi Pembelajaran (Yogyakarta: Insan Madani, 2012), 137.
[13]Abdul Majid, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), 171.
[14]Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori & Aplikasi Paikem (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), 83.
[15]Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi (Bandung: PT Refika Aditama, 2013), 23.
[16]Wina, Strategi, 264.
[17]Mulyono, Strategi Pembelajaran Menuju Efektivitas Pembelajaran di Abad Global (Malang: UIN-Maliki Press, 2012), 42.
[18]Hamruni, Strategi, 137-138.
[19]Trianto Ibnu Badar al-Tabany, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual (Jakarta: Prenada Media Group, 2014), 144.
[20]Muhammad, Psikologi, 96.
[21]Ridwan Abdullah Sani, Inovasi Pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), 92.
[22]Mulyono, Strategi, 40.
[23]Milan Rianto, Pendekatan, Strategi, dan Metode Pembelajaran (Malang: Departemen Pendidikan Nasional, 2006), 15.
[24]Abdul Majid, Pembelajaran Tematik Terpadu (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), 181.
[25]Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 192.
[26]Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), 106.
[27]Abdul, Strategi, 229.
[28]Mulyono, Strategi, 42.
[29]Hamruni, Strategi, 142.
[30]Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi kedua (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), 193.
[31]Martinis Yamin, Paradigma Baru Pembelajaran (Jakarta: Gaung Persada, 2011), 204.
[32]Trianto, Mendesain, 114.
[33]Abdul, Belajar, 175.
[34]Wina, Strategi, 266.
[35]Rusman, Model, 195.
[36]Hamruni, Strategi, 144.
[37]Martinis, Paradigma, 206.
[38]Rusman, Model, 196.
[39]Trianto, Mendesain, 148.
[40]Masnur, KTSP, 46.
[41]Suyadi, Strategi, 86.
[42]Kokom, Pembelajaran, 12.
[43]Rusman, Model, 197.
[44]Ibid, 197.
[45]Hamruni, Strategi, 147.
[46]Suyadi, Strategi, 87.
[47]Suyadi, Strategi, 95.
[48]Aris, 68 Model, 44.
[49]Suyadi, Strategi, 95-96.
[50]Abdul, Belajar, 169-170.
[51]Ibid, 170.
[52]Lihat Hamruni, Strategi Pembelajaran, 149-150.