PROPOSAL TESIS
UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian yang Dibina Oleh
Bapak Dr.
H. Nor Hasan, M.Ag
Oleh
SOLEHAN ARIF
NIM. 18201521029
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN
AGAMA
ISLAM
PASCASARJANA STAIN PAMEKASAN
DESEMBER 2015
A. Judul
Penelitian
Peran
Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan.
B. Konteks
Penelitian
Salah satu komponen penting dari sistem
pendidikan adalah kurikulum.[1]
Kurikulum[2]
merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus merupakan
pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan.
Kurikulum harus sesuai dengan falsafah dan dasar negara, yaitu Pancasila dan
UUD 1945 yang menggambarkan pandangan hidup suatu bangsa. Tujuan dan pola
kehidupan suatu negara banyak ditentukan oleh sistem kurikulum yang
digunakannya, mulai dari kurikulum Taman kanak-kanak sampai dengan kurikulum
perguruan tinggi. Jika terjadi perubahan sistem ketatanegaraan, maka dapat
berakibat pada perubahan sistem pemerintahan dan sistem pendidikan, bahkan
terhadap sistem kurikulum yang berlaku.[3]
Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam
di era globalisasi ini dapat dilakukan dengan dua cara: Pertama, memperhatikan
aspek pembinaan keagamaan (aqidah, ibadah, dan akhlak), penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, wawasan kebangsaan, kemanusiaan dan globalisasi yang
disesuaikan dengan tingkat kejiwaan dan kecerdasan anak. Kedua, memperhatikan
perkembangan sosial, budaya, ekonomi, dan politik, serta faktor-faktor lainnya
yang memengaruhi paradigma baru seluruh komponen pendidikan, yaitu visi, misi,
tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, pendidik, peserta didik, sarana
prasarana, pengelolaan dan sebagainya.[4]
Pengembangan kurikulum melibatkan banyak pihak,
terutama guru yang bertugas di kelas.[5]
Dengan demikian, guru selalu dituntut untuk meningkatkan kemampuannya sesuai
dengan perkembangan kurikulum, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, penguasaan guru terhadap
kurikulum merupakan suatu hal yang mutlak dan menjadi kewajibannya.[6]
Guru adalah salah satu faktor penting dalam
implementasi kurikulum. Bagaimana idealnya suatu kurikulum tanpa ditunjang oleh
kemampuan guru untuk mengimplementasikannya, maka kurikulum itu tidak akan
bermakna sebagai suatu alat pendidikan; dan sebaliknya pembelajaran tanpa
kurikulum sebagai pedoman tidak akan efektif. Dengan demikian peran guru dalam
mengimplementasikan kurikulum memegang posisi kunci. Dalam proses pengembangan
kurikulum peran guru lebih banyak dalam tatanan kelas.[7]
Kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Di sana semua
konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat, dan kemampuan guru diuji
dalam bentuk perbuatan, yang akan mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata dan
hidup.[8]
Berdasarkan deskripsi di
atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Peran
Guru dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan”.
C. Fokus
Penelitian
Berdasarkan
konteks penelitian di atas serta fenomena yang ada, maka suatu lembaga
pendidikan sangat membutuhkan sebuah kurikulum dalam rangka untuk meningkatkan
mutu pendidikan, karena lembaga pendidikan merupakan suatu lembaga yang
berfungsi sebagai peningkatan swadaya masyarakat. Oleh karena itu agar peneliti
terorientasi, maka penulis perlu untuk memfokuskan materi yang akan diteliti
sesuai dengan judul di atas. Adapun fokus penelitiannya adalah:
1. Bagaimana peran guru dalam pengembangan kurikulum
pendidikan agama Islam di Sekolah Dasar Negeri
Kolpajung II Pamekasan?
2. Bagaimana kendala guru dalam pengembangan kurikulum
pendidikan agama Islam di Sekolah Dasar Negeri
Kolpajung II Pamekasan?
3. Bagaimana upaya guru mengatasi kendala dalam
pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan?
D. Tujuan
Penelitian
Adapun
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana peran guru dalam pengembangan kurikulum
pendidikan agama Islam di Sekolah
Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan.
2. Untuk mengidentifikasi kendala guru dalam pengembangan kurikulum
pendidikan agama Islam di Sekolah Dasar Negeri
Kolpajung II Pamekasan.
3. Untuk mendeskripsikan upaya guru mengatasi kendala dalam
pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan.
E. Kegunaan
Penelitian
Dalam
penelitian ini mempunyai dua manfaat atau nilai guna bagi peneliti yaitu makna
secara teoritis dan makna praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan
dapat menjadi satu masukan bagi upaya pengembangan pendidikan, khususnya dalam
bidang pembelajaran.
Adapun
secara praktis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terhadap
beberapa kalangan yaitu antara lain:
1. Bagi Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan
Dalam penelitian ini dimungkinkan untuk menjadi salah
satu sumber kajian bagi kalangan mahasiswa sebagai bahan pengayaan materi
perkuliahan, dan bagi kepentingan penelitian yang kajiannya ada kesamaan.
2. Bagi Sekolah
Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan
Hasil penelitian ini sebagai kontribusi dalam pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam untuk meningkatkan mutu pendidikan, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik
dan lancar.
3. Bagi Guru
Sebagai daya ukur dan acuan dalam meningkatkan minat dan
sebagai sumber belajar peserta didik dengan memaksimalkan pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam.
4. Bagi Kepala
Sekolah
Sebagai daya ukur dalam meningkatkan minat peserta didik
dalam memaksimalkan pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam.
5. Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan pengetahuan dalam bidang
penelitian dan teknik yang harus dilaksanakan dalam menangani suatu kasus dan
menghadapi suatu masalah.
F. Definisi
Istilah
Agar
tidak terjadi kesalahpahaman terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian
ini, penulis perlu memberikan uraian pengertian terhadap istilah-istilah yang
ada. Adapun beberapa istilah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Peran adalah tugas atau perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki
oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat.
2. Guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya,
profesinya) mengajar.
3. Pengembangan adalah proses, cara, perbuatan
mengembangkan.
4. Kurikulum adalah seperangkat mata pelajaran yang diajarkan kepada
peserta didik pada lembaga pendidikan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi.
Jadi
dengan definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan peran
guru dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam adalah suatu proses yang
dilakukan oleh seorang guru dalam mengembangkan seperangkat mata pelajaran
dalam kegiatan belajar-mengajar mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi dalam sebuah lembaga pendidikan agama Islam.
G. Kajian
Pustaka
1. Kajian
Teoritik
a. Kajian tentang Profesionalitas Guru
Profesionalitas berasal dari kata
profesi yang dapat diartikan sebagai jenis pekerjaan yang khas atau suatu
pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan. Profesi dapat juga diartikan sebagai
beberapa keahlian atau ilmu pengetahuan yang digunakan dalam aplikasi untuk
berhubungan dengan orang lain, lembaga atau sebuah instansi. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi keahlian
(keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Sedangkan arti dari profesional adalah
seseorang yang memiliki seperangkat pengetahuan atau keahlian yang khas dari
profesinya.[9]
Sedangkan istilah guru berbeda-beda
dalam bahasa asing, antara lain: sensei (Jepang), teacher (Inggris),
der Lehrer (Jerman), ustadz, mudarris, mu’allim, dan mu-addib (Arab).
Istilah-istilah tersebut secara umum dialamatkan pada orang yang mengajar dan
mendidik.[10]
Dengan demikian, orang-orang yang profesinya mengajar disebut guru, baik guru
di sekolah maupun di luar sekolah. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 74 Tahun 2008 tentang guru dijelaskan bahwa guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah.[11]
Jadi guru yang profesional adalah
guru yang memiliki keahlian, kemampuan, dan pengetahuan yang khusus dalam
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi peserta
didik sehingga tujuan dari pendidikan dapat tercapai. Guru yang profesional
wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi, sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Kompetensi tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi.
Sebagai
guru profesional, dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya perlu
memperhatikan beberapa prinsip profesi. Prinsip-prinsip profesi guru diatur
dalam undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Dalam Bab III,
pasal 7, ayat 1 dikemukakan bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan
bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut.
1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan
idealisme.
2) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu
pendidikan, keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia.
3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar
belakang yang sesuai dengan bidang tugas.
4) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai
dengan bidang tugas.
5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan
tugas keprofesionalan.
6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan
sesuai dengan prestasi kerja.
7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan
keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8) Memiliki
jaminan perlindungan hukum dalam menjalankan tugas keprofesionalan; dan
9) Memiliki organisasi profesi yang memiliki
wewenang untuk mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan.[12]
Para ahli pendidikan pada umumnya
sepakat, bahwa peningkatan mutu pendidikan sebagaimana tersebut di atas pada
akhirnya bermuara kepada tersedianya tenaga pendidik yang bermutu. Tersedianya
dana yang besar, sarana prasarana yang lengkap, serta berbagai komponen
pendidikan lainnya yang serba baru, belum menjamin tercapainya tujuan
peningkatan mutu pendidikan. Pernyataan ini mengingatkan tentang pentingnya
meningkatkan mutu pendidik sebagai upaya strategis dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan.
b. Pengembangan Kurikulum
Kurikulum
merupakan seperangkat rencana dan pengaturan pendidikan atau pengajaran dan
hasil pendidikan atau pengajaran yang harus dicapai oleh anak didik, kegiatan
belajar mengajar, pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan
kurikulum itu sendiri.[13]
Sejalan dengan perkembangan pendidikan, pengertian kurikulum tidak lagi
diartikan dalam arti sempit atau terbatas pada mata pelajaran saja, tetapi
lebih luas dari itu, kurikulum bisa meliputi semua aktivitas yang dilakukan di
sekolah dalam rangka untuk mempengaruhi anak didik dalam belajar agar tujuan
pendidikan dapat tercapai. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan belajar
mengajar, mengatur strategi dalam proses belajar-mengajar, mengevaluasi program
pengembangan pengajaran, dan lain sebagainya.[14]
Menurut Nana Sudjana, kurikulum
adalah sesuatu yang diinginkan atau yang dicita-citakan, untuk anak didik.
Artinya hasil belajar yang diinginkan yang diniati agar dimiliki anak didik.
Semua keinginan atau hasil-hasil belajar yang diharapkan disusun dan ditulis
dalam bentuk program pendidikan yakni kurikulum, yang bentuk wujudnya adalah
buku kurikulum serta petunjuk-petunjuknya. Dalam buku kurikulum tersebut
terdapat hasil atau tujuan apa yang diinginkan, bahan mana yang harus
diberikan, dan pada tingkat atau kelas berapa bahan itu diberikan. Semua itu
dituangkan dalam bentuk Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP).[15]
Dari definisi
di atas, penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa kurikulum merupakan bagian dari suatu
sistem pengelolaan yang menyangkut perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang
dijadikan pedoman atau panduan bagi guru dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran, atau dengan kata lain, kurikulum merupakan
suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman
belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistemik atas
dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran
bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sedangkan pengembangan kurikulum adalah proses
perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan
spesifik. Proses ini berhubungan dengan seleksi dan pengorganisasian berbagai
komponen situasi belajar-mengajar, antara lain penetapan jadwal pengorganisasian
kurikulum dan spesifikasi tujuan yang disarankan, mata pelajaran, kegiatan,
sumber dan alat pengukur pengembangan kurikulum yang mengacu pada kreasi
sumber-sumber unit, rencana unit, dan garis pelajaran kurikulum ganda lainnya,
untuk memudahkan proses belajar-mengajar.[16]
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa
hambatan. Hambatan pertama terletak pada guru. Guru kurang ikut berpartisipasi
dalam pengembangan kurikulum. Hal itu disebabkan karena beberapa hal. Pertama,
keterbatasan waktu. Kedua, kekurangsesuaian pendapat, baik antara
sesama guru maupun dengan kepala sekolah dan administrator. Ketiga, karena
pengetahuan dan kemampuan guru itu sendiri.
Hambatan lain datang dari masyarakat. Untuk
pengembangan kurikulum dibutuhkan dukungan dari masyarakat baik dari segi
pembiayaan maupun dalam memberikan umpan balik terhadap sistem pendidikan atau
kurikulum yang sedang berjalan. Hambatan yang lain yang dihadapi oleh
pengembang kurikulum adalah masalah biaya. Untuk pengembangan kurikulum,
apalagi yang berbentuk kegiatan eksperimen baik metode, isi atau sistem secara
keseluruhan membutuhkan biaya yang sering tidak sedikit.[17]
c. Peran Guru dalam Pengembangan Kurikulum
Pendidikan Agama Islam
Kurikulum sebagai alat pedoman bagi
guru dalam melaksanakan program pembelajaran dalam rangka untuk mencapai tujuan
pendidikan di mana guru itu mengajar. Guru sebagai pekerja profesional dituntut
untuk mampu merancang, melaksanakan dan mengevaluasi hasil usahanya sendiri
dengan sebaik-baiknya.[18]
Guru adalah orang yang tahu persis situasi dan kondisi diterapkannya kurikulum
yang berlaku. Selain itu, guru bertanggung jawab atas terciptanya hasil belajar
yang diinginkan.[19]
Dengan demikian, guru selalu dituntut untuk meningkatkan kemampuannya sesuai
dengan perkembangan kurikulum, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
serta perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, penguasaan kurikulum bagi guru
merupakan suatu hal yang mutlak dan menjadi kewajibannya.[20]
Berikut ini adalah beberapa karakteristik dalam
pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam menurut al-Syaibani sebagaimana
yang dikutip oleh Siswanto adalah sebagai berikut:
1) Kurikulum pendidikan Islam harus menekankan
pada mata pelajaran agama dan akhlak. Pendidikan agama dan akhlak itu harus
berpedoman pada al-Qur’a>n dan
hadits sebagai sumber hukum utama dalam Islam.
2) Kurikulum pendidikan Islam harus
memperhatikan aspek pribadi siswa secara keseluruhan, yaitu aspek jasmani,
akal, dan rohani.
3) Kurikulum pendidikan Islam harus
memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat,
jasmani, akal, dan rohani manusia. Keseimbangan itu tentulah bersifat relatif
karena tidak bisa diukur secara objektif.
4) Kurikulum pendidikan Islam harus
memperhatikan juga seni halus, seperti ukir, pahat, tulis-indah, gambar, dan
sejenisnya. Di samping itu, juga harus memperhatikan pendidikan jasmani,
militer, teknik, keterampilan, dan bahasa asing sekalipun semuanya ini
diberikan kepada anak didik sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhan.
5) Kurikulum
pendidikan Islam harus memperhatikan perbedaan-perbedaan kebudayaan yang
terdapat di masyarakat karena perbedaan tempat dan juga perbedaan zaman.
Kurikulum dirancang sesuai dengan kebudayaannya masing-masing.[21]
Di
lihat dari segi pengelolaannya, menurut Nana Syaodih Sukmadinata, pengembangan
kurikulum dapat dibedakan, yaitu yang besifat sentralisasi, desentralisasi, dan
sentral-desentral.
1) Peran guru dalam pengembangan kurikulum yang
bersifat sentralisasi
Dalam pengembangan kurikulum yang bersifat
sentralisasi merupakan kurikulum yang disusun oleh tim khusus di tingkat pusat
yang terdiri atas para ahli. Dalam kurikulum ini, guru tidak mempunyai peranan
dalam perancangan, dan evaluasi kurikulum yang bersifat makro, mereka lebih
berperan dalam kurikulum mikro. Penyusunan kurikulum mikro dijabarkan dari
kurikulum makro. Guru dalam kurikulum mikro ini, menyusun kurikulum untuk
jangka waktu satu tahun, satu semester, satu catur wulan, beberapa minggu
ataupun beberapa hari (satuan pelajaran). Program tahunan, semesteran, catur
wulan, dan satuan pelajaran memiliki komponen-komponen yang sama yaitu tujuan,
bahan pelajaran, metode, media pembelajaran, dan evaluasi, hanya keluasan dan
kedalamannya yang berbeda.[22]
Dengan demikian jelaslah bahwa yang menjadi tugas
guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi adalah untuk
menyusun dan merumuskan tujuan yang tepat, memilih dan menyusun bahan pelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, dan tahap perkembangan anak,
memiliki metode dan media pembelajaran yang bervariasi, serta menyusun program
dan alat evaluasi yang tepat. Suatu kurikulum yang tersusun secara sistematis
dan rinci akan memudahkan guru dalam mengimplementasikannya. Walaupun kurikulum
sudah tersusun rapi, tetapi guru masih mempunyai tugas untuk mengadakan
penyempurnaan dan penyesuaian-penyesuaian.[23]
Pengembangan kurikulum yang bersifat
sentralisasi ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan-kelebihannya,
yaitu mendukung terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa, tercapainya standar
minimal penguasaan atau perkembangan anak, dan model pengembangan kurikulum
seperti ini mudah untuk dikelola, dimonitor dan dievaluasi, serta lebih hemat
biaya, waktu, dan fasilitas. Sedangkan kelemahannya, pertama, menyeragamkan
kondisi yang berbeda-beda keadaan dan tahap perkembangan intelek, alam dan
sosial budayanya sangat sulit sekali. Penyeragaman bisa menghambat kreatifitas,
dapat memperlambat kemajuan sekolah yang sudah mapan dan menyeret sekolah yang
masih terbelakang. Kedua, dalam penilaian hasil kurang objektif. Dalam
kurikulum yang seragam, penilaian sering dilakukan secara seragam pula. Yang
dimaksud dengan seragam dalam penilaian yaitu kesamaan di dalam segi yang
dinilai, prosedur, dan alat penilaian serta standar penilaian. Ketiga, memberikan
gambaran hasil yang beragam dan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat
ekstrim. Bagi sekolah-sekolah yang kebetulan baik dapat menimbulkan sikap
sombong, sedangkan bagi sekolah yang hasilnya jelek akan mengakibatkan rasa
rendah diri serta adanya cemohan dari berbagai pihak, dalam situasi seperti ini
bukan tidak mungkin akan terjadi pembocoran soal, ketidakjujuran dalam
penilaian, dan sebagainya.[24]
2) Peran guru
dalam pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi
Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah
atau kelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini
diperuntukkan bagi suatu sekolah atau lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan
kurikulum semacam ini didasarkan atas karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah
serta kemampuan sekolah atau Sekolah-sekolah tersebut.[25]
Bentuk pengembangan kurikulum seperti ini juga mempunyai kelebihan dan
kekurangan.
Kelebihan-kelebihannya
meliputi:
a) Kurikulum
sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat,
b) Kurikulum sesuai dengan tingkat dan
kemampuan sekolah, baik kemampuan profesional, finansial maupun manajerial,
c) Disusun
oleh guru-guru sendiri yang memang mengerti kondisi dan perkembangan anak didik
sehingga mudah dalam implementasinya,
d) Memotivasi
guru untuk mengembangkan diri, mencari dan menciptakan kurikulum yang
sebaik-baiknya, dengan demikian akan terjadi semacam kompetisi dalam
pengembangan kurikulum.
Kelemahan-kelemahannya meliputi:
a) Tidak
adanya keseragaman, untuk situasi yang membutuhkan keseragaman demi persatuan
dan kesatuan nasional, bentuk ini kurang tepat,
b) Tidak
adanya standar penilaian yang sama, jadi sulit untuk dibandingkan dengan
sekolah atau wilayah lain,
c) Adanya kesulitan bila terjadi perpindahan
siswa ke sekolah atau ke wilayah lain,
d) Sulit untuk mengadakan pengelolaan dan
penilaian secara nasional,
e) Tidak
semua sekolah atau daerah memiliki kesiapan untuk menyusun dan mengembangkan
kurikulum sendiri.[26]
3) Peran
guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentral-desentral
Pengembangan kurikulum ini bertujuan untuk
mengatasi kedua bentuk kurikulum tersebut, bentuk campuran antara keduanya bisa
digunakan, yaitu bentuk sentral-desentral. Beberapa waktu yang lampau di
perguruan tinggi di Indonesia memakai model pengembangan kurikulum yang
bersifat desentralisasi. Tiap universitas, institut, atau akademi memiliki
otonomi untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum sendiri, satu berbeda dengan
yang lainnya. Dewasa ini kadar desentralisasinya mulai berkurang, dengan adanya
usaha-usaha ke arah penyeragaman. Untuk beberapa perguruan tinggi sejenis
dikembangkan kerangka kurikulum dan kelompok-kelompok mata kuliah program inti
yang seragam.
Dalam kurikulum yang dikelola secara
desentralisasi dan juga yang sentral-desentral, peranan guru dalam pengembangan
kurikulum ini jauh lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara
sentralisasi. Guru-guru juga turut berpartisipasi, bukan hanya menjabarkan
kurikulum induk ke dalam program tahunan, program semester, catur wulan maupun
ke dalam satuan pelajaran, tetapi juga di dalam menyusun kurikulum secara
keseluruhan untuk sekolahnya. Guru-guru juga ikut andil dalam merumuskan setiap
komponen dan unsur dari kurikulum itu sendiri sehingga mereka mempunyai
perasaan turut memiliki kurikulun dan terdorong untuk mengembangkan kemampuan
dan pengetahuannya dalam pengembangan kurikulum. [27]
Karena itulah guru-guru sejak awal penyusunan
kurikulum telah diikutsertakan, mereka akan memahami dan betul-betul menguasai
kurikulumnya, dengan demikian pelaksanaan kurikulum di dalam kelas akan lebih
tepat dan lancar. Guru bukan hanya berperan sebagai pengguna, tetapi sebagai
perencana, pemikir, penyusun, pengembang, pelaksana, dan evaluator kurikulum.[28]
Sedangkan menurut Murray Printr sebagaimana
yang dikutip oleh Wina Sanjaya, peran guru dalam pengembangan kurikulum di
dalam tatanan kelas adalah sebagai berikut:
1) Peran guru sebagai pelaksana (implementer)
kurikulum
Sebagai implementer, guru berperan untuk
menjalankan kurikulum yang sudah ada. Guru tidak mempunyai ruang untuk
menentukan isi kurikulum maupun target dari kurikulum itu sendiri. Dalam
melaksanakan perannya guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus kurikulum
yang dirancang secara terpusat oleh Garis-garis Besar Program Pengajaran. Dalam
GBPP yang berbentuk matriks telah ditentukan mulai dari tujuan yang harus
dicapai, materi yang harus disampaikan, metode dan media yang harus digunakan,
dan sumber belajar serta bentuk evaluasi sampai kepada penentuan waktu kapan
materi pelajaran harus disampaikan semuanya telah ditentukan oleh pemerintah
pusat sebagai pemegang kebijakan.[29]
Dalam pengembangan kurikulum guru dianggap
sebagai tenaga teknis yang bertanggung jawab dalam melaksanakan berbagai
ketentuan yang sudah ada. Oleh karena itu tingkat kreativitas dan inovasi guru
dalam merekayasa pembelajaran sangat lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan
berbagai pembaharuan dalam pengembangan kurikulum. Mengajar bukan dianggapnya
sebagai pekerjaan profesional, tetapi sebagai tugas rutin atau tugas keseharian.
2) Peran guru sebagai penyelaras (adapter)
kurikulum.
Sebagai adapter, guru berperan sebagai
penyelaras kurikulum dengan karakteristik kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah.
Dalam pengembangan ini guru diberikan kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum
yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal. Dalam
kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) misalnya para perancang
kurikulum hanya menetukan standar isi sebagai standar minimal yang harus
dicapai, seperti apa implementasinya, kapan waktunya, dan hal-hal teknis
lainnya ditentukan seluruhnya oleh guru. oleh karena itu, peran guru sebagai adapter
lebih luas cakupannya dibandingkan dengan peran guru sebagai implementer.
3) Peran guru sebagai pengembang (developer)
kurikulum
Sebagai developer, guru sebagai
pengembang kurikulum mempunyai wewenang dalam mendesain sebuah kurikulum. Guru
bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran yang akan diberikan kepada
siswa, tetapi juga dapat menentukan metode dan strategi apa yang akan
dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang
kurikulum sepenuhnya guru dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik,
visi dan misi sekolah, serta sesuai dengan pengalaman belajar yang dibutuhkan
siswa. Pelaksanaan peran ini dapat di lihat dalam pengembangan kurikulum muatan
lokal dalam sebagai bagian dari struktur KTSP. Pengembangan kurikulum muatan
lokal sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing tiap satuan pendidikan karena
kurikulum muatan lokal antar sekolah berbeda-beda. Kurikulum dikembangkan
sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah.
4) Peran guru sebagai peneliti (researcher)
kurikulum
Sebagai researcher, sebagai fase
terakhir adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum. Peran ini dilaksanakan
sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam
meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam peran sebagai peneliti, guru
memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya
menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektivitas program, menguji strategi
dan model pembelajaran, dan termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan
siswa mencapai target kurikulum. Salah satu metode yang disarankan dalam
penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu metode
penelitian yang berangkat dari masalah yang dihadapi guru dalam implementasi
kurikulum. Dengan penelitian ini, guru dapat memecahkan masalah yang
dihadapinya. Dengan demikian, dengan PTK bukan saja dapat menambah wawasan
keilmuwan guru, tetapi guru juga dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.[30]
Menurut penulis, dari dua pendapat di atas secara
substansi tidak ada perbedaan, seperti halnya peran guru sebagai pelaksana
kurikulum (implementer) seperti yang dikemukakan oleh Murray
Printr itu sama dengan peran guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat
sentralisasi sebagaimana pendapat Nana Syaodih Sukmadinata, di mana peran guru
dalam pengembangan kurikulum hanya sebagai pelakasana dari kurikulum yang telah
disusun oleh tim khusus di tingkat pusat. Guru tidak mempunyai ruang untuk
menentukan isi kurikulum maupun target dari kurikulum itu sendiri. Begitu juga
dengan peran guru sebagai penyelaras (adapter) itu juga sama dengan
peran guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi, di mana
dalam pengembangan ini guru diberikan wewenang untuk menyusun dan menyesuaikan
kurikulum yang sudah ada sesuai dengan karakteristik, kebutuhan, dan
perkembangan daerah serta kemampuan sekolah tersebut.
Sedangkan peran guru sebagai pengembang (developer)
dan peran guru sebagai peneliti (researcher) secara substansi itu juga
sama dengan peran guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat
sentral-desentral, di mana peran guru dalam pengembangan kurikulum ini jauh
lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi maupun
desentralisasi, guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran dari
siswa, tetapi juga dapat menentukan metode, dan strategi apa yang akan
dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya.
Dalam konteks pengembangan kurikulum pendidikan
agama Islam, merupakan tuntutan peran yang harus diperankan oleh guru adalah
untuk menumbuhkan nilai-nilai ilahiyah yang selaras dengan nilai-nilai Islam
terhadap mental peserta didik, nilai ilahiyah tersebut berkaitan dengan konsep
tentang ke-Tuhan-an dan segala sesuatu bersumber dari Tuhan. Nilai ilahiyah
berkaitan dengan nilai Imaniyah, Ubudiyah dan Muamalah, dalam hal ini guru
harus berusaha sekuat tenaga untuk mengembangkan diri peserta didik terhadap
nilai-nilai tersebut.
Peran guru dalam menumbuhkan nilai-nilai
ilahiyah akan lebih meningkat apabila disertai dengan berbagai perubahan,
penghayatan, dan penerapan strategi dengan perkembangan jiwa peserta didik yang
disesuaikan dengan jiwa peserta didik. Dengan demikian, guru PAI haruslah
melakukan berbagai upaya dalam pengembangan kurikulum PAI dengan berbagai cara
yang bersifat adoptif, adaptif, kreatif, dan inovatif.
H. Metode
Penelitian
1. Pendekatan dan
Jenis Penelitian
Dalam
peneltian ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif. Penelitian adalah suatu proses atau kegiatan yang
dilakukan secara sistematis, logis, dan berencana untuk mengumpulkan, mengolah,
menganalisis data, serta menyimpulkan dengan menggunakan metode atau teknik
tertentu untuk mencari jawaban atas permasalahan yang timbul.[31]
Penelitian
kualitatif menurut Bogdan dan Taylor sebagaimana dikutip oleh Andi Prastowa,
adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Sedangkan penelitian deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata,
sumber dan bukan angka, selain itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan
menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.[32]
Pada
penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, karena beberapa
pertimbangan yaitu:
a. Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan
dengan kenyataan jamak.
b. Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara
peneliti dengan responden.
c. Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan
banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.[33]
Dengan
pendekatan penelitian kualitatif ini peneliti ingin melihat fenomena yang
berkembang sebagai satu kesatuan yang utuh, di samping itu pendekatan ini akan
memudahkan peneliti dalam menemukan persoalan-persoalan ganda, mendekatkan diri
peneliti dengan objek yang diteliti serta lebih peka dan lebih dapat
menyesuaikan diri terhadap pengaruh berbagai fenomena yang ada di lapangan.
Peneliti
sangat tertarik dengan penelitian kualitatif karena dalam penelitian ini ada
kenaturalan dan keobjektifan data sesuai dengan realita sebenarnya tanpa ada
intervensi dari luar bahkan dari peneliti itu sendiri. Sehingga data yang
dideskripsikan betul-betul alami bukan rekayasa.
Dengan
demikian penelitian ini diharapkan nantinya dalam pengembangan
kurikulum pendidikan agama Islam dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Sehingga peserta didik mendapatkan manfaat dari hasil
penelitian ini juga dapat dirasakan bersama, dan dapat memberikan support
terhadap lembaga pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan.
2. Kehadiran
Peneliti
Kehadiran
peneliti di lapangan merupakan salah satu langkah dalam penelitian yang memakai
pendekatan kualitatif. Kehadiran peneliti bertindak sebagai instrumen dan
pengumpul data. Dengan melakukan observasi, peneliti akan lebih memahami dan
mengetahui gambaran tentang objek penelitian secara utuh. Dengan keadaan yang
demikian, peneliti bertindak sebagai partisipan penuh. Oleh karena itu dalam
penelitian kualitatif, kehadiran peneliti merupakan suatu kemutlakan.
Pada
tahap awal, kehadiran peneliti di lokasi penelitian (Sekolah Dasar Negeri
Kolpajung II Pamekasan), peneliti langsung mendatangi kepala sekolah untuk
mendapatkan informasi tentang informan yang dapat dihubungi. Selanjutnya
pengumpulan data disesuaikan dengan waktu yang ditentukan peneliti. Dan dalam
pelaksanaan wawancara dan observasi terlebih dahulu melalui persetujuan kepala
sekolah dan para informan lainnya.
3. Lokasi
Penelitian
Dalam
penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II
Pamekasan. Sekolah ini bersebelahan dengan sekolah MTs Negeri Parteker
Pamekasan. Alasan memilih lokasi tersebut yaitu lebih disebabkan karena
realitas lapangan yakni peran guru dalam pengembangan kurikulum pendidikan
agama Islam dalam meningkatkan mutu pendidikan dapat memberikan suatu data yang peneliti butuhkan,
dan bagaimana proses peran guru dalam pengembangan kurikulum
pendidikan agama Islam.
4. Sumber Data
Yang
dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat
diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam
pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang
merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti baik tertulis maupun
lisan. Dan apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya
bisa berupa benda gerak atau proses tertentu.[34]
Sedangkan
sumber data menurut Lofland sebagaimana dikutip oleh Buna’i yaitu sumber data
utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.[35]
Dalam
penelitian ini jenis datanya adalah pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh
subjek penelitian sesuai dengan seperangkat pertanyaan yang dikemukakan
peneliti dengan merujuk pada fokus penelitian yang ada sebagai pedoman.
Sumber
data dalam penelitian ini adalah manusia dan non manusia. Sumber data manusia
adalah kepala sekolah, guru dan siswa. Yang data tersebut dirumuskan dalam
bentuk transkrip wawancara, catatan pengamatan lapangan. Sedangkan data dalam
bentuk non manusia dilakukan dengan jalan analisis dokumentasi.
5. Prosedur
Pengumpulan Data
Agar
suatu penelitian bersifat ilmiah, tentunya harus dilengkapi oleh data-data yang
dilengkapi argumen-argumen yang kuat, akurat dan lengkap. Untuk mendapatkan
data atau dokumen yang konkrit, maka perlu dilakukan pencarian (pengumpulan)
terhadap data yang masih ada dan tersebar di lokasi penelitian, maka harus
dilakukan pengumpulan data.
Prosedur
penelitian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi
(pengamatan), wawancara dan analisis dokumen (dokumentasi).
a. Observasi
Observasi
diartikan sebagai suatu aktiva yang sempit, yakni memperhatikan sesuatu dengan
menggunakan mata. Di dalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut
pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek
dengan menggunakan seluruh alat indra.[36]
Jenis
observasi yang digunakan peneliti yaitu observasi berperan serta pasif, di mana
peneliti pada saat di lapangan sebagai mahasiswa yang sedang melakukan
penelitian, dan observasi yang dilakukan oleh peneliti observasi terbuka, yaitu
pengamatan secara terbuka dan diketahui oleh objek penelitian. Sedangkan subjek
penelitian dan sukarela memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mengamati
peristiwa yang terjadi. Subjek penelitian sadar bahwa ada orang yang sedang
mengawasi dan mereka juga sadar bahwa ada orang yang sedang mengamati aktivitas
mereka di Sekolah.
Sedangkan
data yang ingin diperoleh melalui metode ini adalah data-data yang ada
kaitannya dengan kondisi fisik non fisik serta aktivitas Sekolah Dasar Negeri
Kolpajung II Pamekasan secara rinci yaitu:
1) Aktivitas umum sekolah dalam rangka pengembangan kurikulum di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II
Pamekasan.
2) Faktor penghambat dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam.
3) Upaya mengatasi kendala dari pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam.
b. Wawancara
Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna
dalam suatu topik tertentu.[37]
Dalam
penelitian ini jenis wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara
terstruktur dan wawancara tak terstruktur. Wawancara terstruktur adalah suatu
wawancara yang mana pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan
yang akan diajukan, yang bertujuan mencari jawaban terhadap hipotesis kerja,
jenis wawancara terstruktur ini dilakukan pada saat situasi jika sejumlah
sampel yang representatif ditanyai dengan pertanyaan yang sama dan hal ini
penting sekali. Wawancara tak terstruktur adalah wawancara yang digunakan untuk
menemukan informasi yang bukan buku atau informasi tunggal. Hasil wawancara ini
menekankan perkecualian, penyimpangan, penafsiran yang tidak lazim, penafsiran
kembali, pendekatan baru pandangan ahli atau perspektif tunggal. Pertanyaan
biasanya tidak disusun terlebih dahulu bahkan disesuaikan dengan kondisi dan
ciri yang unik dari responden.[38]
Pendekatan
ini digunakan kepada komponen yang ada di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II
Pamekasan yaitu kepala sekolah, guru, dan siswa yang akan diteliti dengan
tujuan memperoleh seperangkat informasi yang dibutuhkan peneliti yang
berhubungan dengan pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam dan yang
menjadi kendala dari pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam.
c. Dokumentasi
Dokumentasi
dari asal katanya dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam
melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis
seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat,
catatan harian, dan sebagainya.[39]
Dokumentasi ini digunakan sebagai penyempurna data yang diperoleh peneliti
melalui wawancara sehingga hasil data menjadi valid.
Setelah
instrumen dokumen dibuat, maka peneliti mendatangi lokasi penelitan guna melakukan
pencatatan data dokumentasi yang diperlukan untuk menunjang validitas informasi
atau data yang diperoleh peneliti, seperti kegiatan belajar-mengajar dan dokumentasi yang
berhubungan dengan pengembangan kurikulum.
6. Analisis Data
Analisis
data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola,
kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.[40]
Pada
prinsipnya analisis data merupakan sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh
peneliti ketika proses pengumpulan data atau informasi berlangsung, sampai pada
penarikan kesimpulan berupa konsep atau hubungan antarkonsep.[41]
Analisis
data dalam penelitian ini, yang digunakan dalam penulisan ini adalah analisis
data non statistik. Dan data yang akan dikumpulkan terdapat dalam transkrip
wawancara, catatan lapangan serta dokumen.
Adapun
langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data selama pengumpulan data
yaitu sebagai berikut.
a. Checking
Data
Pada
langkah ini, peneliti harus mengecek lagi lengkap tidaknya data penelitian,
memilih dan menyeleksi data, sehingga hanya yang relevan saja yang digunakan
dalam analisis. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini antara lain:
1) Meneliti lagi lengkap tidaknya identitas subjek yang diperlukan
dalam analisis data.
2) Meneliti lengkap tidaknya data
3) Cara mengisi jawaban item apakah sudah betul.
b. Editing Data
Data
yang telah diteliti lengkap tidaknya, perlu diedit yaitu dibaca lagi dan
diperbaiki, bila masih ada yang kurang jelas atau meragukan. Kegiatan yang
dilakukan antara lain:
1) Pernyataan, jawaban, catatan yang tidak jelas diperjelas dan
disempurnakan.
2) Coretan-coretan, kata-kata sandi atau singkatan diperjelas untuk
menghilangkan keragu-raguan terhadap data.
3) Mengubah kependekan dari jawaban menjadi kalimat yang lebih
bermakna.
4) Melihat konsistensi data dengan rencana penelitian.
5) Menyeragamkan jawaban responden pada kategori tertentu.
c. Coding Data
Coding
data yaitu mengubah data menjadi kode-kode yang dapat dimanipulasi sesuai
dengan prosedur analisis statistik tertentu. Oleh karena itu, pemberian kode
pada jawaban-jawaban sangat penting untuk memudahkan proses analisis data.
Untuk
pelaksanaan coding ini, peneliti harus membuat pedoman coding, yang disebut coding
guide atau coding book yaitu memberi petunjuk dari arti dari
masing-masing.[42]
Adapun kode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1) Kode
Wawancara
- (W-1/KS/TP/Tgl-Bln-Thn)
- (W-2/GR/TP/Tgl-Bln-Thn)
- (W-3/SW/TP/Tgl-Bln-Thn)
Keterangan:
W-1/KS : Wawancara
dengan kepala sekolah
W-2/GR: Wawancara
dengan guru
W-3/SW: Wawancara
dengan siswa
TP : Tempat wawancara
Tgl : Tanggal wawancara
Bln : Bulan wawancara
Thn : Tahun wawancara
2) Kode
Observasi
- (O-1/GR/TP/Tgl-Bln-Thn)
- (O-2/SW/TP/Tgl-Bln-Thn)
Keterangan:
O-1/GR: Observasi
pada guru
O-2/SW: Observasi
pada siswa
TP : Tempat observasi
Tgl : Tanggal observasi
Bln : Bulan observasi
Thn : Tahun observasi
3) Kode Dokumentasi
- (D-1/Tgl-Bln-Thn)
- (D-2/Tgl-Bln-Thn)
Keterangan:
D-1 : Dokumentasi sekolah
D-2 : Dokumentasi guru
Tgl : Tanggal dokumentasi
Bln : Bulan dokumentasi
Thn : Tahun dokumentasi
7. Pengecekan
Keabsahan Data
Untuk
mengetahui apakah data yang diperoleh valid dan bisa dipertanggungjawabkan,
maka peneliti melakukan pengecekan keabsahan data yang dilakukan dengan cermat
dan berhati-hati supaya peneliti tidak sia-sia melakukan penelitian. Adapun
teknik-teknik yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Perpanjangan
Kehadiran
Perpanjangan
kehadiran sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan peneliti
tidak hanya dalam waktu singkat, tetapi dalam waktu yang panjang peneliti dapat
menentukan kebenaran informasi dan membangun kepercayaan pada subjek.
b. Ketekunan
Pengamatan
Ketekunan
pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang
sangat relevan dengan persoalan yang dicari dan kemudian memusatkan diri pada
hal-hal tersebut secara rinci.
c. Triangulasi
Triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di
luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data-data tersebut.
d. Kecukupan
Referensial
Kecukupan
referensial sebagai alat untuk menampung dan menyesuaikan diri dengan kritik
tertulis untuk keperluan evaluasi dan dapat membandingkan hasil penelitian yang
telah terkumpul.
8. Tahap-tahap
Penelitian
Adapun
tahap-tahap penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui objek penelitian
secara sistematis sebagai berikut.
a. Tahap
Pra Lapangan
Membuat
judul, menentukan konteks penelitian, membuat usulan proposal penelitian,
mengurus izin penelitian, menjajaki dan menilai keadaan objek penelitian,
mempersiapkan perlengkapan penelitian dan menerapkan etika penelitian.
b. Tahap
Pekerjaan Lapangan
Memahami
latar belakang dan integritas ke lapangan, juga ikut ambil bagian dalam
mengumpulkan data, baik data primer maupun data sekunder. Setelah data
terkumpul, peneliti menganalisis data yang telah disebut di atas.
c. Penyusunan
Laporan
Dalam
penyusunan laporan peneliti menulis kerangka dan isi laporan hasil penelitian,
adapun mekanisme yang diambil dalam penyusunan laporan disesuaikan dengan buku
panduan tentang penulisan karya ilmiah yang diatur oleh Pascasarjana
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan.
I. Daftar Pustaka
Arif, Syaiful. 2009. Pengembangan Kurikulum.
Pamekasan: STAIN Pamekasan Press.
Arifin, Zainal. 2014. Konsep dan Model
Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Buna’i. Penelitian
Kualitatif. Perpustakaan STAIN Pamekasan Press, 2008.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hamidi. Metode
Penelitian Kualitatif. Malang: UMM-Press, 2010.
Hendra Akhdiyat & Beni Ahmad Saebani. 2009.
Ilmu Pendidikan Agama Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Hidayat, Sholeh. 2013. Pengembangan
Kurikulum Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Kasiram, Moh. Metodologi
Penelitian Kualitatif Kuantitatif. Malang: UIN-Maliki Press, 2010.
Klien, M. Frances. 2010. Politik Pengambilan
Keputusan Tentang Kurikulum, Terj. Fauzan Almanshur & M. Djunaidi Ghony. Malang:
UIN-Maliki Press.
Kosim, Mohammad. 2012. Pendidikan Guru Agama
Pergumulan dan Problema Kebijakan 1948-2011. Yogyakarta: Pustaka Nusantara.
Mudjiono & Dimyati. 2013. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Mudlofir, Ali. 2011. Aplikasi Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Bahan Ajar Dalam Pendidikan
Agama Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Mulyasa, E. 2015. Guru dalam Implementasi
Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008.
Nata, Abuddin. 2012. Kapita Selekta
Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer Tentang Pendidikan Islam. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Prastowa, Andi. Metode
Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2012.
Salahudin, Anas. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung:
CV Pustaka Setia.
Sanjaya, Wina. 2013. Kurikulum dan
Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Siswanto. 2012. Pendidikan Islam dalam
Dialektika Perubahan. Yogyakarta: SUKA-Press.
Sudjana, Nana. 2013. Pembinaan dan
Pengembangan Kurikulum Di Sekolah. Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset.
Sugiyono. Metode
Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2010.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sulhan, Najib. 2011. Karakter Guru Masa
Depan Sukses & Bermartabat. Surabaya: PT JePe Press Media Utama.
[1]Siswanto,
Pendidikan Islam dalam Dialektika Perubahan (Yogyakarta: SUKA-Press,
2012), 55.
[2]Istilah
kurikulum berasal dari bahasa Latin, yaitu curriculum, yang artinya a
running course atau race course, especially a chariot race course. Dalam
bahasa Prancis, courier, artinya berlari (to run). Kemudian
istilah tersebut digunakan untuk sejumlah courses atau mata kuliah yang
harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Lihat Anas Salahudin, Filsafat
Pendidikan (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), 167.
[3]Zainal
Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), 1.
[4]Abuddin
Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer tentang Pendidikan
Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), 132-133.
[5]Oemar
Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), 52.
[6]Sholeh
Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013), 26.
[7]Wina
Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013), 28.
[8]Nana
Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2013), 150.
[9]Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 1988), 702.
[10]Mohammad
Kosim, Pendidikan Guru Agama Pergumulan dan Problema Kebijakan 1948-2011 (Yogyakarta:
Pustaka Nusantara, 2012), 11.
[11]Najib
Sulhan, Karakter Guru Masa Depan Sukses & Bermartabat (Surabaya: PT
JePe Press Media Utama, 2011), 1-2.
[12]E.
Mulyasa, Guru Dalam Implementasi Kurikulum 2013 (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2015), 67.
[13]Beni
Ahmad Saebani & Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Agama Islam (Bandung:
CV. Pustaka Setia, 2009), 249.
[14]Siswanto,
Pendidikan, 55-56.
[15]Nana
Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Di Sekolah (Bandung: Sinar
Baru Algensindo Offset, 2013), 16.
[16]Hamalik,
Dasar-Dasar, 183-184.
[17]Sukmadinata,
Pengembangan, 160-161.
[18]Ali
Mudlofir, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dan Bahan Ajar Dalam Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2011), 5.
[19]Dimyati
& Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2013), 287.
[20]Hidayat,
Pengembangan, 26.
[21]Siswanto,
Pendidikan, 60.
[22]Sukmadinata,
Pengembangan, 200.
[23]Saiful
Arif, Pengembangan Kurikulum (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2009),
143-144.
[24]Sukmadinata,
Pengembangan, 198-199. Lihat Juga M. Frances Klien, Politik
Pengambilan Keputusan tentang Kurikulum (Malang: UIN-Maliki Press, 2010),
305-306.
[25]Ibid,
201.
[26]Arif, Pengembangan,
146.
[27]Ibid,
147.
[28]Sukmadinata,
Pengembangan, 202.
[29]Sanjaya,
Kurikulum, 28.
[30]Ibid,
28-30.
[31]Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian
Kualitatif-Kuantitatif (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), 37.
[32]Andi Prastowa, Metode Penelitian
Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2012), 21-22.
[34]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 172.
[37]Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2010), 231.
[38]Lexy J. Moleong, Metodologi ..., 190-191.
[39]Suharsimi Arikunto, Prosedur., 201.
[41]Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif
(Malang: UMM-Press, 2010), 97.
[42]Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian
Refleksi Pengembangan, Penambahan dan Penguasaan Metodologi Penelitian (Malang:
UIN-Maliki Press, 2010), hlm., 124-125.