Sabtu, 16 Januari 2016

PROPOSAL TESIS

UJIAN TENGAH SEMESTER (UTS)


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metodologi Penelitian yang Dibina Oleh
Bapak Dr. H. Nor Hasan, M.Ag







Oleh
SOLEHAN ARIF
NIM. 18201521029


PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA STAIN PAMEKASAN
DESEMBER 2015



 A.        Judul Penelitian
Peran Guru Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan.

B.        Konteks Penelitian
       Salah satu komponen penting dari sistem pendidikan adalah kurikulum.[1] Kurikulum[2] merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sekaligus merupakan pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran pada semua jenis dan jenjang pendidikan. Kurikulum harus sesuai dengan falsafah dan dasar negara, yaitu Pancasila dan UUD 1945 yang menggambarkan pandangan hidup suatu bangsa. Tujuan dan pola kehidupan suatu negara banyak ditentukan oleh sistem kurikulum yang digunakannya, mulai dari kurikulum Taman kanak-kanak sampai dengan kurikulum perguruan tinggi. Jika terjadi perubahan sistem ketatanegaraan, maka dapat berakibat pada perubahan sistem pemerintahan dan sistem pendidikan, bahkan terhadap sistem kurikulum yang berlaku.[3]
Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di era globalisasi ini dapat dilakukan dengan dua cara: Pertama, memperhatikan aspek pembinaan keagamaan (aqidah, ibadah, dan akhlak), penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, wawasan kebangsaan, kemanusiaan dan globalisasi yang disesuaikan dengan tingkat kejiwaan dan kecerdasan anak. Kedua, memperhatikan perkembangan sosial, budaya, ekonomi, dan politik, serta faktor-faktor lainnya yang memengaruhi paradigma baru seluruh komponen pendidikan, yaitu visi, misi, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, pendidik, peserta didik, sarana prasarana, pengelolaan dan sebagainya.[4]
Pengembangan kurikulum melibatkan banyak pihak, terutama guru yang bertugas di kelas.[5] Dengan demikian, guru selalu dituntut untuk meningkatkan kemampuannya sesuai dengan perkembangan kurikulum, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, penguasaan guru terhadap kurikulum merupakan suatu hal yang mutlak dan menjadi kewajibannya.[6]
Guru adalah salah satu faktor penting dalam implementasi kurikulum. Bagaimana idealnya suatu kurikulum tanpa ditunjang oleh kemampuan guru untuk mengimplementasikannya, maka kurikulum itu tidak akan bermakna sebagai suatu alat pendidikan; dan sebaliknya pembelajaran tanpa kurikulum sebagai pedoman tidak akan efektif. Dengan demikian peran guru dalam mengimplementasikan kurikulum memegang posisi kunci. Dalam proses pengembangan kurikulum peran guru lebih banyak dalam tatanan kelas.[7] Kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Di sana semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat, dan kemampuan guru diuji dalam bentuk perbuatan, yang akan mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata dan hidup.[8]
Berdasarkan deskripsi di atas, maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Peran Guru dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan”.

C.        Fokus Penelitian
                   Berdasarkan konteks penelitian di atas serta fenomena yang ada, maka suatu lembaga pendidikan sangat membutuhkan sebuah kurikulum dalam rangka untuk meningkatkan mutu pendidikan, karena lembaga pendidikan merupakan suatu lembaga yang berfungsi sebagai peningkatan swadaya masyarakat. Oleh karena itu agar peneliti terorientasi, maka penulis perlu untuk memfokuskan materi yang akan diteliti sesuai dengan judul di atas. Adapun fokus penelitiannya adalah:
1.  Bagaimana peran guru dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan?
2.  Bagaimana kendala guru dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan?
3.  Bagaimana upaya guru mengatasi kendala dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan?

D.        Tujuan Penelitian
                   Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1.  Untuk mendeskripsikan bagaimana peran guru dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan.
2.  Untuk mengidentifikasi kendala guru dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan.
3.  Untuk mendeskripsikan upaya guru mengatasi kendala dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan.

E.        Kegunaan Penelitian
                   Dalam penelitian ini mempunyai dua manfaat atau nilai guna bagi peneliti yaitu makna secara teoritis dan makna praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi satu masukan bagi upaya pengembangan pendidikan, khususnya dalam bidang pembelajaran.
                   Adapun secara praktis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat terhadap beberapa kalangan yaitu antara lain:
1.  Bagi Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan
Dalam penelitian ini dimungkinkan untuk menjadi salah satu sumber kajian bagi kalangan mahasiswa sebagai bahan pengayaan materi perkuliahan, dan bagi kepentingan penelitian yang kajiannya ada kesamaan.

2.    Bagi Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan
Hasil penelitian ini sebagai kontribusi dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam untuk meningkatkan mutu pendidikan, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan lancar.
3.    Bagi Guru
Sebagai daya ukur dan acuan dalam meningkatkan minat dan sebagai sumber belajar peserta didik dengan memaksimalkan pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam.
4.    Bagi Kepala Sekolah
Sebagai daya ukur dalam meningkatkan minat peserta didik dalam memaksimalkan pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam.
5.    Bagi Peneliti
Untuk menambah wawasan pengetahuan dalam bidang penelitian dan teknik yang harus dilaksanakan dalam menangani suatu kasus dan menghadapi suatu masalah.

F.         Definisi Istilah
                   Agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap istilah yang digunakan dalam penelitian ini, penulis perlu memberikan uraian pengertian terhadap istilah-istilah yang ada. Adapun beberapa istilah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1.  Peran adalah tugas atau perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat.
2.  Guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.
3.  Pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan.
4.  Kurikulum adalah seperangkat mata pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik pada lembaga pendidikan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
                   Jadi dengan definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan peran guru dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam adalah suatu proses yang dilakukan oleh seorang guru dalam mengembangkan seperangkat mata pelajaran dalam kegiatan belajar-mengajar mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dalam sebuah lembaga pendidikan agama Islam.

G.        Kajian Pustaka
1.    Kajian Teoritik
a.  Kajian tentang Profesionalitas Guru
                      Profesionalitas berasal dari kata profesi yang dapat diartikan sebagai jenis pekerjaan yang khas atau suatu pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan. Profesi dapat juga diartikan sebagai beberapa keahlian atau ilmu pengetahuan yang digunakan dalam aplikasi untuk berhubungan dengan orang lain, lembaga atau sebuah instansi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi keahlian (keterampilan, kejuruan, dsb) tertentu. Sedangkan arti dari profesional adalah seseorang yang memiliki seperangkat pengetahuan atau keahlian yang khas dari profesinya.[9]
                      Sedangkan istilah guru berbeda-beda dalam bahasa asing, antara lain: sensei (Jepang), teacher (Inggris), der Lehrer (Jerman), ustadz, mudarris, mu’allim, dan mu-addib (Arab). Istilah-istilah tersebut secara umum dialamatkan pada orang yang mengajar dan mendidik.[10] Dengan demikian, orang-orang yang profesinya mengajar disebut guru, baik guru di sekolah maupun di luar sekolah. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 74 Tahun 2008 tentang guru dijelaskan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan menengah.[11] 
                      Jadi guru yang profesional adalah guru yang memiliki keahlian, kemampuan, dan pengetahuan yang khusus dalam mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi peserta didik sehingga tujuan dari pendidikan dapat tercapai. Guru yang profesional wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.
     Sebagai guru profesional, dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya perlu memperhatikan beberapa prinsip profesi. Prinsip-prinsip profesi guru diatur dalam undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Dalam Bab III, pasal 7, ayat 1 dikemukakan bahwa profesi guru dan profesi dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut.
1) Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa dan idealisme.
2) Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketaqwaan dan akhlak mulia.
3) Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang yang sesuai dengan bidang tugas.
4) Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas.
5) Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
6) Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja.
7) Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
8)  Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam menjalankan tugas keprofesionalan; dan
9) Memiliki organisasi profesi yang memiliki wewenang untuk mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan.[12]
                      Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat, bahwa peningkatan mutu pendidikan sebagaimana tersebut di atas pada akhirnya bermuara kepada tersedianya tenaga pendidik yang bermutu. Tersedianya dana yang besar, sarana prasarana yang lengkap, serta berbagai komponen pendidikan lainnya yang serba baru, belum menjamin tercapainya tujuan peningkatan mutu pendidikan. Pernyataan ini mengingatkan tentang pentingnya meningkatkan mutu pendidik sebagai upaya strategis dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
b. Pengembangan Kurikulum
     Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan pendidikan atau pengajaran dan hasil pendidikan atau pengajaran yang harus dicapai oleh anak didik, kegiatan belajar mengajar, pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum itu sendiri.[13] Sejalan dengan perkembangan pendidikan, pengertian kurikulum tidak lagi diartikan dalam arti sempit atau terbatas pada mata pelajaran saja, tetapi lebih luas dari itu, kurikulum bisa meliputi semua aktivitas yang dilakukan di sekolah dalam rangka untuk mempengaruhi anak didik dalam belajar agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan belajar mengajar, mengatur strategi dalam proses belajar-mengajar, mengevaluasi program pengembangan pengajaran, dan lain sebagainya.[14]
                      Menurut Nana Sudjana, kurikulum adalah sesuatu yang diinginkan atau yang dicita-citakan, untuk anak didik. Artinya hasil belajar yang diinginkan yang diniati agar dimiliki anak didik. Semua keinginan atau hasil-hasil belajar yang diharapkan disusun dan ditulis dalam bentuk program pendidikan yakni kurikulum, yang bentuk wujudnya adalah buku kurikulum serta petunjuk-petunjuknya. Dalam buku kurikulum tersebut terdapat hasil atau tujuan apa yang diinginkan, bahan mana yang harus diberikan, dan pada tingkat atau kelas berapa bahan itu diberikan. Semua itu dituangkan dalam bentuk Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP).[15]
Dari definisi di atas, penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa kurikulum merupakan bagian dari suatu sistem pengelolaan yang menyangkut perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran yang dijadikan pedoman atau panduan bagi guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, atau dengan kata lain, kurikulum merupakan suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistemik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sedangkan pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik. Proses ini berhubungan dengan seleksi dan pengorganisasian berbagai komponen situasi belajar-mengajar, antara lain penetapan jadwal pengorganisasian kurikulum dan spesifikasi tujuan yang disarankan, mata pelajaran, kegiatan, sumber dan alat pengukur pengembangan kurikulum yang mengacu pada kreasi sumber-sumber unit, rencana unit, dan garis pelajaran kurikulum ganda lainnya, untuk memudahkan proses belajar-mengajar.[16]
Dalam pengembangan kurikulum terdapat beberapa hambatan. Hambatan pertama terletak pada guru. Guru kurang ikut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum. Hal itu disebabkan karena beberapa hal. Pertama, keterbatasan waktu. Kedua, kekurangsesuaian pendapat, baik antara sesama guru maupun dengan kepala sekolah dan administrator. Ketiga, karena pengetahuan dan kemampuan guru itu sendiri.
Hambatan lain datang dari masyarakat. Untuk pengembangan kurikulum dibutuhkan dukungan dari masyarakat baik dari segi pembiayaan maupun dalam memberikan umpan balik terhadap sistem pendidikan atau kurikulum yang sedang berjalan. Hambatan yang lain yang dihadapi oleh pengembang kurikulum adalah masalah biaya. Untuk pengembangan kurikulum, apalagi yang berbentuk kegiatan eksperimen baik metode, isi atau sistem secara keseluruhan membutuhkan biaya yang sering tidak sedikit.[17]
c. Peran Guru dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
                      Kurikulum sebagai alat pedoman bagi guru dalam melaksanakan program pembelajaran dalam rangka untuk mencapai tujuan pendidikan di mana guru itu mengajar. Guru sebagai pekerja profesional dituntut untuk mampu merancang, melaksanakan dan mengevaluasi hasil usahanya sendiri dengan sebaik-baiknya.[18] Guru adalah orang yang tahu persis situasi dan kondisi diterapkannya kurikulum yang berlaku. Selain itu, guru bertanggung jawab atas terciptanya hasil belajar yang diinginkan.[19] Dengan demikian, guru selalu dituntut untuk meningkatkan kemampuannya sesuai dengan perkembangan kurikulum, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan masyarakat. Oleh karena itu, penguasaan kurikulum bagi guru merupakan suatu hal yang mutlak dan menjadi kewajibannya.[20]
Berikut ini adalah beberapa karakteristik dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam menurut al-Syaibani sebagaimana yang dikutip oleh Siswanto adalah sebagai berikut:
1) Kurikulum pendidikan Islam harus menekankan pada mata pelajaran agama dan akhlak. Pendidikan agama dan akhlak itu harus berpedoman pada al-Qur’a>n dan hadits sebagai sumber hukum utama dalam Islam.
2) Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan aspek pribadi siswa secara keseluruhan, yaitu aspek jasmani, akal, dan rohani.
3) Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan keseimbangan antara pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat, jasmani, akal, dan rohani manusia. Keseimbangan itu tentulah bersifat relatif karena tidak bisa diukur secara objektif.
4) Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan juga seni halus, seperti ukir, pahat, tulis-indah, gambar, dan sejenisnya. Di samping itu, juga harus memperhatikan pendidikan jasmani, militer, teknik, keterampilan, dan bahasa asing sekalipun semuanya ini diberikan kepada anak didik sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhan.
5)  Kurikulum pendidikan Islam harus memperhatikan perbedaan-perbedaan kebudayaan yang terdapat di masyarakat karena perbedaan tempat dan juga perbedaan zaman. Kurikulum dirancang sesuai dengan kebudayaannya masing-masing.[21]
     Di lihat dari segi pengelolaannya, menurut Nana Syaodih Sukmadinata, pengembangan kurikulum dapat dibedakan, yaitu yang besifat sentralisasi, desentralisasi, dan sentral-desentral.
1) Peran guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi
Dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi merupakan kurikulum yang disusun oleh tim khusus di tingkat pusat yang terdiri atas para ahli. Dalam kurikulum ini, guru tidak mempunyai peranan dalam perancangan, dan evaluasi kurikulum yang bersifat makro, mereka lebih berperan dalam kurikulum mikro. Penyusunan kurikulum mikro dijabarkan dari kurikulum makro. Guru dalam kurikulum mikro ini, menyusun kurikulum untuk jangka waktu satu tahun, satu semester, satu catur wulan, beberapa minggu ataupun beberapa hari (satuan pelajaran). Program tahunan, semesteran, catur wulan, dan satuan pelajaran memiliki komponen-komponen yang sama yaitu tujuan, bahan pelajaran, metode, media pembelajaran, dan evaluasi, hanya keluasan dan kedalamannya yang berbeda.[22]
Dengan demikian jelaslah bahwa yang menjadi tugas guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi adalah untuk menyusun dan merumuskan tujuan yang tepat, memilih dan menyusun bahan pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, dan tahap perkembangan anak, memiliki metode dan media pembelajaran yang bervariasi, serta menyusun program dan alat evaluasi yang tepat. Suatu kurikulum yang tersusun secara sistematis dan rinci akan memudahkan guru dalam mengimplementasikannya. Walaupun kurikulum sudah tersusun rapi, tetapi guru masih mempunyai tugas untuk mengadakan penyempurnaan dan penyesuaian-penyesuaian.[23]
Pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi ini memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan-kelebihannya, yaitu mendukung terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa, tercapainya standar minimal penguasaan atau perkembangan anak, dan model pengembangan kurikulum seperti ini mudah untuk dikelola, dimonitor dan dievaluasi, serta lebih hemat biaya, waktu, dan fasilitas. Sedangkan kelemahannya, pertama, menyeragamkan kondisi yang berbeda-beda keadaan dan tahap perkembangan intelek, alam dan sosial budayanya sangat sulit sekali. Penyeragaman bisa menghambat kreatifitas, dapat memperlambat kemajuan sekolah yang sudah mapan dan menyeret sekolah yang masih terbelakang. Kedua, dalam penilaian hasil kurang objektif. Dalam kurikulum yang seragam, penilaian sering dilakukan secara seragam pula. Yang dimaksud dengan seragam dalam penilaian yaitu kesamaan di dalam segi yang dinilai, prosedur, dan alat penilaian serta standar penilaian. Ketiga, memberikan gambaran hasil yang beragam dan menunjukkan adanya perbedaan yang sangat ekstrim. Bagi sekolah-sekolah yang kebetulan baik dapat menimbulkan sikap sombong, sedangkan bagi sekolah yang hasilnya jelek akan mengakibatkan rasa rendah diri serta adanya cemohan dari berbagai pihak, dalam situasi seperti ini bukan tidak mungkin akan terjadi pembocoran soal, ketidakjujuran dalam penilaian, dan sebagainya.[24]  
2)  Peran guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi
Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah atau kelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukkan bagi suatu sekolah atau lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini didasarkan atas karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan sekolah atau Sekolah-sekolah tersebut.[25] Bentuk pengembangan kurikulum seperti ini juga mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan-kelebihannya meliputi:
a)  Kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat,
b) Kurikulum sesuai dengan tingkat dan kemampuan sekolah, baik kemampuan profesional, finansial maupun manajerial,
c)  Disusun oleh guru-guru sendiri yang memang mengerti kondisi dan perkembangan anak didik sehingga mudah dalam implementasinya,
d) Memotivasi guru untuk mengembangkan diri, mencari dan menciptakan kurikulum yang sebaik-baiknya, dengan demikian akan terjadi semacam kompetisi dalam pengembangan kurikulum.

Kelemahan-kelemahannya meliputi:
a)  Tidak adanya keseragaman, untuk situasi yang membutuhkan keseragaman demi persatuan dan kesatuan nasional, bentuk ini kurang tepat,
b)  Tidak adanya standar penilaian yang sama, jadi sulit untuk dibandingkan dengan sekolah atau wilayah lain,
c) Adanya kesulitan bila terjadi perpindahan siswa ke sekolah atau ke wilayah lain,
d) Sulit untuk mengadakan pengelolaan dan penilaian secara nasional,
e)  Tidak semua sekolah atau daerah memiliki kesiapan untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum sendiri.[26]
3)  Peran guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentral-desentral
Pengembangan kurikulum ini bertujuan untuk mengatasi kedua bentuk kurikulum tersebut, bentuk campuran antara keduanya bisa digunakan, yaitu bentuk sentral-desentral. Beberapa waktu yang lampau di perguruan tinggi di Indonesia memakai model pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi. Tiap universitas, institut, atau akademi memiliki otonomi untuk menyusun dan mengembangkan kurikulum sendiri, satu berbeda dengan yang lainnya. Dewasa ini kadar desentralisasinya mulai berkurang, dengan adanya usaha-usaha ke arah penyeragaman. Untuk beberapa perguruan tinggi sejenis dikembangkan kerangka kurikulum dan kelompok-kelompok mata kuliah program inti yang seragam.
Dalam kurikulum yang dikelola secara desentralisasi dan juga yang sentral-desentral, peranan guru dalam pengembangan kurikulum ini jauh lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi. Guru-guru juga turut berpartisipasi, bukan hanya menjabarkan kurikulum induk ke dalam program tahunan, program semester, catur wulan maupun ke dalam satuan pelajaran, tetapi juga di dalam menyusun kurikulum secara keseluruhan untuk sekolahnya. Guru-guru juga ikut andil dalam merumuskan setiap komponen dan unsur dari kurikulum itu sendiri sehingga mereka mempunyai perasaan turut memiliki kurikulun dan terdorong untuk mengembangkan kemampuan dan pengetahuannya dalam pengembangan kurikulum. [27] 
Karena itulah guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah diikutsertakan, mereka akan memahami dan betul-betul menguasai kurikulumnya, dengan demikian pelaksanaan kurikulum di dalam kelas akan lebih tepat dan lancar. Guru bukan hanya berperan sebagai pengguna, tetapi sebagai perencana, pemikir, penyusun, pengembang, pelaksana, dan evaluator kurikulum.[28]
Sedangkan menurut Murray Printr sebagaimana yang dikutip oleh Wina Sanjaya, peran guru dalam pengembangan kurikulum di dalam tatanan kelas adalah sebagai berikut:
1) Peran guru sebagai pelaksana (implementer) kurikulum
Sebagai implementer, guru berperan untuk menjalankan kurikulum yang sudah ada. Guru tidak mempunyai ruang untuk menentukan isi kurikulum maupun target dari kurikulum itu sendiri. Dalam melaksanakan perannya guru hanya menerima berbagai kebijakan perumus kurikulum yang dirancang secara terpusat oleh Garis-garis Besar Program Pengajaran. Dalam GBPP yang berbentuk matriks telah ditentukan mulai dari tujuan yang harus dicapai, materi yang harus disampaikan, metode dan media yang harus digunakan, dan sumber belajar serta bentuk evaluasi sampai kepada penentuan waktu kapan materi pelajaran harus disampaikan semuanya telah ditentukan oleh pemerintah pusat sebagai pemegang kebijakan.[29]
Dalam pengembangan kurikulum guru dianggap sebagai tenaga teknis yang bertanggung jawab dalam melaksanakan berbagai ketentuan yang sudah ada. Oleh karena itu tingkat kreativitas dan inovasi guru dalam merekayasa pembelajaran sangat lemah. Guru tidak terpacu untuk melakukan berbagai pembaharuan dalam pengembangan kurikulum. Mengajar bukan dianggapnya sebagai pekerjaan profesional, tetapi sebagai tugas rutin atau tugas keseharian.
2) Peran guru sebagai penyelaras (adapter) kurikulum.
Sebagai adapter, guru berperan sebagai penyelaras kurikulum dengan karakteristik kebutuhan siswa dan kebutuhan daerah. Dalam pengembangan ini guru diberikan kewenangan untuk menyesuaikan kurikulum yang sudah ada dengan karakteristik sekolah dan kebutuhan lokal. Dalam kebijakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) misalnya para perancang kurikulum hanya menetukan standar isi sebagai standar minimal yang harus dicapai, seperti apa implementasinya, kapan waktunya, dan hal-hal teknis lainnya ditentukan seluruhnya oleh guru. oleh karena itu, peran guru sebagai adapter lebih luas cakupannya dibandingkan dengan peran guru sebagai implementer.
3) Peran guru sebagai pengembang (developer) kurikulum
Sebagai developer, guru sebagai pengembang kurikulum mempunyai wewenang dalam mendesain sebuah kurikulum. Guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran yang akan diberikan kepada siswa, tetapi juga dapat menentukan metode dan strategi apa yang akan dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. Sebagai pengembang kurikulum sepenuhnya guru dapat menyusun kurikulum sesuai dengan karakteristik, visi dan misi sekolah, serta sesuai dengan pengalaman belajar yang dibutuhkan siswa. Pelaksanaan peran ini dapat di lihat dalam pengembangan kurikulum muatan lokal dalam sebagai bagian dari struktur KTSP. Pengembangan kurikulum muatan lokal sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing tiap satuan pendidikan karena kurikulum muatan lokal antar sekolah berbeda-beda. Kurikulum dikembangkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing sekolah.
4) Peran guru sebagai peneliti (researcher) kurikulum
Sebagai researcher, sebagai fase terakhir adalah peran guru sebagai peneliti kurikulum. Peran ini dilaksanakan sebagai bagian dari tugas profesional guru yang memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kinerjanya sebagai guru. Dalam peran sebagai peneliti, guru memiliki tanggung jawab untuk menguji berbagai komponen kurikulum, misalnya menguji bahan-bahan kurikulum, menguji efektivitas program, menguji strategi dan model pembelajaran, dan termasuk mengumpulkan data tentang keberhasilan siswa mencapai target kurikulum. Salah satu metode yang disarankan dalam penelitian ini adalah metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yaitu metode penelitian yang berangkat dari masalah yang dihadapi guru dalam implementasi kurikulum. Dengan penelitian ini, guru dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Dengan demikian, dengan PTK bukan saja dapat menambah wawasan keilmuwan guru, tetapi guru juga dapat meningkatkan kualitas kinerjanya.[30]
Menurut penulis, dari dua pendapat di atas secara substansi tidak ada perbedaan, seperti halnya peran guru sebagai pelaksana kurikulum (implementer) seperti yang dikemukakan oleh Murray Printr itu sama dengan peran guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi sebagaimana pendapat Nana Syaodih Sukmadinata, di mana peran guru dalam pengembangan kurikulum hanya sebagai pelakasana dari kurikulum yang telah disusun oleh tim khusus di tingkat pusat. Guru tidak mempunyai ruang untuk menentukan isi kurikulum maupun target dari kurikulum itu sendiri. Begitu juga dengan peran guru sebagai penyelaras (adapter) itu juga sama dengan peran guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi, di mana dalam pengembangan ini guru diberikan wewenang untuk menyusun dan menyesuaikan kurikulum yang sudah ada sesuai dengan karakteristik, kebutuhan, dan perkembangan daerah serta kemampuan sekolah tersebut.
Sedangkan peran guru sebagai pengembang (developer) dan peran guru sebagai peneliti (researcher) secara substansi itu juga sama dengan peran guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentral-desentral, di mana peran guru dalam pengembangan kurikulum ini jauh lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi maupun desentralisasi, guru bukan saja dapat menentukan tujuan dan isi pelajaran dari siswa, tetapi juga dapat menentukan metode, dan strategi apa yang akan dikembangkan serta bagaimana mengukur keberhasilannya. 
Dalam konteks pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam, merupakan tuntutan peran yang harus diperankan oleh guru adalah untuk menumbuhkan nilai-nilai ilahiyah yang selaras dengan nilai-nilai Islam terhadap mental peserta didik, nilai ilahiyah tersebut berkaitan dengan konsep tentang ke-Tuhan-an dan segala sesuatu bersumber dari Tuhan. Nilai ilahiyah berkaitan dengan nilai Imaniyah, Ubudiyah dan Muamalah, dalam hal ini guru harus berusaha sekuat tenaga untuk mengembangkan diri peserta didik terhadap nilai-nilai tersebut.
Peran guru dalam menumbuhkan nilai-nilai ilahiyah akan lebih meningkat apabila disertai dengan berbagai perubahan, penghayatan, dan penerapan strategi dengan perkembangan jiwa peserta didik yang disesuaikan dengan jiwa peserta didik. Dengan demikian, guru PAI haruslah melakukan berbagai upaya dalam pengembangan kurikulum PAI dengan berbagai cara yang bersifat adoptif, adaptif, kreatif, dan inovatif.

H.        Metode Penelitian
1.    Pendekatan dan Jenis Penelitian
               Dalam peneltian ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Penelitian adalah suatu proses atau kegiatan yang dilakukan secara sistematis, logis, dan berencana untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis data, serta menyimpulkan dengan menggunakan metode atau teknik tertentu untuk mencari jawaban atas permasalahan yang timbul.[31]
               Penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Taylor sebagaimana dikutip oleh Andi Prastowa, adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Sedangkan penelitian deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, sumber dan bukan angka, selain itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.[32]
               Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, karena beberapa pertimbangan yaitu:
a.  Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan jamak.
b.  Metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden.
c.  Metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi.[33]
               Dengan pendekatan penelitian kualitatif ini peneliti ingin melihat fenomena yang berkembang sebagai satu kesatuan yang utuh, di samping itu pendekatan ini akan memudahkan peneliti dalam menemukan persoalan-persoalan ganda, mendekatkan diri peneliti dengan objek yang diteliti serta lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri terhadap pengaruh berbagai fenomena yang ada di lapangan.
               Peneliti sangat tertarik dengan penelitian kualitatif karena dalam penelitian ini ada kenaturalan dan keobjektifan data sesuai dengan realita sebenarnya tanpa ada intervensi dari luar bahkan dari peneliti itu sendiri. Sehingga data yang dideskripsikan betul-betul alami bukan rekayasa.
               Dengan demikian penelitian ini diharapkan nantinya dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam dapat meningkatkan mutu pendidikan. Sehingga peserta didik mendapatkan manfaat dari hasil penelitian ini juga dapat dirasakan bersama, dan dapat memberikan support terhadap lembaga pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan.
2.    Kehadiran Peneliti
               Kehadiran peneliti di lapangan merupakan salah satu langkah dalam penelitian yang memakai pendekatan kualitatif. Kehadiran peneliti bertindak sebagai instrumen dan pengumpul data. Dengan melakukan observasi, peneliti akan lebih memahami dan mengetahui gambaran tentang objek penelitian secara utuh. Dengan keadaan yang demikian, peneliti bertindak sebagai partisipan penuh. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif, kehadiran peneliti merupakan suatu kemutlakan.
               Pada tahap awal, kehadiran peneliti di lokasi penelitian (Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan), peneliti langsung mendatangi kepala sekolah untuk mendapatkan informasi tentang informan yang dapat dihubungi. Selanjutnya pengumpulan data disesuaikan dengan waktu yang ditentukan peneliti. Dan dalam pelaksanaan wawancara dan observasi terlebih dahulu melalui persetujuan kepala sekolah dan para informan lainnya.


3.    Lokasi Penelitian
               Dalam penelitian ini, peneliti mengambil lokasi di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan. Sekolah ini bersebelahan dengan sekolah MTs Negeri Parteker Pamekasan. Alasan memilih lokasi tersebut yaitu lebih disebabkan karena realitas lapangan yakni peran guru dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam dalam meningkatkan mutu pendidikan  dapat memberikan suatu data yang peneliti butuhkan, dan bagaimana proses peran guru dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam.
4.    Sumber Data
               Yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh. Apabila peneliti menggunakan kuesioner atau wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut responden, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti baik tertulis maupun lisan. Dan apabila peneliti menggunakan teknik observasi, maka sumber datanya bisa berupa benda gerak atau proses tertentu.[34]
               Sedangkan sumber data menurut Lofland sebagaimana dikutip oleh Buna’i yaitu sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.[35]
               Dalam penelitian ini jenis datanya adalah pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh subjek penelitian sesuai dengan seperangkat pertanyaan yang dikemukakan peneliti dengan merujuk pada fokus penelitian yang ada sebagai pedoman.
               Sumber data dalam penelitian ini adalah manusia dan non manusia. Sumber data manusia adalah kepala sekolah, guru dan siswa. Yang data tersebut dirumuskan dalam bentuk transkrip wawancara, catatan pengamatan lapangan. Sedangkan data dalam bentuk non manusia dilakukan dengan jalan analisis dokumentasi.
5.    Prosedur Pengumpulan Data
               Agar suatu penelitian bersifat ilmiah, tentunya harus dilengkapi oleh data-data yang dilengkapi argumen-argumen yang kuat, akurat dan lengkap. Untuk mendapatkan data atau dokumen yang konkrit, maka perlu dilakukan pencarian (pengumpulan) terhadap data yang masih ada dan tersebar di lokasi penelitian, maka harus dilakukan pengumpulan data.
               Prosedur penelitian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi (pengamatan), wawancara dan analisis dokumen (dokumentasi).
a.            Observasi
                      Observasi diartikan sebagai suatu aktiva yang sempit, yakni memperhatikan sesuatu dengan menggunakan mata. Di dalam pengertian psikologik, observasi atau yang disebut pula dengan pengamatan, meliputi kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra.[36]
                      Jenis observasi yang digunakan peneliti yaitu observasi berperan serta pasif, di mana peneliti pada saat di lapangan sebagai mahasiswa yang sedang melakukan penelitian, dan observasi yang dilakukan oleh peneliti observasi terbuka, yaitu pengamatan secara terbuka dan diketahui oleh objek penelitian. Sedangkan subjek penelitian dan sukarela memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mengamati peristiwa yang terjadi. Subjek penelitian sadar bahwa ada orang yang sedang mengawasi dan mereka juga sadar bahwa ada orang yang sedang mengamati aktivitas mereka di Sekolah.
                      Sedangkan data yang ingin diperoleh melalui metode ini adalah data-data yang ada kaitannya dengan kondisi fisik non fisik serta aktivitas Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan secara rinci yaitu:
1)  Aktivitas umum sekolah dalam rangka pengembangan kurikulum di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan.
2)  Faktor penghambat dalam pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam.
3)  Upaya mengatasi kendala dari pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam.




b.  Wawancara
                      Wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.[37]
                      Dalam penelitian ini jenis wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara terstruktur dan wawancara tak terstruktur. Wawancara terstruktur adalah suatu wawancara yang mana pewawancara menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan, yang bertujuan mencari jawaban terhadap hipotesis kerja, jenis wawancara terstruktur ini dilakukan pada saat situasi jika sejumlah sampel yang representatif ditanyai dengan pertanyaan yang sama dan hal ini penting sekali. Wawancara tak terstruktur adalah wawancara yang digunakan untuk menemukan informasi yang bukan buku atau informasi tunggal. Hasil wawancara ini menekankan perkecualian, penyimpangan, penafsiran yang tidak lazim, penafsiran kembali, pendekatan baru pandangan ahli atau perspektif tunggal. Pertanyaan biasanya tidak disusun terlebih dahulu bahkan disesuaikan dengan kondisi dan ciri yang unik dari responden.[38]
                      Pendekatan ini digunakan kepada komponen yang ada di Sekolah Dasar Negeri Kolpajung II Pamekasan yaitu kepala sekolah, guru, dan siswa yang akan diteliti dengan tujuan memperoleh seperangkat informasi yang dibutuhkan peneliti yang berhubungan dengan pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam dan yang menjadi kendala dari pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam.
c.            Dokumentasi
                      Dokumentasi dari asal katanya dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya.[39] Dokumentasi ini digunakan sebagai penyempurna data yang diperoleh peneliti melalui wawancara sehingga hasil data menjadi valid.
                      Setelah instrumen dokumen dibuat, maka peneliti mendatangi lokasi penelitan guna melakukan pencatatan data dokumentasi yang diperlukan untuk menunjang validitas informasi atau data yang diperoleh peneliti, seperti kegiatan belajar-mengajar dan dokumentasi yang berhubungan dengan pengembangan kurikulum.
6.    Analisis Data
               Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.[40]
               Pada prinsipnya analisis data merupakan sejumlah aktivitas yang dilakukan oleh peneliti ketika proses pengumpulan data atau informasi berlangsung, sampai pada penarikan kesimpulan berupa konsep atau hubungan antarkonsep.[41]
               Analisis data dalam penelitian ini, yang digunakan dalam penulisan ini adalah analisis data non statistik. Dan data yang akan dikumpulkan terdapat dalam transkrip wawancara, catatan lapangan serta dokumen.
               Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam analisis data selama pengumpulan data yaitu sebagai berikut.
a.            Checking Data
                      Pada langkah ini, peneliti harus mengecek lagi lengkap tidaknya data penelitian, memilih dan menyeleksi data, sehingga hanya yang relevan saja yang digunakan dalam analisis. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini antara lain:
1)  Meneliti lagi lengkap tidaknya identitas subjek yang diperlukan dalam analisis data.
2)  Meneliti lengkap tidaknya data
3)  Cara mengisi jawaban item apakah sudah betul.
b.  Editing Data
                      Data yang telah diteliti lengkap tidaknya, perlu diedit yaitu dibaca lagi dan diperbaiki, bila masih ada yang kurang jelas atau meragukan. Kegiatan yang dilakukan antara lain:
1)  Pernyataan, jawaban, catatan yang tidak jelas diperjelas dan disempurnakan.
2)  Coretan-coretan, kata-kata sandi atau singkatan diperjelas untuk menghilangkan keragu-raguan terhadap data.
3)  Mengubah kependekan dari jawaban menjadi kalimat yang lebih bermakna.
4)  Melihat konsistensi data dengan rencana penelitian.
5)  Menyeragamkan jawaban responden pada kategori tertentu.
c.  Coding Data
                      Coding data yaitu mengubah data menjadi kode-kode yang dapat dimanipulasi sesuai dengan prosedur analisis statistik tertentu. Oleh karena itu, pemberian kode pada jawaban-jawaban sangat penting untuk memudahkan proses analisis data.
                      Untuk pelaksanaan coding ini, peneliti harus membuat pedoman coding, yang disebut coding guide atau coding book yaitu memberi petunjuk dari arti dari masing-masing.[42] Adapun kode yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1)       Kode Wawancara
-    (W-1/KS/TP/Tgl-Bln-Thn)
-    (W-2/GR/TP/Tgl-Bln-Thn)
-    (W-3/SW/TP/Tgl-Bln-Thn)
Keterangan:
W-1/KS :  Wawancara dengan kepala sekolah
W-2/GR:  Wawancara dengan guru
W-3/SW:  Wawancara dengan siswa
TP                         :           Tempat wawancara
Tgl                        :           Tanggal wawancara
Bln                       :           Bulan wawancara
Thn                       :           Tahun wawancara
2)       Kode Observasi
-    (O-1/GR/TP/Tgl-Bln-Thn)
-    (O-2/SW/TP/Tgl-Bln-Thn)
Keterangan:
O-1/GR:               Observasi pada guru
O-2/SW:   Observasi pada siswa
TP                         :           Tempat observasi
Tgl                        :           Tanggal observasi
Bln                       :           Bulan observasi
Thn                       :           Tahun observasi
3)       Kode Dokumentasi
-    (D-1/Tgl-Bln-Thn)
-    (D-2/Tgl-Bln-Thn)
Keterangan:
D-1                       :           Dokumentasi sekolah
D-2                       :           Dokumentasi guru
Tgl                        :           Tanggal dokumentasi

Bln                       :           Bulan dokumentasi
Thn                       :           Tahun dokumentasi
7.    Pengecekan Keabsahan Data
               Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh valid dan bisa dipertanggungjawabkan, maka peneliti melakukan pengecekan keabsahan data yang dilakukan dengan cermat dan berhati-hati supaya peneliti tidak sia-sia melakukan penelitian. Adapun teknik-teknik yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a.            Perpanjangan Kehadiran
                      Perpanjangan kehadiran sangat menentukan dalam pengumpulan data. Keikutsertaan peneliti tidak hanya dalam waktu singkat, tetapi dalam waktu yang panjang peneliti dapat menentukan kebenaran informasi dan membangun kepercayaan pada subjek.
b.            Ketekunan Pengamatan
                      Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan yang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.
c.            Triangulasi
                      Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data-data tersebut.


d.           Kecukupan Referensial
                      Kecukupan referensial sebagai alat untuk menampung dan menyesuaikan diri dengan kritik tertulis untuk keperluan evaluasi dan dapat membandingkan hasil penelitian yang telah terkumpul.
8.    Tahap-tahap Penelitian
               Adapun tahap-tahap penelitian yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui objek penelitian secara sistematis sebagai berikut.
a.            Tahap Pra Lapangan
                      Membuat judul, menentukan konteks penelitian, membuat usulan proposal penelitian, mengurus izin penelitian, menjajaki dan menilai keadaan objek penelitian, mempersiapkan perlengkapan penelitian dan menerapkan etika penelitian.
b.            Tahap Pekerjaan Lapangan
                      Memahami latar belakang dan integritas ke lapangan, juga ikut ambil bagian dalam mengumpulkan data, baik data primer maupun data sekunder. Setelah data terkumpul, peneliti menganalisis data yang telah disebut di atas.
c.            Penyusunan Laporan
                      Dalam penyusunan laporan peneliti menulis kerangka dan isi laporan hasil penelitian, adapun mekanisme yang diambil dalam penyusunan laporan disesuaikan dengan buku panduan tentang penulisan karya ilmiah yang diatur oleh Pascasarjana Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan.
I. Daftar Pustaka
Arif, Syaiful. 2009. Pengembangan Kurikulum. Pamekasan: STAIN Pamekasan Press.
Arifin, Zainal. 2014. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Buna’i. Penelitian Kualitatif. Perpustakaan STAIN Pamekasan Press, 2008.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hamalik, Oemar. 2008. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hamidi. Metode Penelitian Kualitatif. Malang: UMM-Press, 2010.
Hendra Akhdiyat & Beni Ahmad Saebani. 2009. Ilmu Pendidikan Agama Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Hidayat, Sholeh. 2013. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Kasiram, Moh. Metodologi Penelitian Kualitatif Kuantitatif. Malang: UIN-Maliki Press, 2010.
              , Moh. Metodologi Penelitian Refleksi Pengembangan, Penambahan dan Penguasaan Metodologi Penelitian. Malang: UIN-Maliki Press, 2010.
Klien, M. Frances. 2010. Politik Pengambilan Keputusan Tentang Kurikulum, Terj. Fauzan Almanshur & M. Djunaidi Ghony. Malang: UIN-Maliki Press.
Kosim, Mohammad. 2012. Pendidikan Guru Agama Pergumulan dan Problema Kebijakan 1948-2011. Yogyakarta: Pustaka Nusantara.
Mudjiono & Dimyati. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Mudlofir, Ali. 2011. Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Bahan Ajar Dalam Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Mulyasa, E. 2015. Guru dalam Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2008.
Nata, Abuddin. 2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer Tentang Pendidikan Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Prastowa, Andi. Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Salahudin, Anas. 2011. Filsafat Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Sanjaya, Wina. 2013. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Siswanto. 2012. Pendidikan Islam dalam Dialektika Perubahan. Yogyakarta: SUKA-Press.
Sudjana, Nana. 2013. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Di Sekolah. Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2010.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sulhan, Najib. 2011. Karakter Guru Masa Depan Sukses & Bermartabat. Surabaya: PT JePe Press Media Utama.




[1]Siswanto, Pendidikan Islam dalam Dialektika Perubahan (Yogyakarta: SUKA-Press, 2012), 55.
[2]Istilah kurikulum berasal dari bahasa Latin, yaitu curriculum, yang artinya a running course atau race course, especially a chariot race course. Dalam bahasa Prancis, courier, artinya berlari (to run). Kemudian istilah tersebut digunakan untuk sejumlah courses atau mata kuliah yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Lihat Anas Salahudin, Filsafat Pendidikan (Bandung: CV Pustaka Setia, 2011), 167. 
[3]Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), 1.
[4]Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam Isu-isu Kontemporer tentang Pendidikan Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012), 132-133.
[5]Oemar Hamalik, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 52.
[6]Sholeh Hidayat, Pengembangan Kurikulum Baru (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 26.
[7]Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), 28.
[8]Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), 150.
[9]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), 702.
[10]Mohammad Kosim, Pendidikan Guru Agama Pergumulan dan Problema Kebijakan 1948-2011 (Yogyakarta: Pustaka Nusantara, 2012), 11.
[11]Najib Sulhan, Karakter Guru Masa Depan Sukses & Bermartabat (Surabaya: PT JePe Press Media Utama, 2011), 1-2.
[12]E. Mulyasa, Guru Dalam Implementasi Kurikulum 2013 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2015), 67.
[13]Beni Ahmad Saebani & Hendra Akhdiyat, Ilmu Pendidikan Agama Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2009), 249.
[14]Siswanto, Pendidikan, 55-56.
[15]Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Di Sekolah (Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset, 2013), 16.
[16]Hamalik, Dasar-Dasar, 183-184.
[17]Sukmadinata, Pengembangan, 160-161.
[18]Ali Mudlofir, Aplikasi Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Dan Bahan Ajar Dalam Pendidikan Agama Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), 5.
[19]Dimyati & Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2013), 287.
[20]Hidayat, Pengembangan, 26.
[21]Siswanto, Pendidikan, 60.
[22]Sukmadinata, Pengembangan, 200.
[23]Saiful Arif, Pengembangan Kurikulum (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2009), 143-144.
[24]Sukmadinata, Pengembangan, 198-199. Lihat Juga M. Frances Klien, Politik Pengambilan Keputusan tentang Kurikulum (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), 305-306.
[25]Ibid, 201.
[26]Arif, Pengembangan, 146.
[27]Ibid, 147.
[28]Sukmadinata, Pengembangan, 202.
[29]Sanjaya, Kurikulum, 28.
[30]Ibid, 28-30.
[31]Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), 37.
[32]Andi Prastowa, Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif Rancangan Penelitian (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), 21-22.
[33]Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2008), 9-10.
[34]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 172.
[35]Buna’i, Penelitian Kualitatif (Pamekasan: STAIN Pamekasan Press, 2008), 71.
[36]Suharsimi Arikunto, Prosedur., 199.
[37]Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2010), 231.
[38]Lexy J. Moleong, Metodologi ..., 190-191.
[39]Suharsimi Arikunto, Prosedur., 201.
[40]Moleong, Metodologi., 280.
[41]Hamidi, Metode Penelitian Kualitatif (Malang: UMM-Press, 2010), 97.
[42]Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Refleksi Pengembangan, Penambahan dan Penguasaan Metodologi Penelitian (Malang: UIN-Maliki Press, 2010), hlm., 124-125.