Selasa, 12 Juli 2016

PERAN KEPALA SEKOLAH SEBAGAI SUPERVISOR DALAM PENDIDIKAN ISLAM

PERAN KEPALA SEKOLAH SEBAGAI SUPERVISOR DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Solehan Arif[1]
Abstrak: Dalam melaksanakan tugasnya, kepala sekolah memiliki beberapa peran yang sangat penting untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan, yaitu sebagai manajer, administrator, motor penggerak hubungan dengan masyarakat, pemimpin, dan sebagai supervisor. Dalam tulisan ini mengetengahkan tentang peran kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan Islam. Peran kepala sekolah sebagai supervisor pendidikan Islam berfungsi sebagai sosok pribadi yang secara kontinu memberikan bimbingan, bantuan, pengawasan, dan penilaian kepada seluruh pelaksana pendidikan, khususnya pelayanan kepada guru demi pencapaian tujuan pendidikan. Selain itu, peran kepala sekolah sebagai supervisor yaitu memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada para guru dan staf dalam mengatasi masalah-masalah yang menyangkut perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian dalam rangka peningkatan profesionalisme guru dan juga membina hubungan kerjasama antara guru dan instansi-instansi lain dalam rangka peningkatan mutu pendidikan siswa.
Kata kunci: peran kepala sekolah, supervisi, agama

Pendahuluan
Dalam suatu kelompok atau organisasi, terdapat tujuan yang ingin dicapai secara bersama. Pencapaian tujuan tersebut dapat efektif apabila melibatkan semua unsur yang ada di dalamnya. Untuk menggerakkan unsur-unsur di dalamnya diperlukan seorang pemimpin yang dapat membimbing, mengarahkan, dan mampu menjadi representatif dari kebutuhan organisasi untuk mencapai tujuannya.[2] Kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi yang termanifestasikan dalam perilaku-perilaku dan interaksi-interaksi antara pimpinan dan bawahan yang terjalin dalam suatu konteks tertentu untuk mencapai tujuan organisasi.[3] Dalam Islam, sosok seorang pemimpin mendapatkan perhatian yang sangat besar. Begitu pentingnya kepemimpinan ini, mengharuskan setiap organisasi memiliki seorang pemimpin, bahkan dalam organisasi kecil sekalipun.[4] Nabi Muhammad Saw bersabda:
“Dari Abu Said dari Abu Hurairah bahwa keduanya berkata, Rasulullah bersabda, “Apabila tiga orang keluar bepergian, hendaklah mereka menjadikan salah satu sebagai pemimpin.” (HR. Abu Dawud).
Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan dalam tingkat satuan pendidikan, yang memiliki tanggungjawab terhadap maju mundurnya sekolah yang dipimpinnya. Tidak jarang seorang kepala sekolah menerima ancaman apabila tidak dapat memajukan sekolahnya maka bisa dimutasi atau diberhentikan dari jabatannya. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut untuk memiliki berbagai kemampuan, baik berkaitan dengan masalah manajemen maupun kepemimpinan, agar dapat mengembangkan dan memajukan sekolahnya secara efektif, efisien, mandiri, produktif, dan akuntabel. 
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang standar kepala sekolah/madrasah mengamanatkan bahwa kepala sekolah/madrasah secara umum harus memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D-VI) kependidikan atau non kependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi; pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun; memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman Kanak-kanak/Raudhatul Athfal (TK/RA) memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA; dan memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi non-PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang. Selain itu, kepala sekolah harus memiliki beberapa kompetensi diantaranya, kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi kewirausahaan, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial.[5] 
Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, kepala sekolah memiliki peran penting dalam melaksanakan tugasnya, yaitu sebagai manajer, administrator, motor penggerak hubungan dengan masyarakat, pemimpin, dan sebagai supervisor.[6] Tetapi, dalam artikel ini akan membicarakan secara khusus peran kepala sekolah sebagai supervisor dalam pendidikan Islam.

Supervisi Pendidikan
1. Pengertian supervisi pendidikan
Kata supervisi dapat diartikan dari sisi etimologis (asal kata), morfologis (bentuk kata) serta arti semantik (arti menurut istilah). Secara etimologis, kata supervisi berasal dari bahasa Inggris yaitu supervision, yang artinya pengawasan.[7] Supervisi pendidikan berarti pengawasan dalam bidang pendidikan. Sedangkan orang yang melakukan supervisi disebut sebagai supervisor atau pengawas.
Secara morfologis, supervisi terbentuk dari dua kata “super” yang berarti atas atau lebih dan “visi” yang berarti lihat, tilik atau awasi. [8]  Seorang supervisor memang mempunyai posisi di atas atau mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada orang-orang yang disupervisinya, tugasnya adalah melihat, menilik, atau mengawasi orang-orang yang disupervisinya itu.[9] Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, supervisi adalah pengawas utama; pengontrolan tertinggi; selia.[10]
Sedangkan arti supervisi dari sisi semantik telah dirumuskan banyak ahli. Berikut ini yang dikemukakan oleh beberapa pendapat ahli sebagai bahan komparasi, diantaranya:
a.  Menurut Boardman sebagaimana yang dikutip oleh Daryanto, supervisi adalah suatu usaha menstimulir, mengkoordinir, dan membimbing secara kontinu pertumbuhan guru-guru sekolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran, sehingga dengan demikian mereka mampu dan lebih cakap berpartisipasi dalam masyarakat demokrasi modern.[11]
b.  Jasmani Asf dan Syaiful Mustofa: supervisi adalah segala bantuan dari supervisor untuk memperbaiki manajemen pengelolaan sekolah dan meningkatkan kinerja staf/guru dalam menjalankan tugas, fungsi, dan kewajibannya sehingga tujuan pendidikan dapat dicapai dengan optimal.[12]
c. Direktorat Tenaga Kependidikan: supervisi adalah pengawasan profesional dalam bidang akademik dijalankan berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan tentang bidang kerjanya, memahami tentang pembelajaran lebih mendalam dari sekedar pengawas biasa.[13]
Dari beberapa definisi di atas, penulis dapat memberikan pengertian supervisi dalam konteks peran kepala sekolah sebagai supervisor adalah suatu proses pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah terhadap para guru beserta staf yang ada di dalamnya agar kinerja yang dilakukannya sesuai dengan tujuan yang direncanakan sebelumnya sehingga apa yang menjadi tujuan bersama dapat tercapai secara optimal.
2. Tujuan supervisi pendidikan
Berdasarkan beberapa kajian terhadap definisi supervisi di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi bertujuan mengembangkan iklim yang kondusif dan lebih baik dalam kegiatan belajar-mengajar, melalui pembinaan dan peningkatan profesi mengajar. Dengan kata lain, tujuan supervisi adalah membantu dan memberikan kemudahan kepada para guru untuk belajar meningkatkan kemampuan guna mewujudkan tujuan belajar peserta didik.[14]
Secara operasional dapat dikemukakan beberapa tujuan konkrit dari supervisi pendidikan.
a. Membantu guru melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan.
b. Membantu guru dalam membimbing pengalaman belajar peserta didik.
c. Membantu guru dalam menggunakan sumber-sumber pengalaman belajar.
d. Membantu guru dalam menggunakan metode dan media pembelajaran modern.
e. Membantu guru dalam memenuhi kebutuhan belajar peserta didik.
f. Membantu guru dalam mengevaluasi kemajuan peserta didik dan hasil pekerjaan guru itu sendiri.
g. Membantu guru dalam membina reaksi mental atau moral kerja guru dalam rangka pertumbuhan pribadi dan jabatan mereka.
h. Membantu guru baru di sekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang diperolehnya.
i. Membantu guru agar lebih mudah mengadakan penyesuaian terhadap masyarakat.
j. Membantu guru agar waktu dan tenaga tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan sekolahnya.[15]
3. Teknik-teknik supervisi pendidikan
Supervisi dapat dilakukan dengan berbagai cara dengan tujuan agar apa yang menjadi harapan bersama dapat tercapai secara optimal. Secara garis besar, metode atau teknik supervisi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu teknik perseorangan dan teknik kelompok.
a. Teknik perseorangan
Teknik perseorangan adalah supervisi yang dilakukan secara perseorangan. Adapun kegiatan yang dilakukan diantaranya:
1) Mengadakan observasi dan kunjungan kelas (classroom visitation)
Observasi dan kunjungan kelas merupakan kunjungan yang dilakukan kepala sekolah dalam waktu tertentu untuk melihat atau mengamati guru yang sedang mengajar. Tujuannya untuk mengobservasi bagaimana guru mengajar, apakah metode yang dipakai itu sudah sesuai dengan materi yang diajarkan. Dengan kata lain, melihat kekurangan dan kelemahan yang sekiranya masih perlu diperbaiki.[16] Setelah itu mengadakan diskusi dengan guru yang bersangkutan serta mencarikan solusi terhadap kekurangan dan kelemahan yang dimilikinya sehingga ke depannya menjadi lebih baik.
Observasi dan kunjungan kelas dapat dilakukan dengan tiga pola yaitu, pertama, obsevasi dan kunjungan kelas tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada guru yang akan dikunjungi, kedua, observasi dan kunjungan kelas dengan pemberitahuan terlebih dahulu kepada guru yang akan dikunjungi, dan ketiga, observasi dan kunjungan kelas dilakukan atas permintaan guru itu sendiri. Ketiga pola tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, pola mana yang digunakan oleh kepala sekolah harus disesuaikan dengan tujuan utama dari observasi dan kunjungan kelas tersebut. [17]
Sering timbul persoalan berkaitan dengan pola observasi dan kunjungan kelas, terutama pola yang bukan atas dasar permintaan guru, apakah kunjungan tersebut diberitahukan atau tidak diberitahukan terlebih dahulu kepada guru yang akan dikunjungi. Kunjungan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu mendapatkan hasil yang objektif atau mendapatkan data yang valid. Tetapi, metode seperti ini dinilai kurang baik bagi guru yang bersangkutan. Sebaliknya, apabila kunjungan dengan pemberitahuan terlebih dahulu maka keadaan kelas tidak mencerminkan situasi yang sebenarnya karena sudah dikondisikan, tetapi metode ini dapat menciptakan hubungan yang harmonis antara kepala sekolah dan guru. Hal tersebut lebih terasa apabila dalam kunjungan kelas atas permintaan sendiri.[18]
2) Pembicaraan pribadi (individual conference)
          Individual conference merupakan pembicaraan pribadi antara kepala sekolah dengan seorang guru.[19] Pembicaraan individual dapat dilakukan tanpa harus melakukan kunjungan kelas terlebih dahulu, apabila kepala sekolah merasa bahwa guru memerlukan bantuan atau guru itu sendiri yang merasa perlu bantuan. Pembicaraan individual merupakan teknik supervisi yang sangat penting karena dalam kesempatan ini kepala sekolah dapat bekerja secara individual dengan guru dalam memecahkan masalah pribadi yang berhubungan dengan proses pembelajaran.
b. Teknik kelompok
Teknik kelompok ialah supervisi yang dilakukan secara berkelompok. Beberapa kegiatan yang dilakukan antara lain:
1) Mengadakan pertemuan atau rapat (meetings)
Kepala sekolah yang memiliki manajemen yang baik biasanya menjalankan tugasnya berdasarkan perencanaan yang telah disusunnnya. Termasuk di dalam perencanaan itu antara lain mengadakan rapat-rapat secara periodik dengan para guru. Berbagai hal dapat dijadikan bahan dalam rapat-rapat yang diadakan dalam rangka kegiatan supervisi seperti hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan dan pengembangan kurikulum, pembinaan administrasi atau tata laksana sekolah, termasuk BP3, dan pengelolaan keuangan sekolah.[20]
2) Diskusi kelompok (group discussions)
          Diskusi kelompok atau pertemuan kelompok adalah suatu kegiatan pengumpulan sekelompok orang dalam situasi tatap muka dan interaksi lisan untuk bertukar informasi atau berusaha mencapai suatu keputusan tentang masalah-masalah bersama. Kegiatan diskusi ini dapat mengambil beberapa bentuk pertemuan, seperti panel, seminar, lokakarya, konferensi, dan kegiatan lain yang bertujuan bersama-sama membicarakan dan menilai masalah-masalah tentang pendidikan dan pengajaran.[21]
3) Demonstrasi mengajar (demonstration teaching)
Demonstration teaching atau demonstrasi mengajar ialah pelajaran yang diberikan oleh seorang rekan guru yang memiliki kemampuan dalam hal mengajar, di mana guru lain dapat mengambil manfaat dari apa yang diberikan. Tujuan dari demonstrasi mengajar ialah untuk memberi contoh bagaimana cara mengajar yang baik dalam menyajikan materi pelajaran, menggunakan metode, alat, dan teknik mengajar.[22]
4) Perpustakaan jabatan (profesional library)
Buku merupakan salah satu sumber pengetahuan yang utama. Pada beberapa sekolah disiapkan jumlah buku perpustakaan, sesuai bidang ilmu yang dikembangkan. Buku-buku digunakan sebagai sumber peningkatan profesi mengajar.[23] Karakteristik guru yang profesional antara lain tercermin dalam kemauan dan kemampuannya untuk belajar secara terus-menerus dalam rangka meningkatkan dan memperbaiki tugas utamanya menjadi seorang guru yaitu mengajar. Dalam hal ini kehadiran perpustakaan di sekolah sangat dirasakan manfaatnya dan sangat penting bagi peningkatan dan pertumbuhan jabatan guru.[24]
Di samping teknik-teknik supervisi yang telah diuraikan di atas, masih banyak teknik lain yang tidak bisa penulis paparkan semuanya seperti program orientasi (orientation program), saling mengunjungi (intervisition), mengadakan penataran-penataran (inservice training), kunjungan rumah, penelitian tindakan (action research) dan buletin supervisi. Pada hakikatnya tidak ada suatu teknik tunggal yang dapat mewakili segala kebutuhan, dan baik tidaknya teknik yang digunakan tergantung pada situasi dan waktu pelaksanaannya. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan supervisi secara optimal perlu digunakan beberapa teknik supervisi agar data dan informasi yang diperoleh dapat saling melengkapi dan menyempurnakan.
4. Prinsip-prinsip supervisi pendidikan
Dari uraian di atas, dapat diketahui betapa banyak dan besar tanggungjawab kepala sekolah sebagai supervisor. Oleh karena itu, untuk menjalankan supervisi sebaiknya kepala sekolah memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Supervisi hendaknya bersifat konstruktif, yaitu pada yang dibimbing dan diawasi harus menimbulkan dorongan untuk bekerja.
b. Supervisi harus didasarkan atas keadaan dan kenyataan yang sebenarnya (realistis, mudah dilaksanakan).
c. Supervisi harus dapat memberi perasaan aman pada guru-guru/pegawai sekolah yang disupervisi.
d. Supervisi harus sederhana dan informal dalam pelaksanaannya.
e. Supervisi harus didasarkan pada hubungan profesional, bukan atas dasar hubungan pribadi.
f. Supervisi harus selalu memperhitungkan kesanggupan, sikap dan mungkin prasangka guru-guru/pegawai sekolah.
g.  Supervisi tidak bersifat mendesak (otoriter), karena dapat menimbulkan perasaan gelisah atau antisipasi dari guru-guru/pegawai.
h. Supervisi tidak boleh didasarkan atas kekuasaan pangkat, kedudukan atau kekuasaan pribadi.
i.   Supervisi tidak boleh bersifat mencari kesalahan dan kekurangan.
j.   Supervisi tidak boleh terlalu cepat mengharapkan hasil dan tidak boleh cepat merasa kecewa.
k. Supervisi hendaknya juga bersifat preventif, korektif dan kooperatif.[25]

Peran Kepala Sekolah Sebagai Supervisor Pendidikan Islam
Supervisi merupakan salah satu tugas pokok dalam manajemen pendidikan bukan hanya merupakan tugas pekerjaan inspektur maupun pengawas saja melainkan juga tugas pekerjaan kepala sekolah terhadap guru-guru dan pegawai-pegawai sekolahnya.[26] Jika supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka kepala sekolah harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan dan merupakan sebuah tindakan preventif untuk mencegah agar tidak terjadi penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.[27]
Kepala sekolah dalam kedudukannya sebagai supervisor berkewajiban membimbing para guru agar menjadi pendidik dan pengajar yang baik. Bagi guru yang sudah baik agar dapat dipertahankan kualitasnya dan sebaliknya bagi guru yang kurang baik dapat dikembangkan kualitasnya menjadi lebih baik. Di samping itu, baik guru yang berkompeten maupun yang masih lemah harus diupayakan agar tidak ketinggalan zaman dalam proses pembelajaran maupun materi yang diajarkan.[28]
Sebagai supervisor, kepala sekolah berfungsi sebagai sosok pribadi yang secara kontinu memberikan bimbingan, bantuan, pengawasan, dan penilaian terhadap masalah-masalah yang berhubungan dengan pengembangan dan perbaikan program kegiatan pengajaran dan pendidikan. Kepala sekolah harus memberikan layanan yang optimal kepada seluruh pelaksana pendidikan, khususnya pelayanan bagi guru yang secara profesional bertanggung jawab langsung terhadap proses belajar mengajar di sekolah.[29] Sebagaimana yang dijelaskan dalam Permendiknas Nomor 13 Tahun 2007, bahwa kepala sekolah sebagai supervisor harus mampu memiliki kompetensi diantaranya:
1)  Merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
2)  Melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat.
3)  Menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dikembangkan pada diri setiap guru oleh kepala sekolah sebagai supervisor adalah (1) kepribadian guru, (2) peningkatan profesi secara kontinu, (3) proses pembelajaran, (4) penguasaan materi pelajaran, (5) keragaman kemampuan guru, (6) keragaman daerah, dan (7) kemampuan guru dalam bekerja dengan masyarakat. Butir 1 sampai dengan 4 menyangkut pengembangan individu guru dan butir 5 sampai 7 menyangkut konteks sekolah.[30]
Menurut Kilpatrick sebagaimana yang dikutip Ahmad Barizi, sekurang-kurangnya ada dua tugas yang harus dilaksanakan supervisor.
Pertama, mengendali program in-service dengan kewibawaan dan semangat kepemimpinan. Kepala sekolah di sini disarankan mampu memberikan layanan kepada semua bawahan secara akomodatif dalam suasana keakraban dengan tanpa mengurangi kewibawaan dan semangat kerja yang diinginkan. Kepala sekolah harus mampu meretas semua persoalan kependidikan yang muncul dengan adil dan bijaksana. Kepala sekolah tidak diperkenankan melakukan deskriminasi layanan kepada semua sivitas sekolah.
Kedua, membantu guru baru dalam menemukan dirinya untuk melaksanakan tugas keguruan. Di sini kepala sekolah harus bisa melaksanakan supervisi kepada semua guru mata pelajaran, sehingga kepala sekolah adalah seorang aktor yang seakan-akan piawai di dalam penguasaan bidang pelajaran. Misalnya kepala sekolah yang secara profesional dari lulusan fakultas agama, bagaimana pun secara umum harus mampu memahami kerangka ilmu eksakta seperti Matematika, IPA, Seni, dan sebagainya. Sehingga supervisi kepada guru-guru yang bersangkutan bisa dilakukan dengan baik.
Sekali lagi, hal paling urgen yang harus dipegangi kepala sekolah adalah human relationship-nya dengan sikap saling menghormati dan menghargai. Kepala sekolah sebagai jabatan profesional mengandaikan adanya layanan maksimal di segala waktu dan kesempatan untuk orang lain. Kepala sekolah juga mampu membangun suasana dialogis-interaktif antara sesama guru. Urgensi human relationship kepala sekolah sebagai supervisor akademik dapat pula dikatakan bahwa suasana akademik dapat terbentuk jika guru-guru itu merasa aman dan bebas mengembangkan kreativitas dan produktivitasnya dengan penuh tanggungjawab[31]
Sedangkan menurut Ngalim Purwanto, tugas dari kepala sekolah sebagai supervisor adalah sebagai berikut:
1. Membangkitkan dan merangsang guru-guru dan pegawai sekolah di dalam menjalankan tugasnya masing-masing dengan sebaik-baiknya.
2. Berusaha dan melengkapi alat-alat perlengkapan sekolah termasuk media intruksional yang diperlukan bagi kelancaran dan keberhasilan proses belajar-mengajar.
3. Bersama guru-guru berusaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode mengajar yang lebih sesuai dengan tuntutan kurikulum yang sedang berlaku.
4. Membina kerjasama yang baik harmonis di antara guru-guru dan pegawai sekolah lainnya.
5. Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan pegawai sekolah, antara lain mengadakan diskusi-diskusi kelompok, menyediakan perpustakaan sekolah, dan mengirim mereka untuk mengikuti penataran-penataran, seminar sesuai dengan bidangnya masing masing.
6. Membina hubungan kerjasama antara sekolah dengan BP3 dan instansi-instansi lain dalam rangka peningkatan mutu pendidikan para siswa.[32]
Dari dua pendapat di atas tentang peran kepala sekolah sebagai supervisor, secara substansi tidak ada perbedaan, yaitu sama-sama bertujuan memberikan kemudahan dan kenyamanan kepada para guru dan staf dalam mengatasi masalah-masalah yang menyangkut perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian dalam rangka peningkatan profesionalisme guru dan juga membina hubungan kerjasama antara guru dan instansi-instansi lain dalam rangka peningkatan mutu pendidikan siswa.
Jika hal-hal tersebut di atas dapat dilakukan dengan baik oleh kepala sekolah, maka yang menjadi harapan sekolah berangsur-angsur maju dan berkembang sebagai alat yang benar-benar memenuhi syarat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tetapi, kesanggupan dan kemampuan kepala sekolah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya supervisi itu antara lain:
1. Lingkungan masyarakat di mana sekolah berada
Apakah sekolah itu di Kota besar, di Kota kecil, atau di pelosok. Di lingkungan masyarakat orang kaya atau di lingkungan masyarakat yang umumnya kurang mampu. Di lingkungan masyarakat intelek atau pedagang atau petani, dan lain-lain.
2. Besar kecilnya sekolah yang menjadi tanggungjawab kepala sekolah
Apakah sekolah itu merupakan kompleks sekolah yang besar, banyak jumlah gurunya dan murid-muridnya, memiliki halaman dan tanah yang luas atau sebaliknya.



3. Tingkatan dan jenis sekolah
Apakah sekolah yang di pimpinnya itu SD atau SMP. Sekolah umum atau sekolah kejuruan, dan sebagainya. Kesemuanya itu memerlukan sikap dan sifat supervisi tertentu.
4. Keadaan guru-guru dan pegawai yang tersedia
Apakah guru-guru di sekolah itu pada umumnya sudah berwewenang, bagaimana sosial ekonominya, hasrat kemauan dan kemampuannya, dan sebagainya.
5. Kecakapan dan keahlian kepala sekolah itu sendiri.
Bagaimana baiknya kondisi dan situasi sekolah yang tersedia jika kepala sekolah itu sendiri tidak mempunyai kecakapan dan keahlian yang diperlukan, semuanya itu kurang berarti. Sebaliknya adanya kecakapan dan kemampuan yang dimiliki oleh kepala sekolah, segala kekurangan yang ada menjadi pendorong dan perangsang untuk selalu berusaha memperbaiki dan menyempurnakannya.[33]

Penutup
Supervisi dalam konteks peran kepala sekolah sebagai supervisor adalah suatu proses pengawasan yang dilakukan oleh kepala sekolah terhadap para guru beserta staf yang ada di dalamnya agar kinerja yang dilakukannya sesuai dengan tujuan yang direncanakan sebelumnya sehingga yang menjadi tujuan bersama dapat tercapai secara optimal.
Peran kepala sekolah sebagai supervisor adalah sebagai berikut: 1) Membangkitkan dan merangsang guru-guru dan pegawai sekolah di dalam menjalankan tugasnya, 2) Berusaha dan melengkapi alat-alat perlengkapan sekolah termasuk media intruksional yang diperlukan bagi kelancaran dan keberhasilan proses belajar-mengajar, 3) Bersama guru-guru berusaha mengembangkan, mencari, dan menggunakan metode-metode mengajar yang lebih sesuai dengan tuntutan kurikulum yang sedang berlaku, 4) Membina kerjasama yang baik harmonis di antara guru-guru dan pegawai sekolah lainnya, 5) Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru dan pegawai sekolah, 6) Membina hubungan kerjasama antara sekolah dengan BP3 dan instansi-instansi lain dalam rangka peningkatan mutu pendidikan para siswa.

Daftar Pustaka
Andang. 2014. Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah: Konsep, Strategi, & Inovasi Menuju Sekolah Efektif. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Barizi, Ahmad. 2011. Pendidikan Integratif: Akar Tradisi & Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam. Malang: UIN-Maliki Press.
Daryanto, H. M. 2008. Administrasi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. 2008. Metode dan Teknik Supervisi. Jakarta: Depdiknas.
Jasmani Asf & Syaiful, Mustofa. 2013. Supervisi Pendidikan: Terobosan Baru dalam Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Kompri. 2015. Manajemen Pendidikan: Komponen-Komponen Elementer Kemajuan Sekolah. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Luk Nur Mufidah, Luk. 2009. Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: Teras.
Mulyadi. 2010. Kepemimpinan Kepala Sekolah: dalam Mengembangkan Budaya Mutu. Malang: UIN-Maliki Press.
Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. 2013. Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Mulyasa, E. 2013. Menjadi Kepala Sekolah Profesional: Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Munir, Abdullah. 2008. Menjadi Kepala Sekolah Efektif. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
N. A, Ametembun. 1981. Supervisi Pendidikan. Bandung: Suri.
Permindiknas Nomor 13 Tahun 2007
Pidarta, Made. 2011. Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwanto, M. Ngalim. 2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Qamar, Mujamil. 2009. Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam. Surabaya: Erlangga.
Raihani. 2011. Kepemimpinan Sekolah Transformatif. Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang.
Sahertian, Piet A. 1981. Prinsip & Teknik Supervisi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.
Stronge, James H dkk. 2013. Kualitas Kepala Sekolah yang Efektif. Jakarta: PT. Indeks.
S, Wojowasito. & Poerwadarminta, W. J. S. 1972. Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris.





[1]Penulis adalah mahasiswa Program Magister PAI Pascasarjana STAIN Pamekasan.
[2]Andang, Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah: Konsep, Strategi, & Inovasi Menuju Sekolah Efektif (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 37.
[3]Raihani, Kepemimpinan Sekolah Transformatif (Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang, 2011), 51. Lihat juga E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi, dan Implementasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), 107.
[4]Mujamil Qamar, Manajemen Pendidikan Islam: Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam (Surabaya: Erlangga, 2009), 269.
[5]Lihat Permindiknas Nomor 13 Tahun 2007
[6]Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), 1.
[7]Wojowasito, S dan W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia, Indonesia-Inggris (Jakarta: Hasta, 1972), 198.
[8]E. Mulyasa, Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), 239. Lihat juga Luk Luk Nur Mufidah, Supervisi Pendidikan (Yogyakarta: Teras, 2009), 3.
[9]Jasmani Asf & Syaiful, Mustofa, Supervisi Pendidikan: Terobosan Baru dalam Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), 26.
[10]Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), 872.
[11]H. M. Daryanto, Administrasi Pendidikan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), 170.
[12]Jasmani.., Supervisi.., 27.
[13]Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Metode dan Teknik Supervisi (2008), 4.
[14]E. Mulyasa, Manajemen.., 241.
[15]Piet A. Sahertian, Prinsip & Teknik Supervisi Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, 1981), 24.
[16]M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), 120.
[17]Jasmani.., Supervisi.., 73.
[18]E. Mulyasa, Manajemen.., 245-246.
[19]Piet.., Prinsip.., 70.
[20]M. Ngalim.., Administrasi.., 122.
[21]Jasmani.., Supervisi.., 74-75.
[22]Daryanto, Administrasi Pendidikan, 197.
[23]Ibid, 200.
[24]E. Mulyasa, Manajemen dan kepemimpinan.., 247.
[25]Preventif berarti berusaha jangan sampai timbul/terjadi hal-hal yang negatif, mengusahakan memenuhi syarat-syarat sebelum terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Korektif berarti mencari kesalahan-kesalahan atau kekurangan-kekurangan dan usaha memperbaiki dilakukan bersama-sama oleh supervisor dan orang-orang yang disupervisi. Lihat Daryanto, Administrasi.., 86.
[26]Daryanto, Administrasi Pendidikan, 84.
[27]E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional: Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), 111.
[28]Made Pidarta, Manajemen.., 4.
[29]Ahmad Barizi, Pendidikan Integratif: Akar Tradisi & Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam (Malang: UIN-Maliki Press, 2011), 169-170.
[30]Made Pidarta, Manajemen.., 5.
[31]Ahmad Barizi, Pendidikan.., 170.
[32]M. Ngalim.., Administrasi.., 119.
[33]M. Daryanto, Administrasi.., 87-88.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar