Jumat, 03 Juli 2015

HADITS HASAN DAN PROBLEMATIKANYA

MAKALAH


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Hadits yang Dibina Oleh Bapak Prof. Dr. Idri, M.Ag.





Oleh
SOLEHAN ARIF
NIM. 18201521029



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM MAGISTER (S2)
PASCA SARJANA STAIN PAMEKASAN
JUNI 2015



KATA PENGANTAR

Puji syukur dengan tulus kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Taufiq dan Hidayah-Nya, tugas makalah tentang: Hadits Hasan dan Problematikanya. Ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tetap tercurah limpahkan kepada Nabi pembawa kabar gembira Muhammad SAW yang terpercaya, beserta keluarga dan sahabatnya hingga akhir zaman dengan diiringi upaya meneladani akhlaknya yang mulia.

Makalah ini ditulis selain dalam rangka melaksanakan tugas dari dosen pengampu, juga dalam rangka menambah wawasan pengetahuan bagi di bidang Pendidikan. Namun demikian disadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dari segala segi.

Untuk itu saran dan kritik dari semua pihak guna untuk kesempurnaan makalah ini akan disambut dengan senang hati.



Penulis,


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... ……i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. …...1
A. Latar Belakang....................................................................................... …...1
B. Rumusan Masalah................................................................................... …...2
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... …...3
A.    Definisi dan Kriteria Hadits Hasan........................................................... …...3
B.     Macam-Macam Hadits Hasan......................................................................5
C.    Kehujjahan Hadits Hasan….........................................................................7
D.    Kitab-Kitab Hadits Hasan…………............................................................9
BAB III PENUTUP................................................................................................11
A. Kesimpulan................................................................................................11
B. Saran...........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12










BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
          Kata hadits seringkali disebut juga dengan istilah kha>bar atau sunnahHadits atau sunnah merupakan sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’a>n.  Keduanya merupakan pedoman hidup yang mengatur segala tingkah laku dan perbuatan manusia. Al-Qur’a>n mempunyai kedudukan sebagai suatu yang mutlak kebenaran beritanya, sedangkan hadits Nabi belum dapat dipertanggungjawabkan periwayatannya, apakah berasal dari Nabi atau tidak.
          Hadits mempunyai fungsi penting dalam menjelaskan setiap ayat-ayat al-Qur’a>n, baik ayat Muhkamat maupun Mutasya>bihat. Sehingga hadits sangat perlu untuk dijadikan sebagai sandaran umat Islam dalam mempelajari /mendalami ajaran-ajaran agama Islam.
          Dalam hadits ada yang dalam periwatannya telah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk diterimanya sebagai sebuah hadits atau yang dikenal dengan hadits maqbu>l (diterima). Namun disisi lain terdapat hadits-hadits yang dalam periwayatannya tidak memenuhi kriteria-kriteria tertentu atau lebih dikenal dengan istilah hadits mardu>d (ditolak) atau bahkan ada yang palsu (maudhu’), hal ini dihasilkan setelah melakukan penyelidikan, pemeriksaan dan penelitian yang seksama tentang para rawinya serta segi-segi lainnya untuk menentukan diterima atau ditolaknya hadits tersebut.
          Hal ini terjadi disebabkan keragaman orang yang menerima maupun meriwayatkan hadits Rasulullah.  Berbagai macam hadits yang menimbulkan kontraversi dari berbagai kalangan. berbagai analisis atas kesahihan sebuah hadits baik dari segi putusnya Sanad dan tumpang tindihnya makna dari matan pun bermunculan untuk menentukan kualitas sebuah hadits.
          Dilihat dari segi kualitas hadits, maka hadits bisa dikelompokkan menjadi tiga yaitu: hadits shahi>h, hadits hasan dan hadits dha>’if. Namun dalam makalah ini, hanya akan membahas hadits hasan.

B.     Rumusan Masalah
1.      Definisi dan Kriteria Hadits Hasan
2.      Macam-Macam Hadits Hasan
3.      Kehujjahan Hadits Hasan
4.      Kitab-Kitab yang Memuat Hadits Hasan

C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui Definisi dan Kriteria Hadits Hasan
2.      Untuk Mengetahui Macam-Macam Hadits Hasan
3.      Untuk Mengetahui Kehujjahan Hadits Hasan
4.      Untuk Mengetahui Kitab-Kitab yang Memuat Hadits Hasan















BAB II
PEMBAHASAN
A.     Definisi dan Kriteria Hadits Hasan
1.      Pengertian Bahasa dan Perkembangan Istilah Hadits Hasan
      Menurut bahasa ialah:
ما تميل اليه النفس وترتاح اليه
Apa-apa yang dirindui oleh nafsu dan disenanginya.[1]
      Dari segi bahasa, Hasan berasal dari kata al-Husna (الحسن), bermakna al-Jama>l (الجمال) = Keindahan.[2] Hadits Hasan berarti sesuatu yang diinginkan dan menjadi kecendrungan jiwa dan nafsu.[3]
      Menurut istilah Hadits Hasan ialah:
ما نقله عدل قليل الضبط متصل السند غير معلل ولا شاد
Artinya:
Hadits yang dinukilkan oleh seorang yang adil, tak begitu kokoh ingatannya, sanadnya bersambung, dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan”.[4]
       Menurut al-Turmudzi> sebagaimana yang dikutip oleh Idri. Ia mendefinisikan hadits hasan dengan:
كل حديث يروى لا يكون فى اسناده من يتهم بالكَذب ولا يكون الحديث شاذا ويروى من غير وجه نحو ذلك.
tiap-tiap hadits yang pada sanadnya tidak terdapat periwayat yang tertuduh dusta, tidak terdapat kejanggalan dan diriwayatkan pula melalui jalan yang lain”.[5]
       Jadi hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil, yang rendah tingkat kekuatan daya hafalnya, tidak rancu dan tidak bercacat.
2.      Kriteria Hadits Hasan
a.       Sanadnya bersambung.
         Yang dimaksud dengan sanadnya bersambung adalah tiap-tiap periwayat dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari periwayat terdekat sebelumnya; keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad hadits itu. Persambungan sanad itu terjadi semenjak mukharrij hadits (penghimpun riwayat hadits dalam kitabnya) sampai pada periwayat pertama dari kalangan sahabat yang menerima hadits yang bersangkutan dari Nabi. Dengan kata lain, sanad hadits tersambung sejak sanad pertama (mukharrij hadits) sampai sanad terakhir (kalangan sahabat) hingga Nabi Muhammad, atau persambungan itu terjadi mulai dari Nabi pada periwayat pertama (kalangan sahabat) sampai periwayat terakhir (mukharrij hadits). [6]
b.      Rawinya ‘adil.
         Menurut Ibnu al-Sam’ani sebagaimana yang dikutip oleh Latief Mahmud bahwa seorang rawi dikatakan ‘adil bila memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Selalu memelihara perbuatan taat dan menjauhi perbuatan maksiat.
2) Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan memelihara sopan santun.
3)  Tidak melakukan perbuatan mubah yang dapat menggugurkan iman kepada qadar dan mengakibatkan penyesalan.
4) Tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’.
         Sebagian ulama mengartikan keadilan dalam periwayatan hadits itu yaitu selalu berpegang teguh kepada syara’.[7]
c.       Rawinya dha>bith.
         Untuk hadits sha>hih, para periwayatnya berstatus dha>bith sedangkan hadits hasan diantara periwayatnya ada yang kurang dha>bith. Secara sederhana kata dha>bith dapat diartikan dengan kuat hafalan. Kekuatan hafalan di sini sama pentingnya dengan keadilanan terkait dengan kualitas intelektual.[8]
d.      Tidak termasuk hadits sya>dz.
         Kejanggalan suatu hadits terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang makbu>l (yang dapat diterima periwayatannya) dengan hadits yang diriwayatkan rawi yang lebih ra>jih (kuat) dari padanya. Disebabkan karena adanya kelebihan jumlah sanad atau kelebihan dalam bidang ke-dha>bith-an rawinya.
e.       Tidak terdapat illa>t (cacat).
         ‘illa>t hadits ialah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshahihan suatu hadits seperti meriwayatkan suatu hadits secara muttasil (bersambung sambung sanadnya) terhadap hadits munqathi’ (gugur salah seorang rawinya). Demikian juga hadits yang mendapt sisipan terhadap matannya.[9]
Jadi Kriteria hadits hasan hampir sama dengan kriteria hadits sha>hih. Perbedaan hanya terletak pada sisi ke-dha>bith-annya. Hadits sha>hih ke-dha>bith-an seluruh perawinya harus ta>mm (sempurna). Sedangkan dalam hadits hasan, kurang sedikit ke-dha>bith-annya jika dibandingkan dengan hadits sha>hih.[10]
3.      Peran al-Turmudzi> dalam memperkenalkan Hadits Hasan
Ketika berbicara mengenai sejarah pengklasifikasian kualitas hadits kebanyakan dari para ahli hadits muta’a>khiri>n di dalam kitab-kitab ilmu hadits karangan mereka berpendapat bahwa sebelum masa Imam Abu Isa Al-Turmudzi> (w. 279 H), istilah hadits sebagai salah satu bagian dari pengklasifikasian kualitas hadits belum dikenal di kalangan para ulama ahli hadits.
Ulama yang mula-mula memakai istilah hadits hasan ini ialah Abu Isa Al-Turmudzi>. Menurut Taqiyudin Ibnu Taimiyah bahwa para ulama sebelum Al-Turmudzi> membagi hadits kepada dua bagian saja yaitu: hadits sha>hih dan hadits dha>’if.[11] Kemudian hadits dha>’if dibagi dua macam, yaitu dha>’if yang tidak tercegah pengamalannya dan dha>’if yang wajib ditinggalkan. Barangkali dha>’if pertama menurut ulama dahulu inilah yang disebut hasan oleh Al-Turmudzi>.
Menurut An-Nawawi dalam At-Taqri>b sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Majid Khon, kitab Al-Turmudzi> pertama kali yang memunculkan hadits hasan, yang memperkenalkannya dan banyak menyebut dalam kitabnya, walaupun secara terpisah ditemukan pada sebagian syaikh pada generasi sebelumnya.[12]

B.     Macam-Macam Hadits Hasan
1.      Macam-Macam Hadits Hasan
Sebagaimana hadits sha>hih yang terbagi menjadi dua macam, hadits hasan pun terbagi menjadi dua macam, yaitu hasan lidza>tih dan hasan lighayrih.
a.       Hadits hasan lidza>tih adalah hadits hasan dengan sendirinya. Karena telah memenuhi segala kriteria dan persyaratan yang ditentukan.[13]
Jadi yang dimaksud dengan  Hadits hasan lidza>tih adalah hadits yang bersambung sanadnya dengan nukilan orang yang adil tetapi kurang dha>bith-nya, tidak mempunyai kejanggalan dan tidak mempunyai penyakit.
Hadits hasan lidza>tih ini bisa naik derajat atau kualitasnya menjadi hadits sha>hih lighayrih, apabila ditemukan adanya hadits lain yang menguatkan kandungan matan-nya atau adanya sanad lain yang meriwayatkan matan hadits yang sama, sebagai ta>bi’ atau sya>hid.[14]
b.      Hadits hasan lighayrih
Untuk hadits hasan lighayrih ada beberapa pendapat, diantaranya adalah sebagai berikut:
هو الحديث الضعيف اذا روى من طريق أخرى مثله أوأقوى منه.
Adalah hadits dha>’if jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama atau lebih kuat.
هو الضعيف اذا تعددت طرقه ولم يكن سبب ضعفه فسق الراوى أوكذبه
Adalah hadits dha>’if jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab kedha>’ifannya bukan karena fasik atau dustanya perawi.[15]
Dari dua definisi di atas, penulis dapat memberikan definisi bahwa Hadits hasan lighayrih adalah hadits dha>’if yang didalam sanadnya terdapat orang yang tidak diketahui kedaannya dan tidak dapat dipastikan keahlianya atau sanadnya terputus, tetapi ia bukan seorang yang sangat lalai dan banyak lupa terhadap apa yang diriwayatkan atau hafalannya kurang, tidak tertuduh dusta dan tidak pula karena suatu sebab ia tertuduh fasik.
Pada asalnya hadits tersebut berkualitas dha>’if tetapi karena adanya sanad lain yang sha>hih yang meriwayatkan matan yang sama, maka kualitas hadits dha>’if tersebut terangkat menjadi hadits hasan lighayrih.[16]
2.      Perbedaan Pokok dan Contoh Hadits Sha>hih dan Hasan
Hadits hasan pada dasarnya adalah hadits musnad (sanadnya bersambung kepada Nabi), diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil (misalnya tidak tertuduh pendusta), tidak mengandung sya>dz ataupun ‘illat, tetapi di antara periwayatnya dalam sanad ada yang kurang dha>bith.[17] Hadits sha>hih dan hadits hasan keduanya memenuhi seluruh kriteria kecuali yang berkaitan dengan kekuatan daya hafal (dha>bith). Hadits sha>hih diriwayatkan oleh rawi yang sempurna daya hafalnya yakni kuat hafalannya dan tinggi tingkat akurasinya, sedangkan rawi hadits hasan adalah rendah tingkat daya hafalnya.[18]
a.       Contoh Hadits Hasan
Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dari Abu Hurairah
لولا أن أشق على أمتى لأمر تهم بالسواك عند كل صلاة
Sekiranya tidak memberatkan umatku, tentu aku memerintahkan mereka menggosok gigi setiap akan melakukan shala>t.[19]
Hadits ini hasan yang diriwayatkan oleh Al-Turmudzi> dari jalan Muhammad bin Amir (yang tidak begitu kuat ingatannya) dari Salamah dari Abu Hurairah maka riwayatnya dipandang Hasan.
b.      Contoh Hadits Sha>hih
Diriwayatkan oleh Al-Bukha>ri dari Abu Hurairah
عن أبي هريرة رضي الله عنه : قل : قل رسول الله صلى الله عليه وسلم : (لولا أن أشق على أمتيأوعلى الناس لأمر تهم باالسواك مع كل صلاة). ] رواه البخاري: 887 [
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dia berkata: Rasulullah Saw. Pernah bersabda, “Seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan umatku atau umat manusia, niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali hendak melakukan Sha>lat.” [20]
Hadits ini apabila diriwayatkan oleh Bukha>ri maka hadits ini Sha>hih dengan sendirinya karena beliau meriwayatkan dari jalan Al-A’raj bin Hurmuz dari Abu Hurairah.


C.     Kehujjahan Hadits Hasan
1.      Kehujjahan dari segi wurud dan dalalah
Menurut seluruh fuqaha>, hadits hasan dapat diterima sebagai hujjah dan diamalkan walaupun kualitasnya di bawah hadits sha>hih. Demikian pula pendapat kebanyakan Muhadditsi>n dan ahli ushul.[21] kecuali sedikit dari kalangan yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadits (musyaddidi>n). Bahkan sebagian muhadditsi>n yang mempermudah dalam persyaratan sha>hih (mutasa>hili>n) memasukkannya ke dalam hadits sha>hih, seperti Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah.[22]
2.      Persamaan dan Perbedaan Kehujjahan hadits sha>hih dan hasan
a.       Persamaan kehujjahan hadits sha>hih dan hasan
Sebagaiman hadits hasan, hadits sha>hih dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan syari’at Islam baik hadits itu aha>d terlebih yang mutawa>tir.[23] Mengenai kehujjahan hadits sha>hih, dikalangan ulama tidak ada perbedaan tentang kekuatan hukumnya, terutama dalam menentukan halal dan haram (status hukum) sesuatu. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam Surah al-Hasyr: 59
وما اتكم الرسول فخدوه وما نهكم عنه فانتهوا واتقواالله ان الله شديد العقاب.
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukumannya”.[24]
Jadi hadits sha>hih dan hadits hasan didalam berargumentasi hukumnya sama sekalipun dari sisi kekuatannya hadits hasan berada dibawah hadits sha>hih. Oleh karena itulah, semua ahli fiqih menjadikannya sebagai hujjah dan mengamalkannya.
b.      Perbedaan kehujjahan hadits sha>hih dan hasan
Hukum hadits hasan dalam hal fungsinya sebagai hujjah dan implementasinya adalah sama seperti hadits sha>hih, meskipun kualitasnya di bawah hadits sha>hih. Hanya saja, jika terjadi pertentangan antara hadits sha>hih dengan hadits hasan, maka harus mendahulukan hadits sha>hih, karena tingkat kualitas hadits hasan berada di bawah hadits sha>hih.[25] Hal ini merupakan konsekuensi logis dari dimensi kesempurnaan ke-dha>bith-an perawi hadits hasan nilainya memang kurang jika dibandingkan dengan perawi hadits sha>hih, karena ke-dha>bith-an para perawi hadits sha>hih sangat sempurna (ta>mm).
Hadits sha>hih itu ada yang mutawa>tir dan ada juga yang aha>d. berbeda dengan hadits hasan, hadits hasan tidak ada yang berstatus mutawa>tir kesemuanya berstatus aha>d baik aha>d yang masyhu>r. azi>z, maupun gha>rib, sehingga status kehujjahannya juga tidak sama persis dengan hadits sha>hih.[26]

D.    Kitab-Kitab Hadits Hasan
Diantara kitab-kitab yang memuat hadits hasan adalah sebagai berikut:
1.      Jami’ Al-Turmudzi> (Sunan Al-Turmudzi> )
Kitab ini yang mencuatkan pertama kali istilah hadits hasan, karena semula hadits dari segi kualitasnya hanya dua, yaitu hadits sha>hih dan dha>’if. Kemudian setelah mempertimbangkan cacat sedikit saja, misalnya dha>bith yang kurang sempurna dimasukkan ke dha>’if, maka diambil jalan tengah, yaitu hadits hasan.[27]
2.      Sunan Abu Dawud
Abu Dawud mengatakan bahwa saya telah menghafal dari Rasulullah SAW sebanyak 500.000 hadits. Saya pilih diantaranya 4800 hadits dan saya masukkan kedalam Sunan.[28] Didalamnya terdapat hadits sha>hih, hasan, dan dha>’if dengan dijelaskan kecacatannya. Hadits yang tidak dijelaskan ke-dha>’if-annya dan tidak dinilai ke-sha>hih-annya oleh para ulama dinilai hasan oleh Abu Dawud.[29]
3.      Sunan Ad-Daru>quthni>
Daru>quthni> adalah seorang ahli hadits terkenal yang dijuluki dengan al-Hafi>z (ahli hadits yang hafal 100.000 buah hadits). Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan ‘Ali Ibnu Ahmad Ibnu Mahdi Ibnu Mas’ud Ibnu al-Nu’man Ibnu Dinar Ibnu Abdullah al-Baghdadi. Ia lahir pada 306 H atau 918 M di Dar al-Quthn, sebuah perkampungan di Baghdad, dan kepada nama kampung itu ia dihubungkan dengan kitabnya Sunan Daru>quthni>. Yang mana di dalamnya banyak dijelaskan hadits hasan.
4.      Sunan al-Darami
5.      Al-Muntaqa
6.      Musnad Ahmad.[30]












BAB III
PENUTUP
A.     Kesimpulan
1.      Hadits hasan adalah hadits yang dinukilkan oleh seorang yang adil, tak begitu kokoh ingatannya, sanadnya bersambung, dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan.
2.      Kriteria Hadits Hasan: Sanadnya bersambung, Rawinya adil, Rawinya dha>bith (Ke-dha>bith-an rawi di sini tingkatannya dibawah ke-dha>bith-an rawi hadits sha>hih, yakni kurang sempurna ke-dha>bith-annya), Tidak termasuk hadits sya>dz, Tidak terdapat ‘illat (cacat).
3.      Para ulama sebelum Al-Turmudzi> membagi hadits kepada dua bagian saja yaitu: hadits sha>hih dan hadits dha>’if. Kemudian hadits dha>’if dibagi dua macam, yaitu dha>’if yang tidak tercegah pengamalannya dan dha>’if yang wajib ditinggalkan. Barangkali dha>’if pertama menurut ulama dahulu inilah yang disebut hasan oleh Al-Turmudzi>.
4.      Macam-Macam Hadits Hasan : Hadits hasan lidza>tih dan hasan lighayrih
5.      Kehujjahan hadits hasan: Menurut seluruh fuqaha>, hadits hasan dapat diterima sebagai hujjah dan diamalkan walaupun kualitasnya di bawah hadits sha>hih. Demikian pula pendapat kebanyakan Muhadditsi>n dan ahli ushul juga mengamalkannya.
6.      Kitab-kitab hadits hasan: Jami’ Al-Turmudzi> (Sunan Al-Turmudzi>), Sunan abu dawud, Sunan Ad-Daru>quthni>, Sunan al-Darami, Al-Muntaqa, Musnad Ahmad.
B.     Saran           
          Demikianlah makalah yang kami berisikan tentang Hadits Hasan dan Problematikanya dan. Makalah inipun tak luput dari kesalahan dan kekurangan maupun target yang ingin dicapai. Adapun kiranya terdapat kritik, saran maupun teguran digunakan sebagai penunjang pada makalah ini.Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Habra. 2008. Al-Qur’an Terjemahan dan Transliterasi. Bandung: Fajar Utama Madani.
Al-Maliki, Muhammad Alawi. 2012. Ilmu Ushul Hadis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Az-Zabidi, Imam. 2002. Ringkasan Hadis Shahih Al-Bukhari. Jakarta: Pustaka Amani.
Idri. 2010. Studi Hadis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
‘Itr, Nuruddin. 2014. ‘Ulumul Hadis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Khaerumam, Badri. 2010. Ulum Al-Hadis. Jawa Barat: CV Pustaka Setia.
Khon, Abdul Majid. 2012. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.
Mahmud, Latief. 2004. Ulumul Hadis. Pamekasan: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan.










[1]Latief Mahmud, Ulumul Hadis (Pamekasan: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, 2004), 69.
[2]Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2012), 66.
[3]Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 158.
[4]Badri Khaeruman, Ulum Al-Hadis (Jawa Barat: Pustaka Setia, 2010), 123.
[5]Idri, Studi Hadis, 159.
[6]Idri, Studi Hadis.., 160.
[7]Latief, Ulumul Hadis.., 61.
[8]Idri, Studi Hadis.., 164.
[9]Latief, Ulumul Hadis.., 62.
[10]Abdul, Ulumul hadis, 67.
[11]Latief, Ulumul Hadis, 68.
[12]Abdul, Ulumul Hadis, 70.
[13]Ibid, 68.
[14]Idri, Studi Hadis, 173.
[15]Abdul, Ulumul Hadis, 68.
[16]Idri, Studi Hadis, 174.
[17]Ibid, 159
[18]Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), 266.
[19]Latief, Ulumul Hadis, 70.
[20]Imam Az-Zabidi, Ringkasan Hadis Shahih Al-Bukhari (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), 235.
[21]Nuruddin, ‘Ulumul Hadis, 268.
[22]Abdul, Ulumul Hadis, 69.
[23]Idri, Studi Hadis, 175.
[24]Al-Habra, Al-Qur’an Terjemahan dan Transliterasi (Bandung: Fajar Utama Madani, 2008), 1041.
[25]Muhammad, Ilmu Ushul Hadis, 60.
[26]Idri, Studi Hadis, 176.
[27]Abdul, Ulumul Hadis, 71.
[28]Latief, Ulumul Hadis, 73.
[29]Abdul, Ulumul Hadis, 71.
[30]Latief, Ulumul Hadis, 73.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar