HADITS HASAN DAN PROBLEMATIKANYA
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Hadits yang Dibina
Oleh Bapak
Prof. Dr. Idri, M.Ag.
Oleh
SOLEHAN ARIF
NIM. 18201521029
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM MAGISTER (S2)
PASCA SARJANA STAIN PAMEKASAN
JUNI 2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur dengan tulus kami panjatkan kehadirat Allah
SWT, karena berkat Taufiq dan Hidayah-Nya, tugas makalah tentang: “Hadits
Hasan dan Problematikanya”. Ini dapat terselesaikan. Shalawat
serta salam semoga senantiasa tetap tercurah limpahkan kepada Nabi pembawa
kabar gembira Muhammad SAW yang terpercaya, beserta keluarga dan sahabatnya
hingga akhir zaman dengan diiringi upaya meneladani akhlaknya yang mulia.
Makalah
ini ditulis selain dalam rangka melaksanakan tugas dari dosen pengampu, juga
dalam rangka menambah wawasan pengetahuan bagi di bidang Pendidikan. Namun
demikian disadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan
dari segala segi.
Untuk
itu saran dan kritik dari semua pihak guna untuk kesempurnaan makalah ini akan
disambut dengan senang hati.
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... ……i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. …...1
A. Latar
Belakang....................................................................................... …...1
B. Rumusan
Masalah................................................................................... …...2
C. Tujuan
Penulisan..........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................... …...3
A. Definisi dan Kriteria Hadits Hasan........................................................... …...3
B. Macam-Macam Hadits Hasan......................................................................5
C. Kehujjahan Hadits Hasan….........................................................................7
D. Kitab-Kitab Hadits Hasan…………............................................................9
BAB III PENUTUP................................................................................................11
A. Kesimpulan................................................................................................11
B. Saran...........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Kata hadits seringkali disebut
juga dengan istilah kha>bar atau sunnah. Hadits
atau sunnah merupakan sumber hukum Islam kedua
setelah al-Qur’a>n. Keduanya
merupakan pedoman hidup yang mengatur segala tingkah laku dan
perbuatan manusia. Al-Qur’a>n mempunyai
kedudukan sebagai suatu yang mutlak kebenaran beritanya, sedangkan hadits
Nabi belum dapat dipertanggungjawabkan periwayatannya, apakah berasal
dari Nabi atau tidak.
Hadits mempunyai fungsi
penting dalam menjelaskan setiap ayat-ayat al-Qur’a>n, baik ayat Muhkamat maupun Mutasya>bihat. Sehingga hadits
sangat perlu untuk dijadikan sebagai sandaran umat Islam dalam mempelajari
/mendalami ajaran-ajaran agama Islam.
Dalam hadits ada yang
dalam periwatannya telah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk diterimanya
sebagai sebuah hadits atau yang dikenal dengan hadits maqbu>l (diterima). Namun disisi
lain terdapat hadits-hadits yang dalam periwayatannya tidak memenuhi
kriteria-kriteria tertentu atau lebih dikenal dengan istilah hadits mardu>d (ditolak) atau bahkan ada yang
palsu (maudhu’), hal ini dihasilkan setelah melakukan penyelidikan,
pemeriksaan dan penelitian yang seksama tentang para rawinya serta segi-segi
lainnya untuk menentukan diterima atau ditolaknya hadits tersebut.
Hal ini terjadi disebabkan keragaman
orang yang menerima maupun meriwayatkan hadits Rasulullah. Berbagai
macam hadits yang menimbulkan kontraversi dari berbagai kalangan. berbagai analisis atas kesahihan sebuah hadits
baik dari segi putusnya Sanad dan tumpang tindihnya makna dari matan pun
bermunculan untuk menentukan kualitas sebuah hadits.
Dilihat dari segi kualitas hadits,
maka hadits bisa dikelompokkan menjadi tiga yaitu: hadits shahi>h, hadits hasan dan hadits
dha>’if. Namun dalam
makalah ini, hanya akan membahas hadits hasan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Definisi dan Kriteria Hadits
Hasan
2.
Macam-Macam Hadits Hasan
3.
Kehujjahan Hadits Hasan
4.
Kitab-Kitab yang Memuat Hadits
Hasan
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui Definisi dan
Kriteria Hadits Hasan
2.
Untuk Mengetahui Macam-Macam Hadits
Hasan
3.
Untuk Mengetahui Kehujjahan Hadits
Hasan
4.
Untuk Mengetahui Kitab-Kitab yang Memuat
Hadits Hasan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi dan
Kriteria Hadits Hasan
1. Pengertian
Bahasa dan Perkembangan Istilah Hadits Hasan
Menurut bahasa ialah:
ما تميل اليه
النفس وترتاح اليه
Dari segi bahasa, Hasan berasal
dari kata al-Husna (الحسن), bermakna al-Jama>l (الجمال) = Keindahan.[2] Hadits
Hasan berarti sesuatu yang diinginkan dan menjadi kecendrungan jiwa dan
nafsu.[3]
Menurut istilah Hadits Hasan ialah:
ما نقله عدل
قليل الضبط متصل السند غير معلل ولا شاد
Artinya:
“Hadits yang
dinukilkan oleh seorang yang adil, tak begitu kokoh ingatannya, sanadnya
bersambung, dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan”.[4]
Menurut al-Turmudzi> sebagaimana yang dikutip oleh Idri. Ia mendefinisikan hadits
hasan dengan:
كل
حديث يروى لا يكون فى اسناده من يتهم بالكَذب ولا يكون الحديث شاذا ويروى من غير
وجه نحو ذلك.
“tiap-tiap hadits yang pada sanadnya
tidak terdapat periwayat yang tertuduh dusta, tidak terdapat kejanggalan dan
diriwayatkan pula melalui jalan yang lain”.[5]
Jadi hadits hasan adalah hadits
yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil, yang rendah tingkat
kekuatan daya hafalnya, tidak rancu dan tidak bercacat.
2.
Kriteria Hadits Hasan
a.
Sanadnya bersambung.
Yang dimaksud dengan sanadnya
bersambung adalah tiap-tiap periwayat dalam sanad hadits menerima riwayat
hadits dari periwayat terdekat sebelumnya; keadaan itu berlangsung demikian
sampai akhir sanad hadits itu. Persambungan sanad itu terjadi semenjak mukharrij
hadits (penghimpun riwayat hadits dalam kitabnya) sampai pada periwayat
pertama dari kalangan sahabat yang menerima hadits yang bersangkutan dari Nabi.
Dengan kata lain, sanad hadits tersambung sejak sanad pertama (mukharrij
hadits) sampai sanad terakhir (kalangan sahabat) hingga Nabi Muhammad, atau
persambungan itu terjadi mulai dari Nabi pada periwayat pertama (kalangan
sahabat) sampai periwayat terakhir (mukharrij hadits). [6]
b.
Rawinya ‘adil.
Menurut Ibnu al-Sam’ani sebagaimana
yang dikutip oleh Latief Mahmud bahwa seorang rawi dikatakan ‘adil bila
memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Selalu
memelihara perbuatan taat dan menjauhi perbuatan maksiat.
2) Menjauhi
dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan memelihara sopan santun.
3) Tidak melakukan perbuatan mubah yang dapat
menggugurkan iman kepada qadar dan mengakibatkan penyesalan.
4) Tidak
mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’.
Sebagian ulama mengartikan keadilan
dalam periwayatan hadits itu yaitu selalu berpegang teguh kepada syara’.[7]
c.
Rawinya dha>bith.
Untuk hadits sha>hih, para periwayatnya berstatus dha>bith sedangkan hadits
hasan diantara periwayatnya ada yang kurang dha>bith. Secara sederhana kata dha>bith dapat diartikan dengan kuat
hafalan. Kekuatan hafalan di sini sama pentingnya dengan keadilanan terkait
dengan kualitas intelektual.[8]
d.
Tidak termasuk hadits sya>dz.
Kejanggalan suatu hadits terletak pada
adanya perlawanan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang makbu>l (yang dapat diterima
periwayatannya) dengan hadits yang diriwayatkan rawi yang lebih ra>jih (kuat) dari padanya. Disebabkan
karena adanya kelebihan jumlah sanad atau kelebihan dalam bidang ke-dha>bith-an rawinya.
e.
Tidak terdapat ‘illa>t (cacat).
‘illa>t hadits ialah
suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshahihan suatu hadits
seperti meriwayatkan suatu hadits secara muttasil (bersambung sambung sanadnya)
terhadap hadits munqathi’ (gugur salah seorang rawinya). Demikian juga hadits
yang mendapt sisipan terhadap matannya.[9]
Jadi Kriteria hadits
hasan hampir sama dengan kriteria hadits sha>hih. Perbedaan hanya terletak pada sisi ke-dha>bith-annya. Hadits sha>hih ke-dha>bith-an seluruh perawinya harus ta>mm (sempurna). Sedangkan dalam hadits
hasan, kurang sedikit ke-dha>bith-annya jika
dibandingkan dengan hadits sha>hih.[10]
3.
Peran al-Turmudzi> dalam memperkenalkan Hadits
Hasan
Ketika
berbicara mengenai sejarah pengklasifikasian kualitas hadits kebanyakan
dari para ahli hadits muta’a>khiri>n di dalam
kitab-kitab ilmu hadits karangan mereka berpendapat bahwa sebelum masa Imam
Abu Isa Al-Turmudzi> (w.
279 H), istilah hadits sebagai salah satu bagian dari
pengklasifikasian kualitas hadits belum dikenal di kalangan para ulama
ahli hadits.
Ulama yang
mula-mula memakai istilah hadits hasan ini ialah Abu Isa Al-Turmudzi>. Menurut Taqiyudin Ibnu Taimiyah bahwa para ulama sebelum Al-Turmudzi> membagi hadits kepada dua bagian saja yaitu: hadits sha>hih dan hadits dha>’if.[11]
Kemudian hadits dha>’if dibagi dua
macam, yaitu dha>’if yang tidak
tercegah pengamalannya dan dha>’if yang wajib
ditinggalkan. Barangkali dha>’if pertama
menurut ulama dahulu inilah yang disebut hasan oleh Al-Turmudzi>.
Menurut
An-Nawawi dalam At-Taqri>b sebagaimana
yang dikutip oleh Abdul Majid Khon, kitab Al-Turmudzi> pertama kali yang memunculkan hadits hasan, yang
memperkenalkannya dan banyak menyebut dalam kitabnya, walaupun secara terpisah
ditemukan pada sebagian syaikh pada generasi sebelumnya.[12]
B.
Macam-Macam Hadits
Hasan
1.
Macam-Macam Hadits Hasan
Sebagaimana hadits
sha>hih yang terbagi
menjadi dua macam, hadits hasan pun terbagi menjadi dua macam, yaitu hasan
lidza>tih dan hasan
lighayrih.
a.
Hadits hasan lidza>tih adalah hadits
hasan dengan sendirinya. Karena telah memenuhi segala kriteria dan
persyaratan yang ditentukan.[13]
Jadi yang
dimaksud dengan Hadits hasan lidza>tih adalah hadits
yang bersambung sanadnya dengan nukilan orang yang adil tetapi kurang dha>bith-nya, tidak mempunyai kejanggalan
dan tidak mempunyai penyakit.
Hadits hasan lidza>tih ini bisa naik derajat atau
kualitasnya menjadi hadits sha>hih lighayrih, apabila
ditemukan adanya hadits lain yang menguatkan kandungan matan-nya
atau adanya sanad lain yang meriwayatkan matan hadits yang sama, sebagai
ta>bi’ atau sya>hid.[14]
b.
Hadits hasan lighayrih
Untuk hadits
hasan lighayrih ada beberapa pendapat, diantaranya adalah sebagai berikut:
هو الحديث الضعيف اذا روى من طريق أخرى مثله أوأقوى منه.
Adalah hadits dha>’if jika
diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama atau lebih kuat.
هو الضعيف اذا
تعددت طرقه ولم يكن سبب ضعفه فسق الراوى أوكذبه
Adalah hadits dha>’if jika
berbilangan jalan sanadnya dan sebab kedha>’ifannya bukan karena fasik atau dustanya perawi.[15]
Dari dua
definisi di atas, penulis dapat memberikan definisi bahwa Hadits hasan
lighayrih adalah hadits dha>’if yang didalam
sanadnya terdapat orang yang tidak diketahui kedaannya dan tidak dapat
dipastikan keahlianya atau sanadnya terputus, tetapi ia bukan seorang yang
sangat lalai dan banyak lupa terhadap apa yang diriwayatkan atau hafalannya
kurang, tidak tertuduh dusta dan tidak pula karena suatu sebab ia tertuduh
fasik.
Pada asalnya hadits
tersebut berkualitas dha>’if tetapi karena
adanya sanad lain yang sha>hih yang
meriwayatkan matan yang sama, maka kualitas hadits dha>’if tersebut
terangkat menjadi hadits hasan lighayrih.[16]
2.
Perbedaan Pokok dan Contoh Hadits
Sha>hih dan Hasan
Hadits hasan pada dasarnya
adalah hadits musnad (sanadnya bersambung kepada Nabi), diriwayatkan
oleh periwayat yang ‘adil (misalnya tidak tertuduh pendusta), tidak
mengandung sya>dz ataupun ‘illat,
tetapi di antara periwayatnya dalam sanad ada yang kurang dha>bith.[17] Hadits
sha>hih dan hadits
hasan keduanya memenuhi seluruh kriteria kecuali yang berkaitan dengan
kekuatan daya hafal (dha>bith). Hadits sha>hih diriwayatkan oleh rawi yang sempurna
daya hafalnya yakni kuat hafalannya dan tinggi tingkat akurasinya, sedangkan
rawi hadits hasan adalah rendah tingkat daya hafalnya.[18]
a.
Contoh Hadits Hasan
Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dari Abu Hurairah
لولا أن أشق على أمتى لأمر تهم بالسواك عند كل صلاة
Sekiranya tidak memberatkan umatku, tentu aku memerintahkan mereka
menggosok gigi setiap akan melakukan shala>t.[19]
Hadits ini hasan
yang diriwayatkan oleh Al-Turmudzi> dari jalan Muhammad bin Amir (yang tidak begitu kuat ingatannya)
dari Salamah dari Abu Hurairah maka riwayatnya dipandang Hasan.
b.
Contoh Hadits Sha>hih
Diriwayatkan
oleh Al-Bukha>ri dari Abu
Hurairah
عن أبي هريرة
رضي الله عنه : قل : قل رسول الله صلى الله عليه وسلم : (لولا أن أشق على أمتي ‘أوعلى
الناس’ لأمر تهم باالسواك مع كل صلاة). ] رواه البخاري: 887 [
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah r.a., dia berkata: Rasulullah Saw. Pernah bersabda,
“Seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan umatku atau umat manusia,
niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali hendak melakukan Sha>lat.” [20]
Hadits ini apabila
diriwayatkan oleh Bukha>ri maka hadits
ini Sha>hih dengan
sendirinya karena beliau meriwayatkan dari jalan Al-A’raj bin Hurmuz
dari Abu Hurairah.
C.
Kehujjahan Hadits
Hasan
1.
Kehujjahan dari segi wurud
dan dalalah
Menurut seluruh
fuqaha>, hadits hasan
dapat diterima sebagai hujjah dan diamalkan walaupun kualitasnya di bawah hadits
sha>hih. Demikian pula
pendapat kebanyakan Muhadditsi>n dan ahli ushul.[21] kecuali
sedikit dari kalangan yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadits
(musyaddidi>n). Bahkan
sebagian muhadditsi>n yang
mempermudah dalam persyaratan sha>hih (mutasa>hili>n) memasukkannya
ke dalam hadits sha>hih, seperti Al-Hakim,
Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah.[22]
2.
Persamaan dan Perbedaan Kehujjahan hadits
sha>hih dan hasan
a.
Persamaan kehujjahan hadits sha>hih dan hasan
Sebagaiman hadits
hasan, hadits sha>hih dapat
dijadikan hujjah untuk menetapkan syari’at Islam baik hadits itu aha>d terlebih yang mutawa>tir.[23]
Mengenai kehujjahan hadits sha>hih, dikalangan
ulama tidak ada perbedaan tentang kekuatan hukumnya, terutama dalam menentukan
halal dan haram (status hukum) sesuatu. Hal ini didasarkan pada firman Allah
dalam Surah al-Hasyr: 59
وما اتكم الرسول
فخدوه وما نهكم عنه فانتهوا واتقواالله ان الله شديد العقاب.
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh,
Allah sangat keras hukumannya”.[24]
Jadi hadits sha>hih dan hadits hasan didalam
berargumentasi hukumnya sama sekalipun dari sisi kekuatannya hadits hasan
berada dibawah hadits sha>hih. Oleh karena
itulah, semua ahli fiqih menjadikannya sebagai hujjah dan mengamalkannya.
b.
Perbedaan kehujjahan hadits sha>hih dan hasan
Hukum hadits
hasan dalam hal fungsinya sebagai hujjah dan implementasinya adalah sama
seperti hadits sha>hih, meskipun
kualitasnya di bawah hadits sha>hih. Hanya saja,
jika terjadi pertentangan antara hadits sha>hih dengan hadits hasan, maka
harus mendahulukan hadits sha>hih, karena
tingkat kualitas hadits hasan berada di bawah hadits sha>hih.[25]
Hal ini merupakan konsekuensi logis dari dimensi kesempurnaan ke-dha>bith-an perawi hadits hasan
nilainya memang kurang jika dibandingkan dengan perawi hadits sha>hih, karena ke-dha>bith-an para perawi hadits sha>hih sangat sempurna (ta>mm).
Hadits sha>hih itu ada yang mutawa>tir dan ada juga yang aha>d. berbeda dengan hadits hasan,
hadits hasan tidak ada yang berstatus mutawa>tir kesemuanya berstatus aha>d baik aha>d yang masyhu>r. ‘azi>z, maupun gha>rib, sehingga status kehujjahannya juga
tidak sama persis dengan hadits sha>hih.[26]
D.
Kitab-Kitab Hadits
Hasan
Diantara
kitab-kitab yang memuat hadits hasan adalah sebagai berikut:
1.
Jami’ Al-Turmudzi> (Sunan Al-Turmudzi> )
Kitab ini yang
mencuatkan pertama kali istilah hadits hasan, karena semula hadits
dari segi kualitasnya hanya dua, yaitu hadits sha>hih dan dha>’if. Kemudian
setelah mempertimbangkan cacat sedikit saja, misalnya dha>bith yang kurang sempurna dimasukkan ke dha>’if, maka diambil
jalan tengah, yaitu hadits hasan.[27]
2.
Sunan Abu Dawud
Abu Dawud mengatakan
bahwa saya telah menghafal dari Rasulullah SAW sebanyak 500.000 hadits.
Saya pilih diantaranya 4800 hadits dan saya masukkan kedalam Sunan.[28] Didalamnya
terdapat hadits sha>hih, hasan,
dan dha>’if dengan
dijelaskan kecacatannya. Hadits yang tidak dijelaskan ke-dha>’if-annya dan
tidak dinilai ke-sha>hih-annya oleh
para ulama dinilai hasan oleh Abu Dawud.[29]
3.
Sunan Ad-Daru>quthni>
Daru>quthni> adalah seorang ahli hadits terkenal yang dijuluki dengan al-Hafi>z (ahli hadits yang hafal
100.000 buah hadits). Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan ‘Ali Ibnu
Ahmad Ibnu Mahdi Ibnu Mas’ud Ibnu al-Nu’man Ibnu Dinar Ibnu Abdullah
al-Baghdadi. Ia lahir pada 306 H atau 918 M di Dar al-Quthn, sebuah
perkampungan di Baghdad, dan kepada nama kampung itu ia dihubungkan dengan
kitabnya Sunan Daru>quthni>. Yang mana di dalamnya banyak dijelaskan hadits hasan.
4.
Sunan al-Darami
5.
Al-Muntaqa
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Hadits hasan adalah hadits
yang dinukilkan oleh seorang yang adil, tak begitu kokoh ingatannya, sanadnya
bersambung, dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan.
2.
Kriteria Hadits Hasan:
Sanadnya bersambung, Rawinya adil, Rawinya dha>bith (Ke-dha>bith-an rawi di
sini tingkatannya dibawah ke-dha>bith-an rawi hadits
sha>hih, yakni kurang
sempurna ke-dha>bith-annya), Tidak
termasuk hadits sya>dz, Tidak
terdapat ‘illat (cacat).
3.
Para ulama sebelum Al-Turmudzi> membagi hadits kepada dua bagian saja yaitu: hadits sha>hih dan hadits dha>’if. Kemudian hadits
dha>’if dibagi dua
macam, yaitu dha>’if yang tidak
tercegah pengamalannya dan dha>’if yang wajib
ditinggalkan. Barangkali dha>’if pertama
menurut ulama dahulu inilah yang disebut hasan oleh Al-Turmudzi>.
4.
Macam-Macam Hadits Hasan : Hadits
hasan lidza>tih dan hasan
lighayrih
5.
Kehujjahan hadits hasan: Menurut
seluruh fuqaha>, hadits
hasan dapat diterima sebagai hujjah dan diamalkan walaupun kualitasnya di
bawah hadits sha>hih. Demikian pula
pendapat kebanyakan Muhadditsi>n dan ahli ushul
juga mengamalkannya.
6.
Kitab-kitab hadits hasan: Jami’
Al-Turmudzi> (Sunan
Al-Turmudzi>), Sunan abu
dawud, Sunan Ad-Daru>quthni>, Sunan
al-Darami, Al-Muntaqa, Musnad Ahmad.
B.
Saran
Demikianlah makalah yang kami
berisikan tentang Hadits Hasan dan Problematikanya dan. Makalah
inipun tak luput dari kesalahan dan kekurangan maupun target yang ingin
dicapai. Adapun kiranya terdapat kritik, saran maupun teguran digunakan sebagai
penunjang pada makalah ini.Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Habra. 2008. Al-Qur’an Terjemahan dan Transliterasi. Bandung:
Fajar Utama Madani.
Al-Maliki, Muhammad Alawi. 2012. Ilmu Ushul Hadis.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Az-Zabidi, Imam. 2002. Ringkasan Hadis Shahih Al-Bukhari.
Jakarta: Pustaka Amani.
Idri. 2010. Studi Hadis. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
‘Itr, Nuruddin. 2014. ‘Ulumul Hadis. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Khaerumam, Badri. 2010. Ulum Al-Hadis. Jawa Barat: CV
Pustaka Setia.
Khon, Abdul Majid. 2012. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.
Mahmud, Latief. 2004. Ulumul Hadis. Pamekasan: Sekolah
Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan.
[1]Latief Mahmud, Ulumul Hadis (Pamekasan:
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, 2004), 69.
[2]Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta:
Amzah, 2012), 66.
[3]Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010), 158.
[4]Badri Khaeruman, Ulum Al-Hadis (Jawa
Barat: Pustaka Setia, 2010), 123.
[5]Idri, Studi Hadis, 159.
[6]Idri, Studi
Hadis.., 160.
[7]Latief,
Ulumul Hadis.., 61.
[10]Abdul, Ulumul hadis, 67.
[11]Latief, Ulumul Hadis, 68.
[12]Abdul, Ulumul Hadis, 70.
[14]Idri, Studi Hadis, 173.
[15]Abdul, Ulumul Hadis, 68.
[16]Idri, Studi Hadis, 174.
[18]Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis (Bandung:
PT Remaja Rosdakarya, 2014), 266.
[19]Latief, Ulumul Hadis, 70.
[23]Idri, Studi Hadis, 175.
[26]Idri, Studi Hadis, 176.
[27]Abdul, Ulumul Hadis, 71.
[28]Latief, Ulumul Hadis, 73.
[29]Abdul, Ulumul Hadis, 71.
[30]Latief, Ulumul Hadis, 73.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar