Kamis, 09 Juli 2015

PERAN SAHABAT NABI DALAM PERIWAYATAN HADIS

PERAN SAHABAT NABI DALAM PERIWAYATAN HADIS


MAKALAH
Disusun untuk memenuhi
tugas matakuliah “Studi Hadis” yang dibina oleh
Bapak Prof. H. Dr. Idri, M.Ag.









Oleh :
QURRATUL AINI
NIM : 18201521025






PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM MAGISTER (S2)
PASCASARJANA STAIN PAMEKASAN

MEI 2015
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah, Tuhan yang menciptakan semesta alam dan segala isinya dan mengatur geraknya secara harmonis.
Dan kabaikan semoga selalu bersama panutan semua umat di bumi, Muhammad SAW, beserta seluruh sahabat dan pengikutnya.
Rasa syukur tak bisa penulis ungkapkan dengan lisan. Banyak kebaikan dan nikmat, yang Ia beri pada kita, terutama nikmat kesempatan untuk selalu berbuat kebaikan dan berbuat lebih baik.
Penulis sangat merasa bersyukur, makalah yang ada di hadapan saudara bisa tersajikan pada kesempatan ini. Untuk memenuhi matakuliah “Studi Hadis” yang dibina oleh Bapak “Prof. Dr. H. Idri, M. Ag. “. Tak ada kata yang penulis haturkan kecuali kalimat Hamdalah atas selesainya makalah ini. Al Hamdulillahirabbil A’lamien.
Makalah yang ada di tangan saudara ini adalah makalah sederhana yang disusun secara sistematis untuk mengungkap dan menyingkap kembali proses periwayatan hadis pada masa sahabat. Di mana pembahasannya penulis juga tekankan pada peran sahabat yang ikut andil di dalam.
Penulis katakan bahwa hadis yang menjadi salah satu pegangan hidup umat Islam ini selain al-Qur’an menjadi satu pokok bahasan dan kajian umat, tidak hanya kaum muslim tetapi juga para pengkaji di luar Islam termasuk oreintalis yang selalu mencari celah dan kelemahan Islam. Maka, dalam konteks ini dirasa perlu untuk melakukan satu kajian yang mendalam, atas periwayatan hadis, sebagai salah satu usaha untuk itu adalah diskusi melalui makalah ini.
Judul makalah ini penulis bahas dalam beberapa sub bahasan, dengan tujuan agar pembahasan dan pendalaman tentang peran sahabat dalam periwayatan hadis ini tidak mengarah pada satu bahasan saja. Penulis paparkan bahasan ini mulai dari apa dan siapa sahabat itu hingga pada peran dan proses periwayatan hadis, dengan tujuan pembahasan ini lehih komperhensif.
Sebagaimana mestinya, karya tulis apapun tidak akan terlepas dari bentuk kesalahan dan kekurangan, baik isi bahasan maupun  teknis penulisan. Pada kesempatan ini, penulis merasa sadar bahwa tulisan atau makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari penulis sudi menerima masukan, kritik dan saran dari saudara demi kesempurnaan makalah ini.
Ahirnya, penulis berharap semoga makalah ini membawa banyak manfaat bagi kita semua. Amien ya Rabbal al A’alamien.








                                                                                                                                                                                                Pamekasan, 30 Mei 2015
                                                                       
                                                                      Penulis




 
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL …………………………………………………    i
KATA PENGANTAR ………………………………………………….   ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………….  iv
BAB  I : PENDAHULUAN                                     
A. Latar Belakang Masalah..........…………………………………..   1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………….   2
C. Tujuan Rumusan Masalah ………………………………………    2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Sahabat.............……………………………………..    3
B. Tingkatan-Tingkatan Sahabat...................................................…    4
C. Cara Rasulullah Menyampaikan Hadis Kepada Sahabat ………..  5
D. Cara Sahabat Menerima dan Menyampaikan Hadis................….   6
E. Perbedaan Sahabat dalam Menguasai Hadis.........………………   8
F. Sahabat yang Meriwayatkan Hadis Nabi Saw …………………     9
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………………………………….     12       
B. Saran …………………………………………………………….   13
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………     14
 BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang                                         
Periwayatan hadis menjadi satu hal yang sangat urgen dan krusial dalam pembahasan Ilmu hadis, karena hadis diyakini oleh umat Muslim sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an. Sebagai sumber ajaran, tentunya hadis Nabi dipelajari dari tingkat yang paling dasar hingga yang paling tinggi, terutama berbagai kajian yang berkaitan dengan hadis lebih-lebih periwayatan yang memiliki kajian yang sangat luas dan mendalam.
Hingga sampai saat ini, hadis yang dipelajari tidak saja menyangkut teks atau matan, tetapi menyangkut seluruh aspek yang terkait dengannya, terutama yang menyangkut periwayatan hadis dan orang-orang yang meriwayatkan. Karena periwayatan merupakan hal yang terpenting dalam studi hadis. Maka tidak heran kalau orang-orang orientalis menyerang Islam pada kajian periwayatan hadis.
Kalau kita teliti sejauh ini, banyak kajian mengenai periwayaan hadis yang dilakukan oleh para ahli dan para tokohnya, seperti Imam Al-Bukhori dipandang sebagai ilmuan hadis terkemuka dan jasa-jasanya hingga saat ini sangat diterasakan umat Islam. Karya-karya yang tersebar di mana-mana menjadi rujukan yang sampai saat ini masih hangat dikaji tidak hanya oleh Umat Islam sendiri tapi juga para orientalis yang selalu mencari-cari kelemahan Islam.
Membahas periwayatan hadis, maka hal ini tidak lepas dari peran para sahabat Nabi dan para tābi’it tābi’īn yang memiliki peran penting dalam periwayatan, penulisan hingga penyebarannya. Dalam konteks pembahasan makalah ini, penulis akan mencoba memfokuskan kajian di dalamnya pada periwayatan hadis pada masa sahabat.

B.     Rumusan Masalah
Berlatar pada deskripsi latar belakang di atas maka, makalah yang ada di tangan pembaca akan difokuskan pada enam sub pembahasan, yaitu :
1.    Apa Pengertian Sahabat ?
2.    Bagaimana Tingkatan-Tingkatan Sahabat ?
3.    Bagaimana Cara Rasulullah Menyampaikan Hadis Kepada Sahabat ?
4.    Bagaimana Cara Sahabat Meneriman dan Menyampaikan Hadis ?
5.    Bagaimana Perbedaaan Sahabat dalam Menguasai Hadis ?
6.    Siapa Saja Sahabat yang Meriwayatkan Hadis ?
                                        
C.    Tujuan Rumusan Masalah
Seperti yang telah terkonsep di atas, pada rumusan masalah bahwa pembahasan  makalah ini akan kita perdalam pada enam pembahasan, maka tujuan perumusan masalah akan kita fokuskan pada apa yang sudah terkonsep  sesuai dengan rumusan masalah, yaitu :
1.    Untuk Menjelaskan Pengertian Sahabat
2.    Untuk Menjelaskan Tingkatan-Tingkatan Sahabat
3.    Untuk Menjelaskan Cara Rasulullah Menyampaikan Hadis Kepada Sahabat
4.    Untuk Menjelaskan Cara Sahabat Meneriman dan Menyampaikan Hadis
5.    Untuk Menjelaskan Perbedaaan Sahabat dalam Menguasai Hadis
6.    Untuk Menyajikan Sahabat yang Meriwayatkan Hadis








BAB II
PEMBAHASAN
                                                                                       

A.      Pengertian Sahabat
Menurut bahasa, sahabat (jama’ dari shahib) berarti “yang empunya dan yang menyertai”.
Menurut adat, berarti: kawan atau teman yang selalu berada bersama-sama.[1] Sedangkan, menurut istilah orang yang pernah bertemu dengan Nabi SAW, beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan beriman pula.[2]
Adapun menurut istilah, para Ulama berbeda pendapat:
1.    Jumhur Ulama Hadis berpendapat:
Bahwa sahabat ialah:
“ Orang yang bertemu Rasulullah SAW, dengan pertemuan yang wajar sewaktu Rasulullah SAW masih hidup dalam keadaan Islam dan beriman.
2.    Al-Jahidl berpendapat:
Bahwa sahabat ialah orang Islam yang berjumpa dengan Nabi, lama persahabatannya dengan Nabi dan meriwayatkan Hadis dari beliau.
3.    Said bin Mujahid menyatakan:
Bahwa kesahabatan seseorang disyaratkan harus bergaul dengan Rasulullah setahun atau dua tahun, selain disyaratkan Islam dan Iman.
4.    Hasbi Ash-Shiddieqy berpendapat:
Bahwa sahabat ialah orang yang ada persahabatan dengan Nabi, persahabatan yang mesra yang timbul dari keimanan dan ketaatan.[3]
Para sahabat sangat mencintai Rasulullah melebihi cinta mereka kepada keluarga bahkan dirinya sendiri. Mereka selalu berusaha menghafal ajaran-ajaran Islam melalui al-Qur’an, juga selalu rindu bertemu Rasulullah untuk mendapatkan ajaran agama, termasuk hadis-hadisnya. Betapa penting kedudukan hadis Nabi dalam agama Islam yang merupakan pilar kedua dari al-Qur’an.
Umat Islam pada masa Rasulullah dapat secara langsung memperoleh hadis dari Rasulullah SAW sebagai sumber Hadis. Kedudukan yang demikian menjadikan semua perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi sebagai referensi bagi sahabat, dan para sahabat tidak menyia-nyiakan keberadaan Rasulullah. Mereka berguru dan bertanya kepada Rasulullah tentang segala sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya baik dalam urusun dunia maupun akhirat. Mereka mentaati semua yang dikatakan bahkan menirunya. Ketaatan itu agar keberagamaannya dapat mencapai tingkat sempurna.

B.     Tingkatan-Tingkatan Sahabat
Ditinjau dari segi siapa yang telah dahulu masuk Islam dan kualitas kepahlawanannya, maka para sahabat itu ada beberapa tingkatan. Dan para Ulama berbeda pendapat dalam menentukan tingkatan-tingkatan tersebut. Ada yang mengatakan terbagi menjadi lima tingkatan. Dan menurut Imam Al-Hakim mengklarifikasikan menjadi dua belas tingkatan dan ada yang berpendapat lebih dari dua belas tingkatan. Akan tetapi pendapat yang paling populer adalah pendapat Imam Al-Hakim dan adapun rinciannya sebagai barikut:[4]
1.    Sahabat yang memeluk Islam di Mekkah, sebelum hijrah. Seperti khadijah, dan sepuluh orang sahabat yang diakui Nabi saw masuk surga.
2.    Sahabat “Darul Al-Nadwa.“ yaitu, ketika Umar bin Khaththab ra memeluk Islam. Setelah keIslamannya dinyatakan, Nabi saw kemudian dibawanya ke “Darul Al-Nadwa.“ dan seketika itu orang-orang Mekkah berbai’at kepada Nabi saw menyatakan masuk Islam.
3.    Sahabat-sahabat yang hijrah ke Habasah (Ethiopia) pada tahun kelima dari kenabian mereka itu sebanyak sebelas orang laki-laki dan empat orang perempuan. Di antaranya ialah Ustman bin Affan, Zubair bin Al-Awwam, Ja’far bin Abu Thalib, Ruqayyah (istri Utsman), Sahla binti Sahal (istri Abu Khudzaifah). Dan termasuk tingkatan ini ialah sahabat-sahabat yang hijrah ke Habasah (Ethiopia) pada gelombang kedua, sebanyak delapan puluh tiga orang. Mereka itu di antaranya ialah Ja’far bin Abu Thalib bersama istrinya Asma’ binti Umais, Ubaidillah bin Jahsi bersama istrinya Ummu Habibah dan tiga orang saudara  laki-lakinya, Abdullah, Abu Musa, dan Ibnu Mas’ud.
4.    Sahabat-sahabat yang mengikuti bai’at aqobah yang pertama.
5.    Sahabat-sahabat yang mengikuti bai’at aqobah yang kedua.
6.    Sahabat-sahabat yang hijrah ke Madinah, dan yang tiba di Madinah saat Nabi saw masih berada di Quba’ sebelum memasuki Madinah dan membangun masjid.
7.    Sahabat-sahabat yang mengikuti perang Badar.
8.    Sahabat-sahabat yang hijrah pada waktu antara perang Badar dan perjanjian Hudaibiyah.
9.    Sahabat-sahabat yang mengikuti Bai’atu Al-Ridhwan. Mereka adalah orang-orang yang dibai’at dibawah pohon di Hudaibiyah. Bai’atul Al-Ridhwan ini terjadi ketika orang-orang kafir Quraisy mengadakan perjanjian perdamaian dengan Rasulullah saw yang isinya saling mengakui keberadaan kedua belah pihak, sehingga Rasulullah saw akhirnya diberi izin melakukan umrah pada tahunnya berikutnya. Namun Hudaibiyah adalah nama sebuah sumur, dan pohon yang disebut itu berada di dekat sumur tersebut. Berkaitan dengan sahabat-sahabat Bai’atu Al-Ridhwan ini, Rasulullah saw bersabda, “Bahwasanya tidak akan masuk orang-orang yang ikut berbai’at di bawah pohon itu”.
10.  Sahabat-sahabat yang hijrah ke Madinah pada waktu peristiwa Hudaibiyah dan perang pembebasan kota Mekkah. Mereka itu diantaranya ialah Khalid bin Walid, Amr bin Ash (menantu Nabi saw), Abu Hurairah, dan lain-lain.
11.  Sahabat-sahabat yang memeluk Islam ketika terjadi pembebasan kota Mekkah. Mereka ini terdiri golongan orang-orang Quraisy, di antaranya adalah Sufyan bin Harb, dan Hakim bin Hizam.
12.  Sahabat-sahabat yang ketika terjadi pembebasan kota Mekkah, haji wada’, dan lain-lain, masih dalam usia anak-anak dan telah melihat Rasulullah saw. Mereka masuk katagori sahabat. Di antara mereka ialah Hasan, Husain, Ibnu Zubair, Sa’id bin Yazid, dan Abu Thufail Amir bin Wasilah.[5]

C.      Cara Rasulullah Menyampaikan Hadis Kepada Sahabat
Dalam buku Ilmu Hadis karya Munzier Suparta dijelaskan bahwa menurut riwayat Bukhari, Ibnu Mas’ud pernah bercerita untuk tidak melahirkan rasa jenuh dikalangan sahabat, Rasul SAW menyampaikan hadisnya dengan berbagai cara. sehingga para sahabat selalu ingin mengikuti pengajiannya.[6]
Dalam menyampaikan hadis-hadis-nya, Nabi menempuh beberapa cara yaitu:
1)   Melalui majlis al-‘ilm, yaitu pusat atau tempat pengajian yang diadakan oleh Nabi untuk membina para jemaah. Melalui majelis ini para sahabat memperoleh banyak peluang untuk menerima hadis, sehingga mereka berusaha untuk selalu mengkonsentrasikan diri untuk mengikuti kegiataanya.
2)   Dalam banyak kegiatan Rasulullah juga menyampaikan hadisnya melalui para sahabat tertentu, yang kemudian oleh para sahabat tersebut disampaikan kepada orang lain.
3)   Untuk hal-hal sensitif, seperti yang berkaitan dengan keluarga dan kebutuhan biologis, terutama yang menyangkut hubungan suami istri, Nabi menyampaikan melalui istri-istrinya.
4)   Melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka,seperti ketika futūh mekkah dan haji wada’.
5)   Melalui perbuatan langsung yang disaksikan oleh sahabatnya, yaitu dengan jalan musyāhadah, seperti yang berkaitan dengan praktik-praktik ibadah dan muamalah.[7]

D.      Cara Sahabat Menerima dan Menyampaikan Hadis
1.      Cara-cara Sahabat Menerima Hadis
Jumlah sahabat Rasulullah, cukup banyak. Mereka ada yang sehari-hari bergaul dengan beliau, tetapi di antaranya ada yang karena kesibukannya atau karena sebab lainnya, sehingga tidak sempat bergaul dengan beliau.
Dengan keanekaragamannya keadaan para sahabat itu, maka cara mereka menerima hadis juga tidak sama.[8]
Cara-cara yang telah dialami oleh para sahabat dalam menerima hadis Rasul tersebut sebagai berikut: 
a)      Secara Langsung  dari Nabi
Maksudnya ialah para sahabat secara langsung mendengar, melihat, atau menyaksikan tentang apa yang dilakukan, disabdakan atau berhubungan dengan Rasulullah SAW. Hal ini dialami oleh para sahabat dengan melalui majelis pengajian Rasul atau dengan mengajukan pertanyaan maupun yang lainnya.



b)      Secara Tidak Langsung dari Nabi
Pengertian secara tidak langsung adalah para sahabat secara tidak langsung mendengar, melihat, atau menyaksikan tentang apa yang dilakukan, disabdakan atau berhubungan dengan Rasulullah SAW. Hal ini disebabkan para sahabat. Pertama. Dalam keadaan sibuk untuk mengurus keperluaan hidupnya atau kesibukan lainnya. Karna yakni dengan bertanya kepada sahabat yang hadir atau sahabat yang hadir dengan ikhlas memberitahukan tentang pelajarannya yang baru diterima dari Nabi.[9]
 Kedua. Tempat tinggalnya berjauhan dengan tempat tinggalnya Nabi. Ketiga, ada juga para sahabat disebabkan merasa malu untuk bertanya langsung kepada Nabi, karena masalah tersebut yang ditanyakan menyangkut masalah yang sangat pribadi. Sahabat yang memiliki masalah yang demikian  minta tolong kepada sahabat lainnya untuk menanyakan kepada Nabi, sehingga sahabat menerima jawaban berupa hadis secara tidak langsung melalui teman yang dimintai tolong. Keempat, Nabi sendiri minta tolong kepada sahabat, untuk mengemukakan masalah-masalah khusus seperti yang berhubungan dengan soal-soal kewanitaan.[10]
Hal ini diperjelas lagi menurut pendapat Solahudin para sahabat menerima hadis secara langsung dan secara tidak langsung. Adapun penerimaan hadis secara langsung misalnya saat Nabi memberi ceramah, pengajian, Khotbah, atau penjelasan terhadap perntanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat yang lain dan lain-lain.[11]
2.      Cara Sahabat Menyampaikan Hadis
Cara sahabat menyampaikan dan meriwayatkan hadis kepada sahabat lainnya yang tidak menghadiri pada saat Nabi menyampaikan hadis. Hal ini berbeda dengan menyampaikan wahyu al-Qur’an.
Untuk menyampaikan wahyu al-Qur’an para sahabat menyampaikannya secara lafadz sebagaimana yang mereka terima dari Nabi. Sedangkan untuk hadis tidak demikian.
Adapun tentang penyampaian hadis oleh para sahabat dilakukan dengan cara yaitu:[12]
a)    Dengan lafadz asli
Maksudnya adalah mereka melafadzkan sesuai dengan lafadz yang mereka terima dari Nabi. Sahabat yang melakukan dan melaksanakan cara ini karena mereka kuat daya ingatannya atau daya lafadznya, juga setelah menerima hadis dari Nabi lalu mempelajarinya. Dan mengulanginya dengan jiwa penuh ketaatan dan konsentrasi.
b)   Dengan maknanya saja atau secara maknawi
Yakni hadis tersebut disampaikan oleh sahabat dengan mengemukakan maknanya saja, tidak menurut lafadz-lafadz seperti yang diucapkan Rasul. Jadi, bahasa dan lafadz disusun oleh sahabat. Sedangkan, isinnya berasal dari Nabi. Karena itu banyak hadis yang mempunyai maksud sama tetapi dengan matan yang berbeda.[13]
Memang mereka meriwayatkan hadis adakalanya dengan maknanya saja. Yang penting dari hadis ialah isi. Bahasa dan lafadz, boleh disusun dengan kata-kata lain, asal isinya telah ada dan sama.
Hal ini berbeda dalam meriwayatkan al-Qur’an, yakni harus dengan lafadz dan maknanya yang asli dan sedikitpun tidak boleh ada perubahan dalam riwayat itu.[14]

E.     Perbedaan Sahabat dalam Menguasai Hadis
Di antara para sahabat tidak sama kadar perolehan dan penguasaan hadis. Hal ini, tergantung kepada beberapa hal. Pertama, perbedaan mereka dalam soal kesempatan bersama Rasul SAW. Kedua, perbedaan mereka dalam soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain. Ketiga, perbedaan mereka kerena berbedanya waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari masjid Rasul SAW.[15] Dan menurut pendapat Syuhudi Ismail menambahkan sebab-sebab para sahabat tidak sederajat pengetahuannya tentang hadis sebagai berikut: pertama, karena tempat tinggalnya yang jauh. Hal ini akan mempengaruhi banyak sedikitnya hadis yang dapat diterima dari Nabi dan akan mempengaruhi pemahamannya terhadap hadis-hadis Nabi. Kedua, karena kesibukan sehari-hari. Ketiga, karena intelektual dan kecakapan. Keempat, keintiman/keakrapan pergaulannya dengan Nabi. Kelima, masa cepat atau lambatnya masuk Islam.[16]

F.     Sahabat Yang Meriwayatkan Hadis Nabi SAW
Para sahabat tidak sama banyak dalam periwayatan hadis. Di mana di antara mereka ada yang lebih banyak dalam periwayatan hadis dari pada yang lain. Hal ini tergantung dari ketekunan dan keahlian dari masing-masing yang meriwayatkan, karena tidak semua sahabat menekuni satu bidang.[17]
Adapun sahabat-sahabat yang populer meriwayatkan hadis Rasulullah saw ada tujuh orang. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kontribusi yang sangat besar dan berperan penting dalam meriwayatkan hadis Nabi saw. Mereka telah meriwayatkan lebih dari seribu hadis.[18] Adapun nama-nama yang meriwayatkan hadis Nabi saw sebagai berikut.
1.    Abu Hurairah
Abu Hurairah adalah sahabat Nabi yang paling banyak meriwayatkan hadis di antara tujuh orang tersebut. Baqi’ bin Mukallad mengatakan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan hadis sebanyak 5374 hadis. Di antara jumlah tersebut, 352 hadis disepakati oleh Bukhari Muslim, 93 hadis diriwayatkan sendiri dan 198 hadis diriwayatkan oleh Muslim.
Abu Hurairah menerima hadis dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya:
a.       Rajin menghadiri majelis Nabi
b.      Selalu menemani Rasul
c.       Daya ingatannya kuat, karena ia salah seorang sahabat yang mendapat do’a dari Nabi sehingga hapalannya dan tidak pernah lupa apa yang ia dengar dari Rasululluh.
d.      Banyak berjumpa dengan sahabat senior sekalipun Nabi telah wafat.[19]

2.      Abdullah Ibn Umar ibn Al-Khaththab
Adapun hadis yang diriwayatkan oleh beliau hampir menyamai jumlah riwayat Abu Hurairah, yaitu sebanyak 2.630 hadis. Ia termasuk salah seorang Al-Ubadalah, yaitu sebutan bagi orang yang dipanggil Abdullah yang empat, yang masyhur dengan fatwanya. Mereka adalah Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Amr ibn Al-ash, dan Abdullah ibn Zubair.[20]
3.      Anas bin Malik
Jumlah hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik mencapai 2.286 buah hadis. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik sebanyak
83 buah hadis dan Muslim sebanyak 71 buah hadis. Sanad yang paling shahih adalah hadis yang diriwayatkan dari Malik dari Az-Zuhri dari Anas bin Malik.[21]
4.      Aisyah binti Abu Bakar Al-Shiddiq
Jumlah hadis yang diriwayatkan Aisyah binti Abu Bakar Al-Shiddiq sebanyak 2.210 buah hadis, Imam Al-Bukhari meriwayatkan darinya sebanyak 54 buah hadis dan muslim meriwayatkan sebannyak 68 buah hadis. Dia banyak meriwayatkan hadis dari sahabat dan tābi’īn.[22]
5.      Abdullah Ibn Abbas
Jumlah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Abbas sebannyak 1.660 buah hadis. Imam Al-Bukhari meriwayatkan sebannyak 120 buah hadis dan Imam Muslim sebanyak 49 buah hadis. Adapun sebab beliau banyak meriwayatkan hadis dikarenakan ia adalah hubungan keluarga dengan Nabi sangat dekat, karena kemauannya untuk menuntut Ilmu-ilmu agama terutama hadis dari Nabi, beliau juga rajin menemui para sahabat untuk mendapatkan hadis-hadis Rasulullah.[23]
6.      Jabir ibn Abdullah Al-Anshari
Jumlah hadis yang diriwayatkan oleh beliau sebanyak 1.540 buah hadis. Al-Bukhari dan Muslim sepakat meriwayatkan sebannyak 60 buah hadis. Al-bukhari sendiri meriwayatkan sebannyak 26 buah hadis dan Muslim meriwayatkan sebannyak 126 buah hadis.[24]
7.      Abu Sa’id Al-Khudri
Jumlah hadis yang diriwayatkan oleh beliau sebanyak 1.170 hadis.














BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1)   Pengertian sahabat menurut adat berati kawan atau teman yang selalu berada bersama. Sedangkan menurut istilah orang yang pernah bertemu dengan Nabi SAW, beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan beriman pula.
2)   Tingkatan-tingkatan sahabat ada dua belas tingkatan sebagaimana telah dijelaskan diatas
3)   Cara Rasulullah menyampaikan hadis kepada sahabat yaitu melalui majelis ta’lim, ceramah atau pidato, perbuatan langsung dan juga pada kesempatan hal-hal yang sensitif yang berkaitan dengan keluarga dan kebutuhan biologis terutama hubungan suami istri .
4)   Cara sahabat meneriman hadis dari Nabi terkadang secara langsung juga secara tidak langsung. Dan menyampaikan hadis secara lafadzi atau lafazl asli terkadang secara maknawi atau maknanya saja.
5)   Perbedaaan sahabat dalam menguasai hadis Pertama, perbedaan mereka dalam soal kesempatan bersama Rasul SAW. Kedua, perbedaan mereka dalam soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain. Ketiga, perbedaan mereka kerena berbedanya waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari masjid Rasul SAW. Dan ada yang mengatakan dikarenakan tempat tinggal jauh, karena sibuk, karena intelektual dan kecakapan,, keintiman dan keakrapan pergaulannya dengan Nabi, dan yang terakhir masa cepat atau lambatnya masuk Islam.
6)   Sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis adalah seperti: Abu Hurairah, Abdullah ibn Umar ibn Khaththab, Anas ibn Malik, Aisyah ash-Shiddiqiyah, Abdullah ibn Abbas, Jabir ibn Abdullah dan terakhir Abu Said al-Khudry. Tidak ada dalam kalangan sahabat, orang yang meriwayatkan hadis lebih dari seribu hadis, selain mereka ini.

B.     Saran
Demikian pembahasan makalah ini, penulis menyadari bahwa karya tulis apapun tidak akan terlepas dari bentuk kesalahan dan kekurangan, baik isi bahasan maupun  teknis penulisan. Pada kesempatan ini, penulis merasa sadar bahwa tulisan atau makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran dari saudara dan teman-teman semua demi kesempurnaan makalah ini.
























DAFTAR PUSTAKA


Al-Maliki, Muhammad Alawi. 2012. Ilmu Ushul Hadis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ash-Shiddieqy, Hasbi Teungku Muhammad. 2009. Sejarah & Pengantar Ilmu Hadis. Semarang: Pustaka Rizki Putra.

Idri. 2013. Studi Hadis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ismail, Syuhudi. 1987. Pengantar Ilmu Hadis. Bandung: Angkasa.
Khaeruman, Badri. 2010. Ulum Al-Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
Khon, Abdul Majid. 2012. Ulumul Hadis.;Edisi Revisi Jakarta: Amzah.
----------------------. 2011. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.
Solahudin. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
Suparta, Munzier. 2013. Ilmu Hadis. Jakarta: Rajawali Pers.








[1] Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis (Bandung: Angkasa, 1987), 29.
[2] Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 163.
[3] Ismail, pengantar, 30.
[4] Al-Miliki, Ilmu Ushul, 183.
[5] Ibid., 184-185.
[6] Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), 72.
[7] Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), 32-35.
[8] Ismail, pengantar, 85.
[9] Ibid.
[10] Ibid., 86.
[11] Solahudin, Ulumul Hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 34.
[12] Ismail, pengantar, 87.
[13] Ibid., 88.
[14] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadis (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), 39.
[15] Suparta, Ilmu, 73.
[16] Ismail, pengantar, 89.                               
[17] Abdul Majid khon, Ulumul Hadis: Edisi Revisi. (Jakarta: Amzah, 2012), 280.
[18] Al-maliki, Ilmu Ushul, 187.                                   
[19] Abdul Majid khon, Ulumul Hadis  (Jakarta: Amzah, 201), 249.
[20] Badri, Khaeruman, Ulum Al-Hadis (Bandung: Pustaka Seti, 2010), 228.
[21] Khon, Ulumul Hadis, 286.
[22] Ibid., 288.
[23] Ibid., 289.
[24] Khaeruman, Ulum,  233.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar