PERAN SAHABAT NABI DALAM PERIWAYATAN HADIS
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi
tugas matakuliah “Studi Hadis” yang dibina oleh
Bapak Prof. H. Dr. Idri, M.Ag.

Oleh :
QURRATUL AINI
NIM : 18201521025
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM MAGISTER (S2)
PASCASARJANA STAIN PAMEKASAN
MEI 2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Tuhan yang menciptakan
semesta alam dan segala isinya dan mengatur geraknya secara harmonis.
Dan kabaikan semoga selalu bersama panutan
semua umat di bumi, Muhammad SAW, beserta seluruh sahabat dan pengikutnya.
Rasa syukur tak bisa penulis ungkapkan dengan
lisan. Banyak kebaikan dan nikmat, yang Ia beri pada kita, terutama nikmat
kesempatan untuk selalu berbuat kebaikan dan berbuat lebih baik.
Penulis sangat merasa bersyukur, makalah yang
ada di hadapan saudara bisa tersajikan pada kesempatan ini. Untuk memenuhi
matakuliah “Studi Hadis” yang dibina oleh Bapak “Prof. Dr. H. Idri, M.
Ag. “. Tak ada kata yang penulis haturkan kecuali kalimat Hamdalah atas
selesainya makalah ini. Al Hamdulillahirabbil A’lamien.
Makalah yang ada di tangan saudara ini adalah
makalah sederhana yang disusun secara sistematis untuk mengungkap dan
menyingkap kembali proses periwayatan hadis pada masa sahabat. Di mana
pembahasannya penulis juga tekankan pada peran sahabat yang ikut andil di
dalam.
Penulis katakan bahwa hadis yang menjadi salah
satu pegangan hidup umat Islam ini selain al-Qur’an menjadi satu pokok bahasan
dan kajian umat, tidak hanya kaum muslim tetapi juga para pengkaji di luar
Islam termasuk oreintalis yang selalu mencari celah dan kelemahan Islam. Maka, dalam
konteks ini dirasa perlu untuk melakukan satu kajian yang mendalam, atas
periwayatan hadis, sebagai salah satu usaha untuk itu adalah diskusi melalui
makalah ini.
Judul makalah ini penulis bahas dalam beberapa
sub bahasan, dengan tujuan agar pembahasan dan pendalaman tentang peran sahabat
dalam periwayatan hadis ini tidak mengarah pada satu bahasan saja. Penulis paparkan
bahasan ini mulai dari apa dan siapa sahabat itu hingga pada peran dan proses
periwayatan hadis, dengan tujuan pembahasan ini lehih komperhensif.
Sebagaimana mestinya, karya tulis apapun tidak
akan terlepas dari bentuk kesalahan dan kekurangan, baik isi bahasan
maupun teknis penulisan. Pada kesempatan
ini, penulis merasa sadar bahwa tulisan atau makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Maka dari penulis sudi menerima masukan, kritik dan saran dari
saudara demi kesempurnaan makalah ini.
Ahirnya, penulis berharap semoga makalah ini
membawa banyak manfaat bagi kita semua. Amien ya Rabbal al A’alamien.
Pamekasan,
30 Mei 2015
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ………………………………………………… i
KATA PENGANTAR …………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………. iv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..........………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………. 2
C. Tujuan Rumusan Masalah ……………………………………… 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Sahabat.............…………………………………….. 3
B. Tingkatan-Tingkatan
Sahabat...................................................… 4
C. Cara Rasulullah Menyampaikan Hadis Kepada Sahabat ……….. 5
D. Cara Sahabat Menerima dan Menyampaikan Hadis................…. 6
E. Perbedaan Sahabat dalam Menguasai Hadis.........……………… 8
F. Sahabat yang Meriwayatkan Hadis Nabi Saw ………………… 9
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan ……………………………………………………. 12
B. Saran ……………………………………………………………. 13
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Periwayatan hadis menjadi satu hal yang sangat urgen dan
krusial dalam pembahasan Ilmu hadis, karena hadis diyakini oleh umat Muslim
sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur’an. Sebagai sumber ajaran,
tentunya hadis Nabi dipelajari dari tingkat yang paling dasar hingga yang
paling tinggi, terutama berbagai kajian yang berkaitan dengan hadis lebih-lebih
periwayatan yang memiliki kajian yang sangat luas dan mendalam.
Hingga sampai saat ini, hadis yang dipelajari tidak saja
menyangkut teks atau matan, tetapi menyangkut seluruh aspek yang terkait
dengannya, terutama yang menyangkut periwayatan hadis dan orang-orang yang
meriwayatkan. Karena periwayatan merupakan hal yang
terpenting dalam studi hadis. Maka tidak heran kalau orang-orang orientalis
menyerang Islam pada kajian periwayatan hadis.
Kalau kita teliti sejauh ini, banyak kajian
mengenai periwayaan hadis yang dilakukan oleh para ahli dan para tokohnya,
seperti Imam Al-Bukhori
dipandang sebagai ilmuan hadis terkemuka dan jasa-jasanya hingga saat ini
sangat diterasakan umat Islam. Karya-karya yang tersebar di
mana-mana menjadi rujukan yang sampai saat ini masih hangat dikaji tidak hanya
oleh Umat Islam sendiri tapi juga para orientalis yang selalu mencari-cari
kelemahan Islam.
Membahas periwayatan hadis, maka hal ini tidak
lepas dari peran para sahabat Nabi dan para tābi’it tābi’īn yang
memiliki peran penting dalam periwayatan,
penulisan hingga penyebarannya. Dalam konteks pembahasan makalah ini, penulis akan mencoba memfokuskan
kajian di dalamnya pada periwayatan hadis pada masa sahabat.
B. Rumusan Masalah
Berlatar pada deskripsi latar belakang di atas maka,
makalah yang ada di tangan pembaca akan difokuskan pada enam sub pembahasan, yaitu :
1. Apa Pengertian Sahabat ?
2. Bagaimana Tingkatan-Tingkatan
Sahabat ?
3. Bagaimana Cara
Rasulullah Menyampaikan
Hadis Kepada Sahabat ?
4. Bagaimana Cara Sahabat Meneriman dan Menyampaikan Hadis ?
5. Bagaimana Perbedaaan Sahabat dalam Menguasai Hadis ?
6. Siapa Saja
Sahabat yang Meriwayatkan
Hadis ?
C. Tujuan Rumusan Masalah
Seperti yang telah terkonsep di atas, pada rumusan
masalah bahwa pembahasan makalah ini
akan kita perdalam pada enam pembahasan, maka tujuan perumusan masalah akan
kita fokuskan pada apa yang sudah terkonsep sesuai dengan rumusan masalah, yaitu :
1. Untuk Menjelaskan Pengertian Sahabat
2. Untuk Menjelaskan Tingkatan-Tingkatan Sahabat
3. Untuk Menjelaskan Cara
Rasulullah Menyampaikan
Hadis Kepada Sahabat
4. Untuk Menjelaskan Cara Sahabat Meneriman
dan Menyampaikan Hadis
5. Untuk Menjelaskan Perbedaaan
Sahabat dalam Menguasai Hadis
6. Untuk Menyajikan Sahabat
yang Meriwayatkan Hadis
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Sahabat
Menurut bahasa,
sahabat (jama’ dari shahib) berarti “yang empunya dan yang menyertai”.
Menurut adat,
berarti: kawan atau teman yang selalu berada bersama-sama.[1]
Sedangkan, menurut istilah orang yang pernah bertemu dengan Nabi SAW, beriman
kepadanya dan meninggal dalam keadaan beriman pula.[2]
Adapun menurut
istilah, para Ulama berbeda pendapat:
1.
Jumhur Ulama Hadis
berpendapat:
Bahwa sahabat
ialah:
“ Orang yang bertemu Rasulullah SAW,
dengan pertemuan yang wajar sewaktu Rasulullah SAW masih hidup dalam keadaan
Islam dan beriman.
2.
Al-Jahidl
berpendapat:
Bahwa sahabat ialah orang Islam yang
berjumpa dengan Nabi, lama persahabatannya dengan Nabi dan meriwayatkan Hadis
dari beliau.
3.
Said bin Mujahid
menyatakan:
Bahwa kesahabatan seseorang disyaratkan
harus bergaul dengan Rasulullah setahun atau dua tahun, selain disyaratkan
Islam dan Iman.
4.
Hasbi
Ash-Shiddieqy berpendapat:
Bahwa sahabat ialah orang yang ada
persahabatan dengan Nabi, persahabatan yang mesra yang timbul dari keimanan dan
ketaatan.[3]
Para sahabat
sangat mencintai Rasulullah melebihi cinta mereka kepada keluarga bahkan
dirinya sendiri. Mereka selalu berusaha menghafal ajaran-ajaran Islam melalui
al-Qur’an, juga selalu rindu bertemu Rasulullah untuk mendapatkan ajaran agama,
termasuk hadis-hadisnya. Betapa penting kedudukan hadis Nabi dalam agama Islam
yang merupakan pilar kedua dari al-Qur’an.
Umat Islam pada
masa Rasulullah dapat secara langsung memperoleh hadis dari Rasulullah SAW
sebagai sumber Hadis. Kedudukan yang demikian menjadikan semua perkataan,
perbuatan dan taqrir Nabi sebagai referensi bagi sahabat, dan para sahabat
tidak menyia-nyiakan keberadaan Rasulullah. Mereka berguru dan bertanya kepada
Rasulullah tentang segala sesuatu yang mereka tidak mengetahuinya baik dalam
urusun dunia maupun akhirat. Mereka mentaati semua yang dikatakan bahkan
menirunya. Ketaatan itu agar keberagamaannya dapat mencapai tingkat sempurna.
B.
Tingkatan-Tingkatan
Sahabat
Ditinjau dari
segi siapa yang telah dahulu masuk Islam dan kualitas kepahlawanannya, maka
para sahabat itu ada beberapa tingkatan. Dan para Ulama berbeda pendapat dalam
menentukan tingkatan-tingkatan tersebut. Ada yang mengatakan terbagi menjadi
lima tingkatan. Dan menurut Imam Al-Hakim mengklarifikasikan menjadi dua belas
tingkatan dan ada yang berpendapat lebih dari dua belas tingkatan. Akan tetapi
pendapat yang paling populer adalah pendapat Imam Al-Hakim dan adapun
rinciannya sebagai barikut:[4]
1. Sahabat
yang memeluk Islam di Mekkah, sebelum hijrah. Seperti khadijah, dan sepuluh
orang sahabat yang diakui Nabi saw masuk surga.
2. Sahabat
“Darul Al-Nadwa.“ yaitu, ketika Umar bin Khaththab ra memeluk Islam.
Setelah keIslamannya dinyatakan, Nabi saw kemudian dibawanya ke “Darul
Al-Nadwa.“ dan seketika itu orang-orang Mekkah berbai’at kepada Nabi saw
menyatakan masuk Islam.
3. Sahabat-sahabat
yang hijrah ke Habasah (Ethiopia) pada tahun kelima dari kenabian mereka itu
sebanyak sebelas orang laki-laki dan empat orang perempuan. Di antaranya ialah
Ustman bin Affan, Zubair bin Al-Awwam, Ja’far bin Abu Thalib, Ruqayyah (istri
Utsman), Sahla binti Sahal (istri Abu Khudzaifah). Dan termasuk tingkatan ini
ialah sahabat-sahabat yang hijrah ke Habasah (Ethiopia) pada gelombang kedua,
sebanyak delapan puluh tiga orang. Mereka itu di antaranya ialah Ja’far bin Abu
Thalib bersama istrinya Asma’ binti Umais, Ubaidillah bin Jahsi bersama
istrinya Ummu Habibah dan tiga orang saudara
laki-lakinya, Abdullah, Abu Musa, dan Ibnu Mas’ud.
4. Sahabat-sahabat
yang mengikuti bai’at aqobah yang pertama.
5. Sahabat-sahabat
yang mengikuti bai’at aqobah yang kedua.
6. Sahabat-sahabat
yang hijrah ke Madinah, dan yang tiba di Madinah saat Nabi saw masih berada di
Quba’ sebelum memasuki Madinah dan membangun masjid.
7. Sahabat-sahabat
yang mengikuti perang Badar.
8. Sahabat-sahabat
yang hijrah pada waktu antara perang Badar dan perjanjian Hudaibiyah.
9. Sahabat-sahabat
yang mengikuti Bai’atu Al-Ridhwan. Mereka adalah orang-orang yang dibai’at
dibawah pohon di Hudaibiyah. Bai’atul Al-Ridhwan ini terjadi ketika orang-orang
kafir Quraisy mengadakan perjanjian perdamaian dengan Rasulullah saw yang
isinya saling mengakui keberadaan kedua belah pihak, sehingga Rasulullah saw
akhirnya diberi izin melakukan umrah pada tahunnya berikutnya. Namun Hudaibiyah
adalah nama sebuah sumur, dan pohon yang disebut itu berada di dekat sumur
tersebut. Berkaitan dengan sahabat-sahabat Bai’atu Al-Ridhwan ini, Rasulullah
saw bersabda, “Bahwasanya tidak akan masuk orang-orang yang ikut berbai’at
di bawah pohon itu”.
10. Sahabat-sahabat
yang hijrah ke Madinah pada waktu peristiwa Hudaibiyah dan perang pembebasan
kota Mekkah. Mereka itu diantaranya ialah Khalid bin Walid, Amr bin Ash
(menantu Nabi saw), Abu Hurairah, dan lain-lain.
11. Sahabat-sahabat
yang memeluk Islam ketika terjadi pembebasan kota Mekkah. Mereka ini terdiri
golongan orang-orang Quraisy, di antaranya adalah Sufyan bin Harb, dan Hakim
bin Hizam.
12. Sahabat-sahabat
yang ketika terjadi pembebasan kota Mekkah, haji wada’, dan lain-lain, masih dalam
usia anak-anak dan telah melihat Rasulullah saw. Mereka masuk katagori sahabat.
Di antara mereka ialah Hasan, Husain, Ibnu Zubair, Sa’id bin Yazid, dan Abu
Thufail Amir bin Wasilah.[5]
C.
Cara Rasulullah
Menyampaikan Hadis Kepada Sahabat
Dalam buku Ilmu Hadis
karya Munzier Suparta dijelaskan bahwa menurut riwayat Bukhari, Ibnu Mas’ud
pernah bercerita untuk tidak melahirkan rasa jenuh dikalangan sahabat, Rasul
SAW menyampaikan hadisnya dengan berbagai cara. sehingga para sahabat selalu
ingin mengikuti pengajiannya.[6]
Dalam
menyampaikan hadis-hadis-nya, Nabi menempuh beberapa cara yaitu:
1) Melalui
majlis al-‘ilm, yaitu pusat atau tempat pengajian yang diadakan oleh
Nabi untuk membina para jemaah. Melalui majelis ini para sahabat memperoleh
banyak peluang untuk menerima hadis, sehingga mereka berusaha untuk selalu
mengkonsentrasikan diri untuk mengikuti kegiataanya.
2) Dalam
banyak kegiatan Rasulullah juga menyampaikan hadisnya melalui para sahabat
tertentu, yang kemudian oleh para sahabat tersebut disampaikan kepada orang
lain.
3) Untuk
hal-hal sensitif, seperti yang berkaitan dengan keluarga dan kebutuhan
biologis, terutama yang menyangkut hubungan suami istri, Nabi menyampaikan
melalui istri-istrinya.
4) Melalui
ceramah atau pidato di tempat terbuka,seperti ketika futūh mekkah dan
haji wada’.
5) Melalui
perbuatan langsung yang disaksikan oleh sahabatnya, yaitu dengan jalan musyāhadah,
seperti yang berkaitan dengan praktik-praktik ibadah dan muamalah.[7]
D.
Cara Sahabat
Menerima dan Menyampaikan Hadis
1.
Cara-cara
Sahabat Menerima Hadis
Jumlah sahabat
Rasulullah, cukup banyak. Mereka ada yang sehari-hari bergaul dengan beliau,
tetapi di antaranya ada yang karena kesibukannya atau karena sebab lainnya,
sehingga tidak sempat bergaul dengan beliau.
Dengan
keanekaragamannya keadaan para sahabat itu, maka cara mereka menerima hadis
juga tidak sama.[8]
Cara-cara yang
telah dialami oleh para sahabat dalam menerima hadis Rasul tersebut sebagai
berikut:
a)
Secara
Langsung dari Nabi
Maksudnya ialah para
sahabat secara langsung mendengar, melihat, atau menyaksikan tentang apa yang
dilakukan, disabdakan atau berhubungan dengan Rasulullah SAW. Hal ini dialami
oleh para sahabat dengan melalui majelis pengajian Rasul atau dengan mengajukan
pertanyaan maupun yang lainnya.
b)
Secara Tidak Langsung
dari Nabi
Pengertian secara
tidak langsung adalah para sahabat secara tidak langsung mendengar, melihat,
atau menyaksikan tentang apa yang dilakukan, disabdakan atau berhubungan dengan
Rasulullah SAW. Hal ini disebabkan para sahabat. Pertama. Dalam keadaan
sibuk untuk mengurus keperluaan hidupnya atau kesibukan lainnya. Karna yakni
dengan bertanya kepada sahabat yang hadir atau sahabat yang hadir dengan ikhlas
memberitahukan tentang pelajarannya yang baru diterima dari Nabi.[9]
Kedua. Tempat tinggalnya berjauhan
dengan tempat tinggalnya Nabi. Ketiga, ada juga para sahabat disebabkan merasa
malu untuk bertanya langsung kepada Nabi, karena masalah tersebut yang
ditanyakan menyangkut masalah yang sangat pribadi. Sahabat yang memiliki masalah
yang demikian minta tolong kepada
sahabat lainnya untuk menanyakan kepada Nabi, sehingga sahabat menerima jawaban
berupa hadis secara tidak langsung melalui teman yang dimintai tolong. Keempat,
Nabi sendiri minta tolong kepada sahabat, untuk mengemukakan masalah-masalah
khusus seperti yang berhubungan dengan soal-soal kewanitaan.[10]
Hal ini
diperjelas lagi menurut pendapat Solahudin para sahabat menerima hadis secara
langsung dan secara tidak langsung. Adapun penerimaan hadis secara langsung
misalnya saat Nabi memberi ceramah, pengajian, Khotbah, atau penjelasan
terhadap perntanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung
adalah mendengar dari sahabat yang lain dan lain-lain.[11]
2.
Cara Sahabat
Menyampaikan Hadis
Cara sahabat
menyampaikan dan meriwayatkan hadis kepada sahabat lainnya yang tidak
menghadiri pada saat Nabi menyampaikan hadis. Hal ini berbeda dengan
menyampaikan wahyu al-Qur’an.
Untuk menyampaikan
wahyu al-Qur’an para sahabat menyampaikannya secara lafadz sebagaimana yang
mereka terima dari Nabi. Sedangkan untuk hadis tidak demikian.
Adapun tentang
penyampaian hadis oleh para sahabat dilakukan dengan cara yaitu:[12]
a)
Dengan lafadz
asli
Maksudnya adalah
mereka melafadzkan sesuai dengan lafadz yang mereka terima dari Nabi. Sahabat yang
melakukan dan melaksanakan cara ini karena mereka kuat daya ingatannya atau daya
lafadznya, juga setelah menerima hadis dari Nabi lalu mempelajarinya. Dan
mengulanginya dengan jiwa penuh ketaatan dan konsentrasi.
b)
Dengan maknanya
saja atau secara maknawi
Yakni hadis
tersebut disampaikan oleh sahabat dengan mengemukakan maknanya saja, tidak
menurut lafadz-lafadz seperti yang diucapkan Rasul. Jadi, bahasa dan lafadz
disusun oleh sahabat. Sedangkan, isinnya berasal dari Nabi. Karena itu banyak hadis
yang mempunyai maksud sama tetapi dengan matan yang berbeda.[13]
Memang mereka
meriwayatkan hadis adakalanya dengan maknanya saja. Yang penting dari hadis
ialah isi. Bahasa dan lafadz, boleh disusun dengan kata-kata lain, asal isinya
telah ada dan sama.
Hal ini berbeda
dalam meriwayatkan al-Qur’an, yakni harus dengan lafadz dan maknanya yang asli
dan sedikitpun tidak boleh ada perubahan dalam riwayat itu.[14]
E.
Perbedaan
Sahabat dalam Menguasai Hadis
Di antara para
sahabat tidak sama kadar perolehan dan penguasaan hadis. Hal ini, tergantung
kepada beberapa hal. Pertama, perbedaan mereka dalam soal kesempatan
bersama Rasul SAW. Kedua, perbedaan mereka dalam soal kesanggupan
bertanya kepada sahabat lain. Ketiga, perbedaan mereka kerena berbedanya
waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari masjid Rasul SAW.[15]
Dan menurut pendapat Syuhudi Ismail menambahkan sebab-sebab para sahabat tidak
sederajat pengetahuannya tentang hadis sebagai berikut: pertama, karena
tempat tinggalnya yang jauh. Hal ini akan mempengaruhi banyak sedikitnya hadis
yang dapat diterima dari Nabi dan akan mempengaruhi pemahamannya terhadap hadis-hadis
Nabi. Kedua, karena kesibukan sehari-hari. Ketiga, karena
intelektual dan kecakapan. Keempat, keintiman/keakrapan pergaulannya
dengan Nabi. Kelima, masa cepat atau lambatnya masuk Islam.[16]
F. Sahabat Yang Meriwayatkan Hadis Nabi SAW
Para sahabat tidak sama
banyak dalam periwayatan hadis. Di mana di antara mereka ada yang lebih banyak dalam
periwayatan hadis dari pada yang lain. Hal ini tergantung dari ketekunan dan
keahlian dari masing-masing yang meriwayatkan, karena tidak semua sahabat
menekuni satu bidang.[17]
Adapun sahabat-sahabat
yang populer meriwayatkan hadis Rasulullah saw ada tujuh orang. Mereka adalah
orang-orang yang memiliki kontribusi yang sangat besar dan berperan penting
dalam meriwayatkan hadis Nabi saw. Mereka telah meriwayatkan lebih dari seribu hadis.[18]
Adapun nama-nama yang meriwayatkan hadis Nabi saw sebagai berikut.
1. Abu Hurairah
Abu Hurairah adalah sahabat Nabi yang paling banyak
meriwayatkan hadis di antara tujuh orang tersebut. Baqi’ bin Mukallad
mengatakan bahwa Abu Hurairah meriwayatkan hadis sebanyak 5374 hadis. Di antara
jumlah tersebut, 352 hadis disepakati oleh Bukhari Muslim, 93 hadis
diriwayatkan sendiri dan 198 hadis diriwayatkan oleh Muslim.
Abu Hurairah menerima hadis dipengaruhi oleh beberapa
faktor, di antaranya:
a.
Rajin menghadiri majelis
Nabi
b.
Selalu menemani Rasul
c.
Daya ingatannya kuat, karena
ia salah seorang sahabat yang mendapat do’a dari Nabi sehingga hapalannya dan
tidak pernah lupa apa yang ia dengar dari Rasululluh.
d.
Banyak berjumpa dengan
sahabat senior sekalipun Nabi telah wafat.[19]
2.
Abdullah Ibn Umar ibn
Al-Khaththab
Adapun hadis yang diriwayatkan oleh beliau hampir menyamai
jumlah riwayat Abu Hurairah, yaitu sebanyak 2.630 hadis. Ia termasuk salah
seorang Al-Ubadalah, yaitu sebutan bagi orang yang dipanggil Abdullah yang
empat, yang masyhur dengan fatwanya. Mereka adalah Abdullah ibn Abbas, Abdullah
ibn Amr ibn Al-ash, dan Abdullah ibn Zubair.[20]
3.
Anas bin Malik
Jumlah hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik mencapai
2.286 buah hadis. Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik sebanyak
83 buah hadis dan Muslim sebanyak 71 buah hadis. Sanad
yang paling shahih adalah hadis yang diriwayatkan dari Malik dari Az-Zuhri dari
Anas bin Malik.[21]
4.
Aisyah binti Abu Bakar
Al-Shiddiq
Jumlah hadis yang diriwayatkan Aisyah binti Abu Bakar
Al-Shiddiq sebanyak 2.210 buah hadis, Imam Al-Bukhari meriwayatkan darinya
sebanyak 54 buah hadis dan muslim meriwayatkan sebannyak 68 buah hadis. Dia
banyak meriwayatkan hadis dari sahabat dan tābi’īn.[22]
5.
Abdullah Ibn Abbas
Jumlah hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibn
Abbas sebannyak 1.660 buah hadis. Imam Al-Bukhari meriwayatkan sebannyak 120
buah hadis dan Imam Muslim sebanyak 49 buah hadis. Adapun sebab beliau banyak
meriwayatkan hadis dikarenakan ia adalah hubungan keluarga dengan Nabi sangat
dekat, karena kemauannya untuk menuntut Ilmu-ilmu agama terutama hadis dari
Nabi, beliau juga rajin menemui para sahabat untuk mendapatkan hadis-hadis
Rasulullah.[23]
6.
Jabir ibn Abdullah
Al-Anshari
Jumlah hadis yang diriwayatkan oleh beliau sebanyak 1.540
buah hadis. Al-Bukhari dan Muslim sepakat meriwayatkan sebannyak 60 buah hadis.
Al-bukhari sendiri meriwayatkan sebannyak 26 buah hadis dan Muslim meriwayatkan
sebannyak 126 buah hadis.[24]
7.
Abu Sa’id Al-Khudri
Jumlah hadis yang diriwayatkan oleh beliau sebanyak 1.170
hadis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1)
Pengertian
sahabat menurut adat berati kawan atau teman yang selalu berada bersama.
Sedangkan menurut istilah orang yang pernah bertemu dengan Nabi SAW, beriman
kepadanya dan meninggal dalam keadaan beriman pula.
2)
Tingkatan-tingkatan
sahabat ada dua belas tingkatan sebagaimana telah dijelaskan diatas
3)
Cara Rasulullah menyampaikan
hadis kepada sahabat yaitu melalui majelis ta’lim, ceramah atau pidato,
perbuatan langsung dan juga pada kesempatan hal-hal yang sensitif yang
berkaitan dengan keluarga dan kebutuhan biologis terutama hubungan suami istri
.
4)
Cara sahabat meneriman hadis
dari Nabi terkadang secara langsung juga secara tidak langsung. Dan menyampaikan
hadis secara lafadzi atau lafazl asli terkadang secara maknawi atau maknanya
saja.
5)
Perbedaaan
sahabat dalam menguasai hadis Pertama, perbedaan
mereka dalam soal kesempatan bersama Rasul SAW. Kedua, perbedaan mereka
dalam soal kesanggupan bertanya kepada sahabat lain. Ketiga, perbedaan
mereka kerena berbedanya waktu masuk Islam dan jarak tempat tinggal dari masjid
Rasul SAW. Dan ada yang mengatakan dikarenakan tempat tinggal jauh, karena
sibuk, karena intelektual dan kecakapan,, keintiman dan keakrapan pergaulannya
dengan Nabi, dan yang terakhir masa cepat atau lambatnya masuk Islam.
6)
Sahabat yang paling banyak
meriwayatkan hadis adalah seperti: Abu Hurairah, Abdullah ibn Umar ibn
Khaththab, Anas ibn Malik, Aisyah ash-Shiddiqiyah, Abdullah ibn Abbas, Jabir
ibn Abdullah dan terakhir Abu Said al-Khudry. Tidak ada dalam kalangan sahabat,
orang yang meriwayatkan hadis lebih dari seribu hadis, selain mereka ini.
B. Saran
Demikian pembahasan
makalah ini, penulis menyadari bahwa karya tulis apapun tidak akan terlepas
dari bentuk kesalahan dan kekurangan, baik isi bahasan maupun teknis penulisan. Pada kesempatan ini,
penulis merasa sadar bahwa tulisan atau makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu penulis mengharapkan masukan, kritik dan saran dari saudara dan teman-teman
semua demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Maliki,
Muhammad Alawi. 2012. Ilmu Ushul Hadis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ash-Shiddieqy,
Hasbi Teungku Muhammad. 2009. Sejarah & Pengantar Ilmu Hadis.
Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Idri. 2013. Studi
Hadis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Ismail, Syuhudi.
1987. Pengantar Ilmu Hadis. Bandung: Angkasa.
Khaeruman,
Badri. 2010. Ulum Al-Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
Khon, Abdul
Majid. 2012. Ulumul Hadis.;Edisi Revisi Jakarta: Amzah.
----------------------.
2011. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.
Solahudin. 2009.
Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
Suparta,
Munzier. 2013. Ilmu Hadis. Jakarta: Rajawali Pers.
[1] Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis (Bandung:
Angkasa, 1987), 29.
[2] Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 163.
[3] Ismail, pengantar, 30.
[4] Al-Miliki, Ilmu Ushul, 183.
[5] Ibid., 184-185.
[6] Munzier Suparta, Ilmu Hadis (Jakarta:
Rajawali Pers, 2013), 72.
[7] Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2013), 32-35.
[8] Ismail, pengantar, 85.
[9] Ibid.
[10] Ibid., 86.
[11] Solahudin, Ulumul Hadis (Bandung:
Pustaka Setia, 2009), 34.
[12] Ismail, pengantar, 87.
[13] Ibid., 88.
[14] Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Sejarah
& Pengantar Ilmu Hadis (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2009), 39.
[15] Suparta, Ilmu, 73.
[16] Ismail, pengantar, 89.
[17] Abdul Majid khon, Ulumul Hadis: Edisi
Revisi. (Jakarta: Amzah, 2012), 280.
[18] Al-maliki, Ilmu Ushul, 187.
[19] Abdul Majid khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 201), 249.
[20] Badri, Khaeruman, Ulum Al-Hadis (Bandung:
Pustaka Seti, 2010), 228.
[21] Khon, Ulumul Hadis, 286.
[22] Ibid., 288.
[23] Ibid., 289.
[24] Khaeruman, Ulum, 233.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar