ILMU HADIS DAN SEJARAH
PENGHIMPUNANNYA
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
Studi Hadis yang dibina oleh
Studi Hadis yang dibina oleh
Bapak
Prof. Dr. H. Idri, M.Ag

Oleh
:
EKA
SUCIANTI
NIM.
18201521008
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM
MAGISTER (S2)
PASCASARJANA
STAIN PAMEKASAN
MARET
2015
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji syukur kehadirat
Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Hadis yang diampu
oleh Prof. Dr. H. Idri M,Ag. Ucapan
terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang ikut membantu dalam
penyelesaian makalah ini yakni
sahabat-sahabati, dan dosen pengampu.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik itu dari
segi penulisan, isi dan lain sebagainya, maka penulis sangat mengharapkan
kritikan dan saran yang membangun guna perbaikan untuk pembuatan makalah
berikutnya.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga
tulisan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Atas semua
ini penulis mengucapkan ribuan terima kasih yang tidak terhingga, semoga segala
bantuan dari semua pihak mudah – mudahan mendapat amal baik yang diberikan oleh
Allah SWT.
Pamekasan, 04 Maret
2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I : PENDAHULUAN
........................................................................... 1
A.
Latar belakang ..................................................................................... 1
B.
Rumusan masalah ................................................................................ 1
C.
Tujuan penulisan .................................................................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN
............................................................................ 3
A. Definisi
dan Spesifikasi Ilmu Hadis .................................................... 3
1.
Pengertian
Etimologis dan Terminologis........................................
3
2.
Kegunaan Ilmu
Hadis.....................................................................
4
B. Pembagian
Kajian dan Cabang Ilmu Hadis..........................................
5
1.
Kajian Ilmu
Hadis.........................................................................
5
2.
Cabang-cabang ilmu hadis.............................................................
8
C.
Periodisasi
Sejarah Pertumbuhan, Pembinaan, Dan Perkembangan Ilmu Hadis 10
1.
Pertumbuhan ilmu
Hadis...............................................................
10
2.
Pembinaan dan perkembangan
ilmu hadis.....................................
12
D. Kitab-Kitab
Ilmu Hadis........................................................................
14
1.
Kitab-kitab ilmu
hadis abad IV-VI Hijriyah.................................
14
2. Kitab-Kitab
ilmu hadis abad VII-Sekarang..................................
15
BAB III : PENUTUP ................................................................................... 16
A.
Kesimpulan .......................................................................................... 16
B.
Saran .................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setelah
Nabi Muhammad SAW wafat, para sahabat, tabī’īn dan ulama muslim merasa sangat perlu menjaga
keshahihan hadis. Hal ini karena sumber hadis yakni Nabi Muhamad SAW telah
wafat sehingga perlu adanya kerja sama untuk mengumpulkan dan menuliskan hadis
secara hati-hati agar hadis-hadis tersebut tidak hilang begitu saja atau dhaif.
Sejarah pengumpulan dan penulisan hadis dan ilmu hadis telah melewati fase
historis yang sangat panjang dimulai sejak masa Nabi Muhammad, sahabat, tābi’īn
dan seterusnya hingga mencapai kejayaannya pada abad ke-III H.
Ilmu
hadis menjadi sangat bermanfaat bagi peneliti dan pengkaji hadis. Karena dengan
ilmu ini, para ulama’ dapat mengetahui kualitas hadis, apakah termasuk hadis
shahih, hasan, atau dhaif. Perjalanan Hadis pada tiap periodenya
mengalami berbagai persoalan dan hambatan yang dihadapinya, yang antara periode
satu dengan periode lainnya tidak sama, maka pengungkapan sejarah perlu di
ajukan ciri-ciri khusus dalam persoalan tersebut. Terlepas dari periodesasi
yang kami kemukakan perabad nantinya, yang perlu di kemukakan juga pada
pembahasan ini adalah kitab-kitab hadis yang berkembang dari abad ke IV, V, VI, dan VII sampai sekarang. Pada
perkembangan tiap abadnya ternyata begitu banyak kitab-kitab yang berkenaan
dengan ilmu hadis. Salah satu kitab yang sangat terkenal dimasanya adalah
kitab ‘Ulūm al-Hadīst” karya al-Imam al-Muhaddits al-Faqih al-hafiz
al-Ushuli Abu ‘Amr Utsman bin ash-Shalah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa definisi dan spesifikasi ilmu hadis?
2.
Bagaimana pembagian dan cabang ilmu hadis?
3.
Bagaimana periodisasi sejarah pertumbuhan, pembinaan, dan
perkembangan ilmu hadis?
4.
Apa saja kitab-kitab ilmu hadis pada abad ke IV -
sekarang?
C.
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui definisi dan spesifikasi
ilmu hadis.
2. Untuk mengetahui pembagian dan cabang ilmu
hadis.
3. Untuk mengetahui periodisasi sejarah
pertumbuhan, pembinaan, dan perkembangan ilmu hadis.
4. Untuk mengetahui kitab-kitab ilmu hadis pada
abad ke IV – sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
dan Spesifikasi Ilmu Hadis
1.
Pengertian
Etimologis dan Terminologis
Secara
etimologis kata “ ilmu hadis” berasal dari kata serapan dari bahasa Arab, “علم الحديث”, yang
terdiri dari dua kata yakni “علم / ilmu”
dan “الحديث / hadis”.
Secara sederhana ilmu artinya pengetahuan,
knowledge, dan science. Sedangkan
hadis artinya segala yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan, takrir maupun
lainnya.[1]
Berarti ilmu hadis adalah ilmu yang mengkaji dan membahas segala ilmu yang
membicarakan hadis pada berbagai aspeknya yang di dalamnya berisi tentang sgala
yang disandarkan kepada Nabi.
Sedangkan
secara terminologis ilmu hadis menurut ulama mutaqaddimin yang dikutip oleh Munzier Suparta adalah :
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ كَيْفِيَةِ اتَّصَىا
لِ الأَ حَادِيْثِ بِا لرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حَيْثُ مَعْرِفَةِ
أُحْوَالِ رُوَّاتِهَا ضَبْطًا وَعَدًالَةً وَمِنْ حَيْثُ كَيْفِيَةِ السَّنَدِ اتِّصَا
لًا وَانْقِطَاعًا
“ilmu
pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis sampai
kepada Rasul SAW. Dari segi hal ihwal para perawinya yang menyangkut kedhabitan
dan keadilannya dan dari bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya”.[2]
Ilmu
hadis menurut Endang Soetari juga
didefinisikan sebagai berikut :
عِلْمٌ بِاَقْوَاِل رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى
اللهِ عَلَيْهِ وَسَلِّمَ وَاَفْعَا لِهِ وَتَقْرِيْرِهِ وَهَيْ ئَتِهِ وَشَكْلِهِ
مَعَ أَسَا نِيْدِهَا وَتَمْيِيْزِ صِحَاحِهَا وَحِسَنِهَا وَضِعَافِهَا عَنْ خِلاَ
فِهَا مَتْنًا اَوْاِسْنَا دِهَا
“Ilmu
tentang ucapan, perbuatan, taqrir, gerak-gerik, dan bentuk jasmaniah Rasulullah SAW beserta
sanad-sanadnya, dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya,
kekhasannya, baik segi matan maupun sanadnya”.[3]
Ilmu
hadis menurut Muhammad Alawi Al-Maliki berarti “ilmu tentang memindah dan
meriwayatkan apa saja yang dihubungkan dengan Rasulullah SAW, baik mengenai
perkataan yang beliau ucapkan, atau perbuatan yang beliau lakukan”.[4] Atau
berupa pengakuan yang beliau ikrarkan (yakni berupa sesuatu yang dilakukan di
depan Nabi SAW dan perbuatan itu tidak dilarang olehnya), atau sifat-sifat nabi
SAW termasuk tingkah lakunya yang terjadi sebelum beliau diangkat menjadi rasul
atau sesudahnya , atau menukil /meriwayatkan apa saja yang dihubungkan kepada
sahabat atau tābi’īn.
Sehingga dari beberapa pengertian diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa ilmu hadis adalah ilmu yang membahas tentang segala
sesuatu yang dihubungkan atau disandarkan kepada Rasulullah baik itu perkataan
yang beliau ucapkan, perbuatan yang beliau kerjakan, atau ketetapan yang beliau
ikrarkan baik ketika beliau belum diangkat menjadi rasul atau sesudahnya.
2.
Kegunaan
Ilmu Hadis
Adapun kegunaan mempelajari ilmu
hadits antara lain :
a.
Menjaga dan memelihara hadits Nabi
dari segala kesalahan dan penyimpangan
b.
Dapat mengetahui macam-macam hadist
sehingga dapat menilai mana hadis dan mana yang bukan hadis.
c.
Mengetahui tokoh-tokoh, upaya dan jerih payah para ulama
dalam mengumpulkan, memelihara, meriwayatkan hadis dan melestarikan
hadits Nabi.[5]
d.
Dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria yang dipergunakan para
ulama dalam ber-istinbath.
e.
.dapat melakukan klarifikasi dan kritik ulang terhadap
suatu hadis yang kualitasnya masih diperselisihkan.[6]
B.
Pembagian
Dan Cabang Ilmu Hadis
1.
Pembagian
Kajian Ilmu Hadis
Pembagian
kajian ilmu hadis terbagi ke dalam dua bagian :
a.
Ilmu
Hadis Riwāyah
Menurut Abdul
Majid Khon, secara bahasa riwāyah berasal dari kata rāwā, yārwi, riwāyātan yang berarti an-nāql (memindahkan), adz-dzikr (penyebutan), dan al-fātl (pemintalan/ pertimbangan).[7] Dalam
pengertian ini periwayatan adalah memindahkan berita atau menyebutkan berita
dari orang tertentu kepada orang lain dengan dipertimbangkan lafadz
kebenarannya. Dalam bahasa Indonesia kata riwāyah diartikan periwayatan atau cerita, maka ilmu hadis riwāyāh, artinya ilmu hadis
yang berupa atau berisi periwayatan.
Sedangkan
secara istilah ilmu hadis riwāyah menurut Shubhi Ash Shalih sebagaimana
dikutip oleh Abdul Majid Khon adalah :
“Ilmu hadis riwāyah adalah ilmu
yang mempelajari tentang periwayatan secara teliti dan berhati-hati bagi segala
sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan,
persetujuan, dan maupun sifat serta segala sesuatu yang disandarkan kepada
sahabat dan tābi’īn”[8]
Ibn Al-Akfani juga mengatakan sebagaimana dikutip oleh Agus Solahudin dan
Agus Suyadi bahwa yang dimaksud dengan hadits riwāyah adalah: “Ilmu pengetahuan yag mencakup segala
perkataan, dan perbuatan Nabi SAW, baik periwayatnya, pemeliharaannya, maupun
penulisan atau pembukuan lafadz-lafadznya”.[9] Definisi ini juga tidak mengindahkan pendapat yang
menyatakan bahwa hadis itu mencakup segala apa yang dinisbatkan kepada sahabat
atau tābi’īn sehingga pengertian hadis riwāyah yang lebih tepat, menurut
Itr, adalah,
عِلْمُ يَشْتَمِلُ عَلَى أَقْوَالِ الَّنِبيْ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاَفْعَالِهِ وَتَقْرِيْرَا تِهِ وَصِفَاتِهِ
وَرِوَايَتِهَا وَضَبْتِهَا وَتَحْرِيْرِأَلْفَاظِهَا.
“ilmu
yang membahas ucapan, perbuatan, ketetapan, dan sifat-sifat Nabi SAW,
periwayatnya, dan penelitian lafazh-lafazhnya”.[10]
Dari beberapa defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa objek pembahasan
ilmu hadis riwāyah ini adalah diri Nabi Muhamad SAW, baik berupa
perkataan, perbuatan, maupun persetujuan beliau, dan bahkan sifat-sifat beliau
diriwayatkan secara teliti dan hati-hati tanpa membicarakan nilai shahih atau
tidaknya. Ilmu
ini mempelajari tentang periwayatan yang
menyangkut apa, siapa, dan dari siapa berita itu diriwayatkan.
Ulama yang
pertama kali menetapkan dasar-dasar ilmu hadis ini adalah Syihab Az-Zuhri. Hal
ini sehubungan dengan keahliannya dalam bidang hadis dan kewajibannya dalam
mengumpulkan hadis berdasarkan perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Fokus utama
pembahasan ilmu hadits ini adalah matan yang diriwayatkan oleh Nabi sendiri. Pada dasarnya suatu hadits terdiri dari matan
dan sanad, jika ada hadis tanpa diikuti sanad, maka bukan dinamakan hadis,
begitu juga sebaliknya. Sehingga perkembangan ilmu hadis riwāyah tidak
bisa dipisahkan dari ilmu hadis dirāyah.
Adapun manfaat
mempelajari ilmu hadits ini menurut Abdul Madjid Khon antara lain:
1)
Memelihara hadits secara berhati-hati dari
segala kesalahan dan kekurangan dalam periwayatannya.
2)
Menyebar
luaskan sunnah kepada seluruh umat Islam sehingga dapat diterima oleh seluruh
umat manusia.
3)
Mengikuti dan meneladani akhlak Nabi Muhammad
SAW.[11]
b.
Ilmu Hadis Dirāyah
Menurut
bahasa kata dirāyāh berasal dari kata
dārā, yādrī, dāryān, dirāyatan/dirāyah yang berarti
pengetahuan. Sehingga secara bahasa ilmu hadis riwāyah ini akan membahas
hadis dari segi pengetahuannya.
Sedangkan
secara istilah Ilmu hadis dirāyah menurut As-Suyuthi sebagaimana dikutip
oleh Abdul Majid Khon dalam bukunya adalah:
“Ilmu yang
mempelajari tentang hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macamnya, dan
hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, macam-macam
periwayatan, dan hal-hal yang berkaitan dengannya”.[12]
dapat
dijelaskan bahwa yang dimaksud :
-
Hakikat Periwayatan adalah penukilan hadis dan
penyandarannya kepada sumber hadis atau sumber berita.
-
Syarat-syarat periwayatan adalah cara
penerimaan perawi terhadap hadis yang akan diriwayatkan. seperti dengan cara Al-samā’ (pendengaran),
Qirā’āh (pembacaan), Al-wāshiāh (berwasiat), Al-Ijāzāh (Pemberian izin dari perawi).
-
Macam-macam periwayatan adalah membicarakan
sekitar bersambung dan terputusnya periwayatan.
-
Hukum-hukum periwayatan adalah pembicaraan
sekitar diterima atau ditolaknya suatu hadis.
-
Keadaan para perawi adalah pembicaraan sekitar keadilan,
kecacatan para perawi, dan syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwayatkan
hadis.
-
Macam-macam hadis yang diriwayatkan meliputi hadis-hadis
yang dapat dihimpun pada kitab-kitab.
Menurut Al-Nu’man
Al-Qadhi, yang dikutip oleh Munzier Suparta Ilmu Hadis dirāyah adalah :
“ilmu
pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar,
peraturan-peraturan, yang dengannya kami dapat membedakan antara hadis yang
shahih yang disandarkan kepada Rasul SAW dan hadis yang diragukan
penyandarannya kepadanya”[13].
Sedangkan menurut Al-Suyuthi, mengutip pendapat Ibn al-Akfani,
mendefinisikan ilmu hadis dirāyah dengan :
عِلْمُ
يُعْرَفُ مِنْهُ حَقِيْقَةُ الرِّوَايَةِ وَشُرُوْطُهاَ وَاَنْوَاعُهَا وَاَحْكَمُهَا
وَحَالُ الرُّوَاِة وَشُرُوْطُهُمْ وَاَصْنَافُ اْلمَرْوِيَاتِ وَماَ يَتَعَلَّقٌ
بِهَا.
“ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat
periwayatan, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya serta untuk
mengetahui keadaan para periwayat hadis dan syarat-syarat mereka serta
macam-macam hadis yang mereka riwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya.”
Dari beberapa pengertian
di atas, dapat diketahui bahwa objek kajian ilmu hadis dirāyah adalah
keadaan para perawi dan marwinya. Fokus utama Ilmu Hadits ini adalah pengetahuan hadis,
baik dari segi keadaan sanad dan matan, apakah sudah memenuhi persyaratan
sebagai hadis yang diterima atau ditolak. Tujuan mempelajari ilmu ini adalah
untuk meneliti hadits berdasarkan kaida-kaidah atau persyaratan dalam periwayatan.
Kegunaan
atau manfaat mempelajari ilmu hadis dirāyah ini adalah untuk mengetahui
kualitas sebuah hadis, apakah ia maqbul (diterima) atau mardud (ditolak), baik
itu dilihat dari sudut sanad maupun sudut matannya.
2.
Cabang-Cabang
Ilmu Hadis
Dari ilmu hadits
Riwāyah dan Dirāyah ini, muncul juga cabang-cabang ilmu hadits
lainnya seperti ilmu Al-Jarh wa
At-Ta’dil, ilmu Rijāl Al-Hadīts, ilmu ‘Ilal Al-Hadits, ilmu Tashif wa at-Tahrif, ilmu Asbāb al-Wurūd al-Hadits, ilmu Gharīb Al-Hadīts, ilmu Nāsikh wa Al-mansūkh, dan ilmu Musthalah ahli Hadits, , ilmu Fannil Mubhamat, ilmu Taqfiq al-Hadits. Secara singkat kami
akan menjelaskan cabang-cabang ilmu Hadits sebagai berikut :
a.
Ilmu
Al-Jarh wa At-Ta’dil
Menurut
Solahuddin dan Suyadi secara
bahasa, kata “al-jarh artinya cacat atau
luka dan kata at-ta’dil artinya
mengadilkan atau menyamakan”.[14]
Jadi ilmu al-jarh wa at-ta’dil adalah
ilmu yang mempelajari tentang kecacatan dan keadilan seseorang dalam
meriwayatkan hadis. Tujuan ilmu ini adalah untuk mengetahui sifat ataunilai
keadilan, kecacatan dan ke-dhabith-an
(kekuatan daya ingat) seorang perawi hadis.
b.
Ilmu
Rijāl Al-Hadīts
Menurut Sohari Sahrani
secara
bahasa kata “Rijāl Al-Hadīts artinya orang-orang di sekitar Hadits”.[15] Jadi
kata ilmu Rijāl Al-Hadīts adalah ilmu
yang membahas hal ikhwal dan sejarah para perawi hadis dari kalangan sahabat, tābi’īn
dan atba’ al-tābi’īn.. Karena ilmu
ini lebih mengkhususkan diri mempelajari persoalan-persoalan sanad maka tujuan
ilmu ini adalah untuk mengetahui bersambung atau tidaknya sanad suatu hadis.
c.
Ilmu
‘Ilal Al-Hadits
‘Ilal al-hadis adalah ilmu
yang membahas sebab-sebab tersembunyi yang dapat mencatatkan kesahihan hadits,
seperti menyambungkan hadis yang sanadnya
terputus, memasukkan hadits ke dalam hadits lain, dan lain-lain. Menurut
Abdul Madjid Khon tujuan mempelajari ilmu ini adalah “untuk mengetahui siapa
diantara periwayat hadis yang terdapat ‘illat
dalam periwayatannya, dalam bentuk apa dan dimana ‘illat tersebut terjadi, dan pada sanad atau pada matan”. [16]
d.
Ilmu
Gharīb al- Hadīts
Ilmu
Gharīb
al- Hadīts adalah ilmu yang digunakan para
ulama untuk mengetahui dan menerangkan makna yang terdapat pada lafal-lafal hadis
yang sulit dipahami karena jarang digunakan orang umum.
e.
Ilmu
Nāsikh wa Al-Mansūk
Adapun yang
dimaksud dengan ilmu Nāsikh wa Al-Mansūk
menurut Abu Hasan Ali ibn Muhammad Al-Amidi sebagaimana dikutip oleh Munzier
Suparta adalah” ilmu yang membahas tentang hadis – hadis yang berlawanan yang
tidak dapat dipertemukan dengan ketetapan bahwa yang datang terdahulu disebut Mansūkh
dan yang datang kemudian dinamakan Nāsikh”.[17]
f.
Ilmu
Asbāb al-wurūd al-Hadīts
Secara bahasa
ilmu ini dapat di artikan sebagai sebab-sebab adanya hadis, sehingga dari
pengertian tersebut dapat diartikan bahwa ilmu Asbāb al-wurūd al-Hadīts adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan
sebab-sebab atau latar belakang nabi
Muhammad SAW menuturkan sabdanya, dan waktu beliau menuturkan sabda tersebut.
g.
Ilmu
Tashif wa Al-Tahrif
Ilmu Tashif
wa al- tahrif dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menerangkan dan
menjelaskan hadis-hadis yang sudah diubah titiknya atau diubah bentuknya.
h.
Ilmu
Musththalah Al-Hadīts
Menurut Abdul
Majid Khon, “Ilmu Musththalah
Al-Hadīts adalah ilmu yang membahas istilah-istilah ahli hadis dan yang
dikenal diantara mereka”.[18] Maksudnya
ilmu ini membicarakan pengertian istilah-istilah yang digunakan ahli hadis
dalam penelitian hadis di tengah-tengah mereka. Misalnya sanad, matan, dan
lain-lain.
i.
‘Ilmu Fann Al-Mubhammat
Yang dimaksud
dengan ilmu ini adalah ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang samar atau
tidak disebutkan dalam Matan atau dalam Sanad. Seperti dalam hadis banyak
disebutkan seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah atau dari seorang
laki-laki meriwayatkan dan seterusnya.
j.
Ilmu
Tarīkh Ar-Ruwāh
Yang dimaksud dari
ilmu ini adalah ilmu untuk mengetahui para perawi hadis yang berkaitan dengan
usaha periwayatan mereka terhadap hadis seperti kelahirannya, wafatnya,
guru-gurunya, waktu mereka mendengar hadis dari gurunya, dan lain-lain.
C.
Periodisasi
Sejarah Pertumbuhan, Pembinaan, dan Perkembangan
Ilmu Hadis
1.
Pertumbuhan
ilmu Hadis
Menurut
Nuruddin ‘ltr masa petumbuhan ini
berlangsung pada masa sahabat sampai penghujung abad pertama hijriyah.[19] Pada
masa sahabat dan (lebih-lebih) masa tābi’īn, kebutuhan terhadap ilmu itu semakin terasa. Hal ini karena
Rasulullah SAW sebagai sumber utama untuk merujuk hadis sudah wafat, sehingga
diperlukan adanya tolak ukur menguji kebenaran suatu hadis, terutama hadis yang
hanya didengar atau disampaikan oleh seorang saja, lebih-lebih ketika umat
Islam memulai upaya mengumpulkan hadis dan mengadakan perlawanan yang mereka
lakukan ke seluruh wilayah kekuasaan Islam, hal ini sudah tentu secara langsung
atau tidak memerlukan kaidah-kaidah guna melakukan seleksi dalam penerimaan dan
periwayatan atau penyampaian hadis.
Hal yang sama juga
terlihat dalam metodologi pengumpulan dan penulisan hadis. Sejarah pengumpulan
dan penulisan hadis dan ilmu Hadis telah melewati fase historis yang sangat
panjang semenjak Nabi SAW, sahabat, tābi’īn dan seterusnya hingga
mencapai puncaknya pada kurun abad III Hijriyah. Perjuangan para ulama hadis
yang telah berusaha dengan keras dalam melakukan penelitian dan penyeleksian
terhadap hadis, mana yang soheh dan mana
yang dha’if, telah
menghasilkan metode-metode yang cukup kaya, mulai dari metode penyusunan dalam
berbagai bentuknya, hingga kaidah-kaidah penelusuran hadis. Kaidah-kaidah
tersebut akhirnya menjadi disiplin ilmu tersendiri yang kemudian disebut dengan
ilmu hadits.
Akan tetapi, karena
pembukuan hadis baru bisa di lakukan dalam rentang waktu yang cukup lama
(hampir seratus tahun) setelah Nabi Muhammad SAW wafat, ditambah lagi dengan
kenyataan sejarah bahwa banyak hadis yang dipalsukan, maka keabsahan hadis-hadis
yang beredar di kalangan kaum muslimin menjadi rancu, meskipun mereka telah
meneliti dengan seksama. Di sinilah bekal pegetahuan ilmu hadis menjadi sangat
bermanfaat bagi peneliti dan pengkaji hadis. Karena untuk mempelajari dan
mengkaji hadis-hadis Nabi, seseorang tidak bisa mengabaikan ilmu hadis ini.
Dengan ilmu ini, para ulama’ bisa mengetahui kualitas hadis, apakah termasuk hadis
shahih, hasan, atau dhaif. Dan para peneliti dan pengkaji hadis harus
mengetahui sejarah perkembangan hadis, mulai hadis zaman Nabi Muhammad,
sahabat, atau zaman tabiin, bahkan sampai perkembangan hadis zaman modern.
Perjalanan hadis pada
tiap periodenya mengalami berbagai persoalan dan hambatan yang dihadapinya,
yang antara periode satu dengan periode lainnya tadak sama, maka pengungkapan
sejarah perlu di ajukan ciri-ciri khusus dalam persoalan tersebut. Terlepas
dari periodesasi yang kami kemukakan di atas, yang perlu di kemukakan juga pada
pembahasan ini adalah kitab-kitab ilmu hadis periode IV, V, VI, dan VII sampai
sekarang.
2.
Pembinaan
dan perkembangan ilmu hadis
Pada
perkembangan berikutnya, perkembangan ilmu hadis semakin pesat ketika ahli hadis
membicarakan tentang daya ingat para pembawa dan perawi hadis kuat atau tidak (dhabith), bagaimana metode penerimaan
dan penyampaiannya (tahammul wa ‘ada’),
hadis yang kontra bersifat menghapus (nāsikh
dan mansūkh) atau kompromi, kalimat hadis yang sulit dipahami (ghārib al hadīts), dan
lain-lain. Pada pertengahan abad
kedua hijriyah, kaidah-kaidah itu semakin dikembangkan oleh para ulama, baik
mereka yang mengkhususkan diri dalam mempelajari bidang hadis maupun
bidang-bidang lainnya. Ilmu hadis mulai ditulis dan dikodifikasikan dalam
bentuk yang sederhana, belum terpisah dari ilmu-ilmu lain, belum berdiri
sendiri dan masih bercampur dengan ilmu-ilmu lain atau kitab-kitab lain.
Pada
abad ketiga hijriyah, penulisan ilmu hadis juga pesat, akan tetapi penulisan
ilmu hadis masih belum menyatu dan menjadi ilmu yang berdiri sendiri, ilmu hadis
masih ditulis dalam bentuk bab-bab saja. Orang yang pertama kali menulis hadis
adalah Ali bin Al-Madani, hal ini dapat dilihat dari karyanya sebagaimana dalam
buku Abdul Majid Khon :
“Diantara
kitab-kitab ilmu hadis pada abad ini adalah kitab Mukhtalif Al-Hadits yaitu Ikhtilaf
Al-Hadīts karya Ali bin Al-Madini, dan Ta’wil
Mukhtalif Al-Hadīts karya Ibnu Qutaibah (w.276). Kedua kitab tersebut
ditulis untuk menjawab tantangan dari
serangan kelompok teolog yang sedang berkembang pada masa itu, terutama dari
golongan mu’tazilah dan ahli bid’ah” [20]
Perkembangan
ilmu hadis mencapai puncak keemasannya dan dapat berdiri sendiri pada abad ke-4
H yang merupakan penggabungan dan penyempurnaan berbagai ilmu yang berkembang
pada abad-abad sebelumnya. Diantara ulama yang berhasil memunculkan ilmu hadis
secara paipurna dan berdiri sendiri adalah Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin
Abdurrahmanbin Khalad Ar-Ramahurmuzidengan karyanya yang berjudul Al-Muhaddīts Al-Fashil bain Ar-Rawī wa
Al-Wa’I, kemudian diikuti oleh Al-Hakim Abu Abdullah An-Naisaburi dengan
karyanya yang berjudul Ma’rifah ‘Ulum
Al-Hadīts, dan kemudian diikuti oleh penulis-penulis lainnya.
Bermula
pada abad ke-VII dan berakhir pada abad ke-X ilmu hadis mengalami kematangan
dan kesempurnaannya dengan ditulisnya sejumlah kitab mencakup dari keseluruhan
cabang ilmu hadis. Selain itu dilakukan juga penghalusan sejumlah ungkapan dan penelitian
berbagai masalah dengan mendetail. Pelopor pembaharuan dalam pembukuan ilmu ini
adalah Al-Imam Al-Muhaddits Al-Faqih Al-Hafiz Al-Ushuli Abu ‘Amr Utsman bin
Ash-Shalah dengan kitabnya “Ulum al-Hadīts.
Kitab tersebut merupakan pelopor yang dapat ditirudan merupakan rujukan
yang dapat dipercaya, sehingga para penulis berikutnya banyak menginduk
kepadanya.[21]
Pada
abad ke-X sampai awal abad ke-XIV H ijtihad ulama dalam masalah ilmu hadis dan
penyusunan kitabnya nyaris berhenti total.
Tahap ini ditandai dengan lahirnya sejumlah kitab hadis yang ringkas dan
praktis, baik dalam bentuk syair dan
prosa. Dan pada awal abad ke-XIV H, ilmu hadis mengalami masa perkembangannya
kembali yang dapat dibuktikan dengan pembaharuan sistematika penyusunan
kitab-kitab “Ulum al-Hadits”. yang
karenanya membuat para ulama berbondong-bondong membuat karya mereka,
diantaranya adalah kitab Qawai’id
at-Tahdits karya Syekh Jamaluddin al-Qasimi, Miftah as-Sunnah atau Tarikh
Funun al-hadits karya Abdul Aziz al-Khuli.
D.
Kitab-Kitab
Ilmu Hadis
1.
Kitab-kitab
ilmu hadis abad IV-VI Hijriyah
Berikut
nama-nama kitab ilmu hadis pada abad ke IV-VI
a.
Al-Muhaddits Al-Fāshil bain Ar-Rāwī wa Al-Wa’ī. karya Al-Qadi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abd. Ar-Rahman bin Khalad
Ar-Ramahurmuzi (360 H). kitab ini belum membahas masalah-masalah ilmu hadis
secara lengkap namun pada masa kitab ini menjadi kitab terlengkap yang kemudian
dikembangkan oleh para ulama pada masa berikutnya.
b.
Ma’rifah ‘Ulūm Al-Hadīts karya Al-Hakim Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah
An-Nisaburi (405 H). Kitab ini juga belum sempurna dan kurang sistematis.
c.
Al-Mustakhraj ‘Ala Ma’rifah ‘Ulūm Al-Hadīts. karya Abu Nu’aim Ahmad bin abdilah Ash-Asfahani (430 H)
d.
Al-Kifāyah fi Qawanīn Ar-Riwāyah dan Al-Jami’li Adab Asy-Syeikh wa As-Sami’ karya
Abu Bakr Ahmad Al-Khathib Al-Baghdadi (463 H)
e.
Al-Ilm’ fi ‘Ulum Ar-Riwāyah as-sima’ karya Al-Qadhi ‘Iyadh bin Musa Al-Yashibi (544 H).
f.
Mā Lā Yasi’u Al-Muhadditsu Jahluhu karya
Abu Hafsh Umar bin Abdul Majid al-Mayanji. (580 H)
g.
Ulumul Hadist karya Abu Amr Utsman bin Abdirrahman
Asy-Syahrazuri yang masyhur dengan sebutan Ibnu Ash-Shalah karena keterkenalan
kitabnya yang berjudul “Muqaddimah Ibnu
Ash-Shalāh”[22]
2.
Kitab-kitab
ilmu hadis abad VII-Sekarang.
a.
At-Taqrīb wa At-Taisir li Ma’rifati Sunan Al-Basyiri wa An-Nadzīr, Karya Muhyiddin Yahya bin Syaraf An-Nawawi (676 H).
b.
Al-Tabshirāh wa al-Tadzlatah, Karya
al-Hafizh Abdurrahman bin al-Husain al-“Iraqi (806).
c.
Tadrīb Ar-Rawī fi Syarhi Taqrīb An-Nawawī, Karya Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi (911 H).
d.
Fathul Mughīts fi Syarah Alfiyati
Al-Hadīts, Karya Muhammad
bin Abdirrahman As-Sakhawi (902 H).
e.
Fathul Baqi ‘alā Alfiyati Al-Iraqi, karya
Al Hafizh Zainuddin Asy-Syaikh Zakaria bin Muhammad bin Ahmad bin Zakaria
Al-Anshari (925 H).
f.
Nukhbatul Fikar fi Musthalahi Ahli Al-Atsar, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (852 H)
g.
Al-Manzhumah Al-Baiquniyah, karya
Umar bin Muhammad Al-Baiquni (1080 H).
h.
Taudhih al-Afiar, Karya
ash-Shan’ani Muhammad bin Ismail al-Amir
i.
Qawa’id At-Tahdīst, karya
Jamaluddin Al-Qasimi (1332 H).
j.
As-Sunnah wa Makanatuha fi at-Tasyri’ al-Islami, karya Dr. Musthafa as-Siba’i.
k.
Al-Hadīts Wa al-Muhadditsūn, karya
Dr.Muhammad Abu Zahw.
l.
Al-Manhaj al-Hadits fi ‘Ulum al-Hadits, karya Dr. Syekh Muhammad as-Simahi.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu hadis
adalah ilmu yang mengkaji dan membahas segala ilmu yang membicarakan hadis pada
berbagai aspeknya yang di dalamnya berisi tentang sgala yang disandarkan kepada
nabi. Ilmu hadis dalam pengkajiannya dibagi menjadi dua bagian yaitu ilmu hadis
riwayah dan ilmu hadis dirayah. Cabang-cabang ilmu hadis adalah Ilmu Al-Jārh wa At-Ta’dil, Ilmu Rijāl Al-Hadīts, Ilmu ‘Ilal Al-Hadits, Ilmu Ghārīb al- Hadīts, Ilmu Nāsikh wa Al-Mansūk, Ilmu Asbāb al-wurūd al-Hadīts, Ilmu Tashif wa Al-Tahrif, Ilmu Musththalah Al-Hadīts, Ilmu Fann Al-Mubhammat, Ilmu Tarīkh Ar-Ruwah.
Sejarah pengumpulan dan penulisan
hadis dan ilmu hadis telah melalui fase historis
yang sangat panjang semenjak Nabi SAW, sahabat, tābi’īn dan seterusnya
hingga mencapai puncaknya pada kurun abad III Hijriyah. Perjuangan para ulama hadis yang
telah berusaha dengan keras dalam melakukan penelitian dan penyeleksian
terhadap hadish, mana yang soheh dan mana
yang dha’if, telah
menghasilkan metode-metode yang cukup kaya, mulai dari metode penyusunan dalam
berbagai bentuknya hingga kaidah-kaidah penelusuran hadis. Terlepas dari
periodesasi yang kami kemukakan di atas, yang perlu di kemukakan juga pada
pembahasan ini adalah kitab-kitab ilmu hadis periode IV, V, VI, dan VII sampai
sekarang.
B. Saran
Penulis menyaadari bahwa makalah
ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis memohon saran dan kritik para
pembaca demi kesempurnaan makalah penulis berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ad, Endang, Soetari. 2008. Ilmu Hadits Kajian
Riwayah dan Dirayah. Bandung: Mimbar Pustaka.
Al-Maliki, Muhammad, Alawi. 2012. Ilmu Ushul
Hadis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Idri, Studi Hadis. 2013. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Sahrani,
Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor:
Ghalia Indonesia.
Suparta,
Munzier. 2013. Ilmu Hadis. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Solahudin, Agus dan Agus Suyadi.2009.
Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.
Khon, Abdul
Majid, 2012. Ulumul Hadis. Jakarta:
Amzah.
‘Itr, Nuruddin.
2014. ‘Ulumul Hadis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
[2] Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2013), 23.
[3] Endang Soetari Ad, Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah, (Bandung:
Mimbar Pustaka, 2008), 12.
[6] Idri, Studi Hadis, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2013), 57
[7] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2012) 77.
[11] Khon, Ulumul Hadis, 79.
[12] Ibid., 80.
[13] Suparta, Ilmu Hadis, 27.
[14] Solahuddin dan Suyadi, Ulumul Hadis, 112.
[15] Sahrani, Ulumul Hadis, 76.
[16] Khon, Ulumul Hadis, 97.
[17] Suparta, Ilmu Hadits, 37.
[18] Khon, Ulumul Hadis, 102.
[20] Khon, Ulumul Hadis, 91.
[22] Idri, Studi Hadis, 88-90
Tidak ada komentar:
Posting Komentar