Kamis, 09 Juli 2015

ILMU HADIS DAN SEJARAH PENGHIMPUNANNYA


MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Studi Hadis yang dibina oleh
Bapak Prof. Dr. H. Idri, M.Ag



STAINWarna.jpg



Oleh :
EKA SUCIANTI
NIM. 18201521008



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM MAGISTER (S2)
PASCASARJANA STAIN PAMEKASAN
MARET 2015
KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Hadis yang diampu oleh Prof. Dr. H. Idri M,Ag. Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada semua pihak yang ikut membantu dalam penyelesaian makalah ini yakni sahabat-sahabati, dan dosen pengampu.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik itu dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya, maka penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang membangun guna perbaikan untuk pembuatan makalah berikutnya.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Atas semua ini penulis mengucapkan ribuan terima kasih yang tidak terhingga, semoga segala bantuan dari semua pihak mudah – mudahan mendapat amal baik yang diberikan oleh Allah SWT.

Pamekasan, 04 Maret 2015


Penulis








DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................  i
DAFTAR ISI .................................................................................................  ii
BAB I : PENDAHULUAN ...........................................................................  1
A.    Latar belakang .....................................................................................  1
B.     Rumusan masalah ................................................................................  1
C.     Tujuan penulisan ..................................................................................  2
BAB II : PEMBAHASAN ............................................................................  3
A.    Definisi dan Spesifikasi Ilmu Hadis ....................................................  3
1.      Pengertian Etimologis dan Terminologis........................................ 3
2.      Kegunaan Ilmu Hadis..................................................................... 4
B.     Pembagian Kajian dan Cabang Ilmu Hadis.......................................... 5     
1.      Kajian Ilmu Hadis......................................................................... 5
2.      Cabang-cabang ilmu hadis............................................................. 8
C.     Periodisasi Sejarah Pertumbuhan, Pembinaan, Dan Perkembangan Ilmu Hadis                    10
1.      Pertumbuhan ilmu Hadis............................................................... 10
2.      Pembinaan dan perkembangan ilmu hadis..................................... 12
D.    Kitab-Kitab Ilmu Hadis........................................................................ 14
1.      Kitab-kitab ilmu hadis abad IV-VI Hijriyah................................. 14   
2.      Kitab-Kitab ilmu hadis abad VII-Sekarang.................................. 15
BAB III : PENUTUP  ...................................................................................  16
A.    Kesimpulan ..........................................................................................  16
B.     Saran ....................................................................................................  16
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................  17


BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
               Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, para sahabat, tabī’īn dan  ulama muslim merasa sangat perlu menjaga keshahihan hadis. Hal ini karena sumber hadis yakni Nabi Muhamad SAW telah wafat sehingga perlu adanya kerja sama untuk mengumpulkan dan menuliskan hadis secara hati-hati agar hadis-hadis tersebut tidak hilang begitu saja atau dhaif. Sejarah pengumpulan dan penulisan hadis dan ilmu hadis telah melewati fase historis yang sangat panjang dimulai sejak masa Nabi Muhammad, sahabat, tābi’īn dan seterusnya hingga mencapai kejayaannya pada abad ke-III H.
               Ilmu hadis menjadi sangat bermanfaat bagi peneliti dan pengkaji hadis. Karena dengan ilmu ini, para ulama’ dapat mengetahui kualitas hadis, apakah termasuk hadis shahih, hasan, atau dhaif. Perjalanan Hadis pada tiap periodenya mengalami berbagai persoalan dan hambatan yang dihadapinya, yang antara periode satu dengan periode lainnya tidak sama, maka pengungkapan sejarah perlu di ajukan ciri-ciri khusus dalam persoalan tersebut. Terlepas dari periodesasi yang kami kemukakan perabad nantinya, yang perlu di kemukakan juga pada pembahasan ini adalah kitab-kitab hadis yang berkembang dari abad ke  IV, V, VI, dan VII sampai sekarang. Pada perkembangan tiap abadnya ternyata begitu banyak kitab-kitab yang berkenaan dengan ilmu hadis. Salah satu kitab yang sangat terkenal dimasanya adalah kitab ‘Ulūm al-Hadīst” karya al-Imam al-Muhaddits al-Faqih al-hafiz al-Ushuli Abu ‘Amr Utsman bin ash-Shalah.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dan spesifikasi ilmu hadis?
2.      Bagaimana pembagian dan cabang ilmu hadis?
3.      Bagaimana periodisasi sejarah pertumbuhan, pembinaan, dan perkembangan ilmu hadis?
4.      Apa saja kitab-kitab ilmu hadis pada abad ke IV - sekarang?

C.       Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui definisi dan spesifikasi ilmu hadis.
2.      Untuk mengetahui pembagian dan cabang ilmu hadis.
3.      Untuk mengetahui periodisasi sejarah pertumbuhan, pembinaan, dan perkembangan ilmu hadis.
4.      Untuk mengetahui kitab-kitab ilmu hadis pada abad ke IV – sekarang.





















BAB II
PEMBAHASAN


A.      Definisi dan Spesifikasi Ilmu Hadis
1.      Pengertian Etimologis dan Terminologis
Secara etimologis kata “ ilmu hadis” berasal dari kata serapan dari bahasa Arab, “علم الحديث”, yang terdiri dari dua kata yakni “علم / ilmu” dan “الحديث / hadis”. Secara sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledge, dan science. Sedangkan hadis artinya segala yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, takrir maupun lainnya.[1] Berarti ilmu hadis adalah ilmu yang mengkaji dan membahas segala ilmu yang membicarakan hadis pada berbagai aspeknya yang di dalamnya berisi tentang sgala yang disandarkan kepada Nabi.
Sedangkan secara terminologis ilmu hadis menurut ulama mutaqaddimin  yang dikutip oleh Munzier Suparta adalah :
عِلْمٌ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ كَيْفِيَةِ اتَّصَىا لِ الأَ حَادِيْثِ بِا لرَّسُوْلِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ حَيْثُ مَعْرِفَةِ أُحْوَالِ رُوَّاتِهَا ضَبْطًا وَعَدًالَةً وَمِنْ حَيْثُ كَيْفِيَةِ السَّنَدِ اتِّصَا لًا وَانْقِطَاعًا
 “ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara persambungan hadis sampai kepada Rasul SAW. Dari segi hal ihwal para perawinya yang menyangkut kedhabitan dan keadilannya dan dari bersambung dan terputusnya sanad, dan sebagainya”.[2]
Ilmu hadis menurut Endang Soetari  juga didefinisikan sebagai berikut :
عِلْمٌ بِاَقْوَاِل رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلِّمَ وَاَفْعَا لِهِ وَتَقْرِيْرِهِ وَهَيْ ئَتِهِ وَشَكْلِهِ مَعَ أَسَا نِيْدِهَا وَتَمْيِيْزِ صِحَاحِهَا وَحِسَنِهَا وَضِعَافِهَا عَنْ خِلاَ فِهَا مَتْنًا اَوْاِسْنَا دِهَا
“Ilmu tentang ucapan, perbuatan, taqrir, gerak-gerik, dan bentuk  jasmaniah Rasulullah SAW beserta sanad-sanadnya, dan ilmu pengetahuan untuk membedakan keshahihannya, kekhasannya, baik segi matan maupun sanadnya”.[3]
Ilmu hadis menurut Muhammad Alawi Al-Maliki berarti “ilmu tentang memindah dan meriwayatkan apa saja yang dihubungkan dengan Rasulullah SAW, baik mengenai perkataan yang beliau ucapkan, atau perbuatan yang beliau lakukan”.[4] Atau berupa pengakuan yang beliau ikrarkan (yakni berupa sesuatu yang dilakukan di depan Nabi SAW dan perbuatan itu tidak dilarang olehnya), atau sifat-sifat nabi SAW termasuk tingkah lakunya yang terjadi sebelum beliau diangkat menjadi rasul atau sesudahnya , atau menukil /meriwayatkan apa saja yang dihubungkan kepada sahabat atau tābi’īn.
Sehingga dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu hadis adalah ilmu yang membahas tentang segala sesuatu yang dihubungkan atau disandarkan kepada Rasulullah baik itu perkataan yang beliau ucapkan, perbuatan yang beliau kerjakan, atau ketetapan yang beliau ikrarkan baik ketika beliau belum diangkat menjadi rasul atau sesudahnya.

2.      Kegunaan Ilmu Hadis
Adapun kegunaan mempelajari ilmu hadits antara lain :
a.       Menjaga dan memelihara hadits Nabi dari segala kesalahan dan penyimpangan
b.      Dapat mengetahui macam-macam hadist sehingga dapat menilai mana hadis dan mana yang bukan hadis.
c.       Mengetahui tokoh-tokoh, upaya dan jerih payah para ulama dalam  mengumpulkan, memelihara, meriwayatkan hadis dan melestarikan hadits Nabi.[5]
d.      Dapat mengetahui istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria yang dipergunakan para ulama dalam ber-istinbath.
e.       .dapat melakukan klarifikasi dan kritik ulang terhadap suatu hadis yang kualitasnya masih diperselisihkan.[6]

B.       Pembagian Dan Cabang Ilmu Hadis
1.      Pembagian Kajian Ilmu Hadis
Pembagian kajian ilmu hadis terbagi ke dalam dua bagian :
a.       Ilmu Hadis Riwāyah
Menurut Abdul Majid Khon, secara bahasa riwāyah berasal dari kata rāwā, yārwi, riwāyātan yang berarti an-nāql (memindahkan), adz-dzikr (penyebutan), dan al-fātl (pemintalan/ pertimbangan).[7] Dalam pengertian ini periwayatan adalah memindahkan berita atau menyebutkan berita dari orang tertentu kepada orang lain dengan dipertimbangkan lafadz kebenarannya. Dalam bahasa Indonesia kata riwāyah diartikan periwayatan atau cerita, maka ilmu hadis riwāyāh, artinya ilmu hadis yang berupa atau berisi periwayatan.
Sedangkan secara istilah ilmu hadis riwāyah menurut Shubhi Ash Shalih sebagaimana dikutip oleh Abdul Majid Khon adalah :
“Ilmu hadis riwāyah adalah ilmu yang mempelajari tentang periwayatan secara teliti dan berhati-hati bagi segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan maupun sifat serta segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat dan tābi’īn”[8]
Ibn Al-Akfani juga mengatakan sebagaimana dikutip oleh Agus Solahudin dan Agus Suyadi bahwa yang dimaksud dengan hadits riwāyah adalah: “Ilmu pengetahuan yag mencakup segala perkataan, dan perbuatan Nabi SAW, baik periwayatnya, pemeliharaannya, maupun penulisan atau pembukuan lafadz-lafadznya”.[9] Definisi ini juga tidak mengindahkan pendapat yang menyatakan bahwa hadis itu mencakup segala apa yang dinisbatkan kepada sahabat atau tābi’īn sehingga pengertian hadis riwāyah yang lebih tepat, menurut Itr, adalah,
عِلْمُ يَشْتَمِلُ عَلَى أَقْوَالِ الَّنِبيْ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاَفْعَالِهِ وَتَقْرِيْرَا تِهِ وَصِفَاتِهِ وَرِوَايَتِهَا وَضَبْتِهَا وَتَحْرِيْرِأَلْفَاظِهَا.
“ilmu yang membahas ucapan, perbuatan, ketetapan, dan sifat-sifat Nabi SAW, periwayatnya, dan penelitian lafazh-lafazhnya”.[10]
Dari beberapa defenisi diatas, dapat disimpulkan bahwa objek pembahasan ilmu hadis riwāyah ini adalah diri Nabi Muhamad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun persetujuan beliau, dan bahkan sifat-sifat beliau diriwayatkan secara teliti dan hati-hati tanpa membicarakan nilai shahih atau tidaknya. Ilmu ini  mempelajari tentang periwayatan yang menyangkut apa, siapa, dan dari siapa berita itu diriwayatkan.
Ulama yang pertama kali menetapkan dasar-dasar ilmu hadis ini adalah Syihab Az-Zuhri. Hal ini sehubungan dengan keahliannya dalam bidang hadis dan kewajibannya dalam mengumpulkan hadis berdasarkan perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz.
Fokus utama pembahasan ilmu hadits ini adalah matan yang diriwayatkan oleh Nabi sendiri.  Pada dasarnya suatu hadits terdiri dari matan dan sanad, jika ada hadis tanpa diikuti sanad, maka bukan dinamakan hadis, begitu juga sebaliknya. Sehingga perkembangan ilmu hadis riwāyah tidak bisa dipisahkan dari ilmu hadis dirāyah.
Adapun manfaat mempelajari ilmu hadits ini menurut Abdul Madjid Khon antara lain:
1)      Memelihara hadits secara berhati-hati dari segala kesalahan dan kekurangan dalam periwayatannya.
2)       Menyebar luaskan sunnah kepada seluruh umat Islam sehingga dapat diterima oleh seluruh umat manusia.
3)      Mengikuti dan meneladani akhlak Nabi Muhammad SAW.[11]

b.      Ilmu Hadis Dirāyah
Menurut bahasa kata dirāyāh berasal dari kata dārā, yādrī, dāryān, dirāyatan/dirāyah yang berarti pengetahuan. Sehingga secara bahasa ilmu hadis riwāyah ini akan membahas hadis dari segi pengetahuannya.
Sedangkan secara istilah Ilmu hadis dirāyah menurut As-Suyuthi sebagaimana dikutip oleh Abdul Majid Khon dalam bukunya   adalah:
“Ilmu yang mempelajari tentang hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macamnya, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, macam-macam periwayatan, dan hal-hal yang berkaitan dengannya”.[12]
dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud :
-          Hakikat Periwayatan adalah penukilan hadis dan penyandarannya kepada sumber hadis atau sumber berita.
-          Syarat-syarat periwayatan adalah cara penerimaan perawi terhadap hadis yang akan diriwayatkan. seperti dengan cara Al-samā’ (pendengaran), Qirā’āh (pembacaan), Al-wāshiāh (berwasiat), Al-Ijāzāh (Pemberian izin dari perawi).
-          Macam-macam periwayatan adalah membicarakan sekitar bersambung dan terputusnya periwayatan.
-          Hukum-hukum periwayatan adalah pembicaraan sekitar diterima atau ditolaknya suatu hadis.
-          Keadaan para perawi adalah pembicaraan sekitar keadilan, kecacatan para perawi, dan syarat-syarat mereka dalam menerima dan meriwayatkan hadis.
-          Macam-macam hadis yang diriwayatkan meliputi hadis-hadis yang dapat dihimpun pada kitab-kitab.

Menurut Al-Nu’man Al-Qadhi, yang dikutip oleh Munzier Suparta Ilmu Hadis dirāyah adalah :
“ilmu pengetahuan yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-dasar, peraturan-peraturan, yang dengannya kami dapat membedakan antara hadis yang shahih yang disandarkan kepada Rasul SAW dan hadis yang diragukan penyandarannya kepadanya”[13].
Sedangkan menurut Al-Suyuthi, mengutip pendapat Ibn al-Akfani, mendefinisikan ilmu hadis dirāyah dengan :
عِلْمُ يُعْرَفُ مِنْهُ حَقِيْقَةُ الرِّوَايَةِ وَشُرُوْطُهاَ وَاَنْوَاعُهَا وَاَحْكَمُهَا وَحَالُ الرُّوَاِة وَشُرُوْطُهُمْ وَاَصْنَافُ اْلمَرْوِيَاتِ وَماَ يَتَعَلَّقٌ بِهَا.
“ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para periwayat hadis dan syarat-syarat mereka serta macam-macam hadis yang mereka riwayatkan dan segala yang berkaitan dengannya.”
Dari beberapa pengertian di atas, dapat diketahui bahwa objek kajian ilmu hadis dirāyah adalah keadaan para perawi dan marwinya. Fokus utama Ilmu Hadits ini adalah pengetahuan hadis, baik dari segi keadaan sanad dan matan, apakah sudah memenuhi persyaratan sebagai hadis yang diterima atau ditolak. Tujuan mempelajari ilmu ini adalah untuk meneliti hadits berdasarkan kaida-kaidah atau persyaratan dalam periwayatan.
Kegunaan atau manfaat mempelajari ilmu hadis dirāyah ini adalah untuk mengetahui kualitas sebuah hadis, apakah ia maqbul (diterima) atau mardud (ditolak), baik itu dilihat dari sudut sanad maupun sudut matannya.

2.      Cabang-Cabang Ilmu Hadis
Dari ilmu hadits Riwāyah dan Dirāyah ini, muncul juga cabang-cabang ilmu hadits lainnya seperti ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil, ilmu Rijāl Al-Hadīts, ilmu ‘Ilal Al-Hadits, ilmu Tashif wa at-Tahrif, ilmu Asbāb al-Wurūd al-Hadits, ilmu Gharīb Al-Hadīts, ilmu Nāsikh wa Al-mansūkh, dan ilmu Musthalah ahli Hadits, , ilmu Fannil Mubhamat, ilmu Taqfiq al-Hadits. Secara singkat kami akan menjelaskan cabang-cabang ilmu Hadits sebagai berikut :
a.      Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil
Menurut Solahuddin dan Suyadi  secara bahasa, kata “al-jarh artinya cacat atau luka dan kata at-ta’dil artinya mengadilkan atau menyamakan”.[14] Jadi ilmu al-jarh wa at-ta’dil adalah ilmu yang mempelajari tentang kecacatan dan keadilan seseorang dalam meriwayatkan hadis. Tujuan ilmu ini adalah untuk mengetahui sifat ataunilai keadilan, kecacatan dan ke-dhabith-an (kekuatan daya ingat) seorang perawi hadis.
b.      Ilmu Rijāl Al-Hadīts
Menurut Sohari Sahrani secara bahasa kata “Rijāl Al-Hadīts artinya orang-orang di sekitar Hadits”.[15] Jadi  kata ilmu Rijāl Al-Hadīts adalah ilmu yang membahas hal ikhwal dan sejarah para perawi hadis dari kalangan sahabat, tābi’īn dan atba’ al-tābi’īn.. Karena ilmu ini lebih mengkhususkan diri mempelajari persoalan-persoalan sanad maka tujuan ilmu ini adalah untuk mengetahui bersambung atau tidaknya sanad suatu hadis.
c.       Ilmu ‘Ilal Al-Hadits
‘Ilal al-hadis adalah ilmu yang membahas sebab-sebab tersembunyi yang dapat mencatatkan kesahihan hadits, seperti menyambungkan hadis yang sanadnya  terputus, memasukkan hadits ke dalam hadits lain, dan lain-lain. Menurut Abdul Madjid Khon tujuan mempelajari ilmu ini adalah “untuk mengetahui siapa diantara periwayat hadis yang terdapat ‘illat dalam periwayatannya, dalam bentuk apa dan dimana ‘illat tersebut terjadi, dan pada sanad atau pada matan”. [16]
d.      Ilmu Gharīb al- Hadīts
Ilmu Gharīb al- Hadīts adalah ilmu yang digunakan para ulama untuk mengetahui dan menerangkan makna yang terdapat pada lafal-lafal hadis yang sulit dipahami karena jarang digunakan orang umum.
e.       Ilmu Nāsikh wa Al-Mansūk
Adapun yang dimaksud dengan ilmu Nāsikh wa Al-Mansūk menurut Abu Hasan Ali ibn Muhammad Al-Amidi sebagaimana dikutip oleh Munzier Suparta adalah” ilmu yang membahas tentang hadis – hadis yang berlawanan yang tidak dapat dipertemukan dengan ketetapan bahwa yang datang terdahulu disebut Mansūkh dan yang datang kemudian dinamakan Nāsikh”.[17]
f.       Ilmu Asbāb al-wurūd al-Hadīts
Secara bahasa ilmu ini dapat di artikan sebagai sebab-sebab adanya hadis, sehingga dari pengertian tersebut dapat diartikan bahwa ilmu Asbāb al-wurūd al-Hadīts adalah ilmu pengetahuan yang menjelaskan sebab-sebab atau latar belakang  nabi Muhammad SAW menuturkan sabdanya, dan waktu beliau menuturkan sabda tersebut.
g.      Ilmu Tashif wa Al-Tahrif
Ilmu Tashif wa al- tahrif dapat didefinisikan sebagai ilmu yang menerangkan dan menjelaskan hadis-hadis yang sudah diubah titiknya atau diubah bentuknya.
h.      Ilmu Musththalah Al-Hadīts
Menurut Abdul Majid Khon, “Ilmu Musththalah Al-Hadīts adalah ilmu yang membahas istilah-istilah ahli hadis dan yang dikenal diantara mereka”.[18] Maksudnya ilmu ini membicarakan pengertian istilah-istilah yang digunakan ahli hadis dalam penelitian hadis di tengah-tengah mereka. Misalnya sanad, matan, dan lain-lain.
i.        ‘Ilmu Fann Al-Mubhammat
Yang dimaksud dengan ilmu ini adalah ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang samar atau tidak disebutkan dalam Matan atau dalam Sanad. Seperti dalam hadis banyak disebutkan seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah atau dari seorang laki-laki meriwayatkan dan seterusnya.
j.        Ilmu Tarīkh Ar-Ruwāh
Yang dimaksud dari ilmu ini adalah ilmu untuk mengetahui para perawi hadis yang berkaitan dengan usaha periwayatan mereka terhadap hadis seperti kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya, waktu mereka mendengar hadis dari gurunya, dan lain-lain.

C.       Periodisasi Sejarah Pertumbuhan, Pembinaan, dan Perkembangan Ilmu Hadis
1.      Pertumbuhan ilmu Hadis
Menurut Nuruddin ‘ltr  masa petumbuhan ini berlangsung pada masa sahabat sampai penghujung abad pertama hijriyah.[19] Pada masa sahabat dan (lebih-lebih) masa tābiīn, kebutuhan terhadap ilmu itu semakin terasa. Hal ini karena Rasulullah SAW sebagai sumber utama untuk merujuk hadis sudah wafat, sehingga diperlukan adanya tolak ukur menguji kebenaran suatu hadis, terutama hadis yang hanya didengar atau disampaikan oleh seorang saja, lebih-lebih ketika umat Islam memulai upaya mengumpulkan hadis dan mengadakan perlawanan yang mereka lakukan ke seluruh wilayah kekuasaan Islam, hal ini sudah tentu secara langsung atau tidak memerlukan kaidah-kaidah guna melakukan seleksi dalam penerimaan dan periwayatan atau penyampaian hadis.
Hal yang sama juga terlihat dalam metodologi pengumpulan dan penulisan hadis. Sejarah pengumpulan dan penulisan hadis dan ilmu Hadis telah melewati fase historis yang sangat panjang semenjak Nabi SAW, sahabat, tābi’īn dan seterusnya hingga mencapai puncaknya pada kurun abad III Hijriyah. Perjuangan para ulama hadis yang telah berusaha dengan keras dalam melakukan penelitian dan penyeleksian terhadap hadis, mana yang soheh dan mana yang dha’if, telah menghasilkan metode-metode yang cukup kaya, mulai dari metode penyusunan dalam berbagai bentuknya, hingga kaidah-kaidah penelusuran hadis. Kaidah-kaidah tersebut akhirnya menjadi disiplin ilmu tersendiri yang kemudian disebut dengan ilmu hadits.
Akan tetapi, karena pembukuan hadis baru bisa di lakukan dalam rentang waktu yang cukup lama (hampir seratus tahun) setelah Nabi Muhammad SAW wafat, ditambah lagi dengan kenyataan sejarah bahwa banyak hadis yang dipalsukan, maka keabsahan hadis-hadis yang beredar di kalangan kaum muslimin menjadi rancu, meskipun mereka telah meneliti dengan seksama. Di sinilah bekal pegetahuan ilmu hadis menjadi sangat bermanfaat bagi peneliti dan pengkaji hadis. Karena untuk mempelajari dan mengkaji hadis-hadis Nabi, seseorang tidak bisa mengabaikan ilmu hadis ini. Dengan ilmu ini, para ulama’ bisa mengetahui kualitas hadis, apakah termasuk hadis shahih, hasan, atau dhaif. Dan para peneliti dan pengkaji hadis harus mengetahui sejarah perkembangan hadis, mulai hadis zaman Nabi Muhammad, sahabat, atau zaman tabiin, bahkan sampai perkembangan hadis zaman modern.
Perjalanan hadis pada tiap periodenya mengalami berbagai persoalan dan hambatan yang dihadapinya, yang antara periode satu dengan periode lainnya tadak sama, maka pengungkapan sejarah perlu di ajukan ciri-ciri khusus dalam persoalan tersebut. Terlepas dari periodesasi yang kami kemukakan di atas, yang perlu di kemukakan juga pada pembahasan ini adalah kitab-kitab ilmu hadis periode IV, V, VI, dan VII sampai sekarang.
2.      Pembinaan dan perkembangan ilmu hadis
Pada perkembangan berikutnya, perkembangan ilmu hadis semakin pesat ketika ahli hadis membicarakan tentang daya ingat para pembawa dan perawi hadis kuat atau tidak (dhabith), bagaimana metode penerimaan dan penyampaiannya (tahammul wa ‘ada’), hadis yang kontra bersifat menghapus (nāsikh dan mansūkh) atau kompromi, kalimat hadis yang sulit dipahami (ghārib al hadīts), dan lain-lain. Pada pertengahan abad kedua hijriyah, kaidah-kaidah itu semakin dikembangkan oleh para ulama, baik mereka yang mengkhususkan diri dalam mempelajari bidang hadis maupun bidang-bidang lainnya. Ilmu hadis mulai ditulis dan dikodifikasikan dalam bentuk yang sederhana, belum terpisah dari ilmu-ilmu lain, belum berdiri sendiri dan masih bercampur dengan ilmu-ilmu lain atau kitab-kitab lain.
Pada abad ketiga hijriyah, penulisan ilmu hadis juga pesat, akan tetapi penulisan ilmu hadis masih belum menyatu dan menjadi ilmu yang berdiri sendiri, ilmu hadis masih ditulis dalam bentuk bab-bab saja. Orang yang pertama kali menulis hadis adalah Ali bin Al-Madani, hal ini dapat dilihat dari karyanya sebagaimana dalam buku Abdul Majid Khon :
“Diantara kitab-kitab ilmu hadis pada abad ini adalah kitab Mukhtalif Al-Hadits yaitu Ikhtilaf Al-Hadīts karya Ali bin Al-Madini, dan Ta’wil Mukhtalif Al-Hadīts karya Ibnu Qutaibah (w.276). Kedua kitab tersebut ditulis untuk menjawab tantangan  dari serangan kelompok teolog yang sedang berkembang pada masa itu, terutama dari golongan mu’tazilah dan ahli bid’ah[20]
Perkembangan ilmu hadis mencapai puncak keemasannya dan dapat berdiri sendiri pada abad ke-4 H yang merupakan penggabungan dan penyempurnaan berbagai ilmu yang berkembang pada abad-abad sebelumnya. Diantara ulama yang berhasil memunculkan ilmu hadis secara paipurna dan berdiri sendiri adalah Al-Qadhi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdurrahmanbin Khalad Ar-Ramahurmuzidengan karyanya yang berjudul Al-Muhaddīts Al-Fashil bain Ar-Rawī wa Al-Wa’I, kemudian diikuti oleh Al-Hakim Abu Abdullah An-Naisaburi dengan karyanya yang berjudul Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadīts, dan kemudian diikuti oleh penulis-penulis lainnya.
Bermula pada abad ke-VII dan berakhir pada abad ke-X ilmu hadis mengalami kematangan dan kesempurnaannya dengan ditulisnya sejumlah kitab mencakup dari keseluruhan cabang ilmu hadis. Selain itu dilakukan juga penghalusan sejumlah ungkapan dan penelitian berbagai masalah dengan mendetail. Pelopor pembaharuan dalam pembukuan ilmu ini adalah Al-Imam Al-Muhaddits Al-Faqih Al-Hafiz Al-Ushuli Abu ‘Amr Utsman bin Ash-Shalah dengan kitabnya “Ulum al-Hadīts. Kitab tersebut merupakan pelopor yang dapat ditirudan merupakan rujukan yang dapat dipercaya, sehingga para penulis berikutnya banyak menginduk kepadanya.[21]
Pada abad ke-X sampai awal abad ke-XIV H ijtihad ulama dalam masalah ilmu hadis dan penyusunan kitabnya nyaris berhenti total.  Tahap ini ditandai dengan lahirnya sejumlah kitab hadis yang ringkas dan praktis, baik  dalam bentuk syair dan prosa. Dan pada awal abad ke-XIV H, ilmu hadis mengalami masa perkembangannya kembali yang dapat dibuktikan dengan pembaharuan sistematika penyusunan kitab-kitab “Ulum al-Hadits”. yang karenanya membuat para ulama berbondong-bondong membuat karya mereka, diantaranya adalah kitab Qawai’id at-Tahdits karya Syekh Jamaluddin al-Qasimi, Miftah as-Sunnah atau Tarikh Funun al-hadits karya Abdul Aziz al-Khuli.




D.      Kitab-Kitab Ilmu Hadis
1.      Kitab-kitab ilmu hadis abad IV-VI Hijriyah
Berikut nama-nama kitab ilmu hadis pada abad ke IV-VI
a.       Al-Muhaddits Al-Fāshil bain Ar-Rāwī wa Al-Wa’ī. karya Al-Qadi Abu Muhammad Al-Hasan bin Abd. Ar-Rahman bin Khalad Ar-Ramahurmuzi (360 H). kitab ini belum membahas masalah-masalah ilmu hadis secara lengkap namun pada masa kitab ini menjadi kitab terlengkap yang kemudian dikembangkan oleh para ulama pada masa berikutnya.
b.      Ma’rifah ‘Ulūm Al-Hadīts karya  Al-Hakim Abu Abdillah Muhammad bin Abdillah An-Nisaburi (405 H). Kitab ini juga belum sempurna dan kurang sistematis.
c.       Al-Mustakhraj ‘Ala Ma’rifah ‘Ulūm Al-Hadīts. karya Abu Nu’aim Ahmad bin abdilah Ash-Asfahani (430 H)
d.      Al-Kifāyah fi Qawanīn Ar-Riwāyah dan Al-Jami’li Adab Asy-Syeikh wa As-Sami’ karya Abu Bakr Ahmad Al-Khathib Al-Baghdadi (463 H)
e.       Al-Ilm’ fi ‘Ulum Ar-Riwāyah as-sima’ karya Al-Qadhi ‘Iyadh bin Musa Al-Yashibi (544 H).
f.       Mā  Lā Yasi’u Al-Muhadditsu Jahluhu karya Abu Hafsh Umar bin Abdul Majid al-Mayanji. (580 H)
g.      Ulumul Hadist  karya Abu Amr Utsman bin Abdirrahman Asy-Syahrazuri yang masyhur dengan sebutan Ibnu Ash-Shalah karena keterkenalan kitabnya yang berjudul “Muqaddimah Ibnu Ash-Shalāh”[22]

2.      Kitab-kitab ilmu hadis abad VII-Sekarang.
a.       At-Taqrīb wa At-Taisir li Ma’rifati Sunan Al-Basyiri wa An-Nadzīr, Karya Muhyiddin Yahya bin Syaraf An-Nawawi (676 H).
b.      Al-Tabshirāh wa al-Tadzlatah, Karya al-Hafizh Abdurrahman bin al-Husain al-“Iraqi (806).
c.       Tadrīb Ar-Rawī fi Syarhi Taqrīb An-Nawawī, Karya Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar As-Suyuthi (911 H).
d.      Fathul Mughīts fi Syarah Alfiyati Al-Hadīts, Karya Muhammad bin Abdirrahman As-Sakhawi (902 H).
e.       Fathul Baqi alā Alfiyati Al-Iraqi, karya Al Hafizh Zainuddin Asy-Syaikh Zakaria bin Muhammad bin Ahmad bin Zakaria Al-Anshari (925 H).
f.       Nukhbatul Fikar fi Musthalahi Ahli Al-Atsar, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (852 H)
g.      Al-Manzhumah Al-Baiquniyah, karya Umar bin Muhammad Al-Baiquni (1080 H).
h.      Taudhih al-Afiar, Karya ash-Shan’ani Muhammad bin Ismail al-Amir
i.        Qawa’id At-Tahdīst, karya Jamaluddin Al-Qasimi (1332 H).
j.        As-Sunnah wa Makanatuha fi at-Tasyri’ al-Islami, karya Dr. Musthafa as-Siba’i.
k.      Al-Hadīts Wa al-Muhadditsūn, karya Dr.Muhammad Abu Zahw.
l.        Al-Manhaj al-Hadits fi ‘Ulum al-Hadits, karya Dr. Syekh Muhammad as-Simahi.
m.    Taisīr Musthalah Al-Hadīts, karya Dr. Mahmud At-Thahhan. [23]









BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Ilmu hadis adalah ilmu yang mengkaji dan membahas segala ilmu yang membicarakan hadis pada berbagai aspeknya yang di dalamnya berisi tentang sgala yang disandarkan kepada nabi. Ilmu hadis dalam pengkajiannya dibagi menjadi dua bagian yaitu ilmu hadis riwayah dan ilmu hadis dirayah. Cabang-cabang ilmu hadis adalah Ilmu Al-Jārh wa At-Ta’dil, Ilmu Rijāl Al-Hadīts, Ilmu ‘Ilal Al-Hadits, Ilmu Ghārīb al- Hadīts, Ilmu Nāsikh wa Al-Mansūk, Ilmu Asbāb al-wurūd al-Hadīts, Ilmu Tashif wa Al-Tahrif, Ilmu Musththalah Al-Hadīts, Ilmu Fann Al-Mubhammat, Ilmu Tarīkh Ar-Ruwah.
Sejarah pengumpulan dan penulisan hadis dan ilmu hadis telah melalui fase historis yang sangat panjang semenjak Nabi SAW, sahabat, tābi’īn dan seterusnya hingga mencapai puncaknya pada kurun abad III Hijriyah. Perjuangan para ulama hadis yang telah berusaha dengan keras dalam melakukan penelitian dan penyeleksian terhadap hadish, mana yang soheh dan mana yang dha’if, telah menghasilkan metode-metode yang cukup kaya, mulai dari metode penyusunan dalam berbagai bentuknya hingga kaidah-kaidah penelusuran hadis. Terlepas dari periodesasi yang kami kemukakan di atas, yang perlu di kemukakan juga pada pembahasan ini adalah kitab-kitab ilmu hadis periode IV, V, VI, dan VII sampai sekarang.

B.     Saran
Penulis menyaadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis memohon saran dan kritik para pembaca demi kesempurnaan makalah penulis berikutnya.




DAFTAR PUSTAKA

Ad, Endang, Soetari. 2008. Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah. Bandung: Mimbar Pustaka.

Al-Maliki, Muhammad, Alawi. 2012. Ilmu Ushul Hadis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Idri, Studi Hadis. 2013. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sahrani, Sohari. 2010. Ulumul Hadits. Bogor: Ghalia Indonesia.

Suparta, Munzier. 2013.  Ilmu Hadis. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Solahudin, Agus dan Agus Suyadi.2009. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.

Khon, Abdul Majid, 2012. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.

Itr, Nuruddin. 2014. ‘Ulumul Hadis. Bandung: Remaja Rosdakarya.




[1] Sohari Sahrani, Ulumul Hadits, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), 71.
[2] Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), 23.
[3] Endang Soetari Ad, Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah, (Bandung: Mimbar Pustaka, 2008), 12.
[4]  Muhammad Alawi Al-Maliki, Ilmu Ushul Hadis, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 37.
[5] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2012) 86.
[6] Idri, Studi Hadis, (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2013), 57
[7] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2012) 77.
[8] Ibid, 78.
[9] Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 106.
[10] Nuruddin ‘Itr, Manhaj An-Naqd fi ‘Ulum Al-Hadits,Terj. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), 13
[11] Khon, Ulumul Hadis, 79.
[12] Ibid., 80.
[13] Suparta, Ilmu Hadis, 27.
[14] Solahuddin dan Suyadi, Ulumul Hadis, 112.
[15] Sahrani, Ulumul Hadis, 76.
[16] Khon, Ulumul Hadis, 97.
[17] Suparta, Ilmu Hadits, 37.
[18] Khon, Ulumul Hadis, 102.
[19] Itr, Manhaj An-Naqd fi ‘Ulum Al-Hadits,Terj.), 25.
[20] Khon, Ulumul Hadis, 91.
[21]  ‘Itr, Manhaj An-Naqd fi ‘Ulum Al-Hadits,Terj.), 58.
[22] Idri, Studi Hadis, 88-90
[23] Solahuddin dan Suyadi, Ulumul Hadis, 127-128

Tidak ada komentar:

Posting Komentar