SANAD DAN MATAN HADIS
MAKALAH
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi
Hadis yang Dibina Oleh
Bapak
Prof. Dr. H. Idri, M.Ag.

Oleh:
SUBAHRI
NIM.
18201521030
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM
MAGISTER (S2)
PASCASARJANA
STAIN PAMEKASAN
MIE 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI ………………………………………………………………… … I
BAB
I: PENDAHULUAN
……………………………………………………....1
A.
Latar
Belakang Masalah ………………………………………………......1
B.
Rumusan
Masalah ………………………………………………………. .2
C.
Tujuan
Penulisan ……………………………………………………….... 2
BAB
II: PEMBAHASAN ………………………………………………………
3
A.
Pengertian
Sanad dan Matan Serta Unsur-unsurnya …………………...... 3
B.
Sanad
dan Hubungannya dengan Dokumentasi Hadis……….…………... 7
C.
Metode
Penulisan Sanad dan Matan Hadis …………………..…….........10
D.
Kandungan
Matan Hadis Secara Umum ……………………………….. 13
BAB
III: PENUTUP
A.
Kesimpulan
…………………………………………………………….. 15
B.
Saran
……………………………………………………………………. 16
DAFTAR
PUSTAKA …………………………………………………………. 17
BAB I
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam
mempelajari hadis Nabi SAW. seseorang penting menentukan keberadaan dan kualitas hadis tersebut,
yaitu melalui sanad dan matan hadis. Kedua unsur hadis tersebut begitu sangat
penting antara yang satu dan yang lainnya saling berhubungan erat, sehingga
apabila salah satunya tidak ada, maka akan berpengaruh dan dapat merusak
eksistensi kualitas suatu hadis. Sehingga suatu
matan yang tidak memiliki sanad,
maka hal tersebut tidak bisa di sebut ssebagai hadis, dan walaupun disebut dengan
hadis, maka ia dinyatakan sebagai hadis palsu (mawdhu’), demikian juga
sebaliknya.
Di dalam
penilaian suatu hadis, unsur sanad dan matan adalah sangat urgen dan sangat menentukan.
Oleh karenanya yang menjadi objek kajian dalam penelitian-penelitian hadis adalah
kedua unsur tersebut, yaitu sanad dan matan.
Berangkat
dari uraian tersbut, penulis akan menjelaskan tentang sanad dan matan hadis serta
berbagai permasalahan yang berhubungan dengan keduanya.
B.
Rumusan Masalah
Sebagaimana
uraian latar belakang masalah di atas, maka yang akan menjadi pokok kajian
dalam sanad dan matan, adalah:
1.
Bagaimana
pengertian Sanad hadis?
2.
Bagaimana
pengertian matan hadis?
3.
Apa
saja unsur-unsur sanad hadis?
4.
Apa
saja unsur-unsur matan hadis?
5.
Bagaimana
dokumentasi sanad hadis?
6.
Bagaimana
peranan sanad dalam dokumentasi hadis?
7.
Bagaimana
metode penulisan sanad dan matan hadis dilihat dari segi kelengkapan sanad?
8.
Bagaimana
metode penulisan sanad dan matan hadis dilihat dari segi sumber berita sanad?
9.
Bagaimana
metode penulisan sanad dan matan hadis dilihat dari segi penilaian sanad matan hadis?
10.
Bagaimana
kandungan matan hadis secara umum?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
memahami pengertian Sanad hadis
2.
Untuk
memahami pengertian matan hadis
3.
Untuk
memahami unsur-unsur sanad hadis
4.
Untuk
memahami unsur-unsur matan hadis
5.
Untuk
memahami dokumentasi sanad hadis
6.
Untuk
memahami peranan sanad dalam dokumentasi hadis
7.
Untuk
memahami metode penulisan sanad dan matan hadis dilihat dari segi kelengkapan sanad
8.
Untuk
memahami metode penulisan sanad dan matan hadis dilihat dari segi sumber berita sanad
9.
Untuk
memahami metode penulisan sanad dan matan hadis dilihat dari segi penilaian sanad matan hadis
10.
Untuk
memahami kandungan matan hadis secara umum
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Sanad dan Matan Serta Unsur-unsurnya
1.
Pengertian
Sanad dan Matan Menurut Bahasa dan Istilah
Sanad dari bahasa: المعتمد (sandaran, tempat bersandar, yang menjadi sandaran)[1]. Sedangkan
sanad menurut istilah, sanad yaitu:
سلسلة
الرجال الموصلة للمتن
“Mata
rantai para periwayat hadis yang menghubungkan samapai kepada matan hadis”.[2]
Jadi sanad itu merupakan orang-orang atau rantai penutur hadis,
atau yang meriwayatkan hadis yang menyampaikan kepada matan. Contoh:
حَدّثَنَامُسَدَّدٌحَدَّثَنَايَحْيَى عَنْ
عُبَيْدِاللهِ قَالَ حَدَّثَنِى خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الَّرحْمنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ
عَاصِمٍ عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النّبِي صَلّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلّم قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَاظِلَّ
إلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَدْلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ وَرَجُلٌ قَلْبُه
مُعَلَّقٌ فِي المسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَبَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا
عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إنِّي أخَافُ
اللهَ وَرَجَلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُه مَا
تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ الله خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ (رواه
البخاري)
“Telah menceritakan kepada kami
Musaddad, telah menceritakan yahyā dari ‘Ubaidillah, berkata ‘Ubaidillah,
menceritakan kepadaku Khubayb bin ‘Abd al-Rahmān dari ḫafsh bin ‘Ậshim dari Abū
Hurayrah ra. Dari Nabi SAW, Nabi bersabda: Ada tujuh golongan yang akan
mendapatkan naungan Allah, pada hari dimana tidak ada naungan selain
naungan-Nya. Yaitu; Seorang imam yang
adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, seorang laki-laki yang
hatinya selalu terpaut dengan masjid, dua orang ynag saling mencuntai karena
Allah yang mereka berkumpul karena-Nya dan juga berpisah karena-Nya, seorang
laki-laki yang dirayu oleh wanita bangsawan lagi cantik untuk berbuat
mesum lalu ia menolak seraya berkata,
Aku takut kepada Allah, seorang yang bersedekah dengan diam-diam, sehingga
tangan kanannya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kirinya. Dan
yang terakhir adalah seorang yang menetes air matanya saat berdzikir, mengingat
dan menyebut nama Allah dalam kesunyian”. [3]
Maka sanad hadis di atas adalah:
حَدّثَنَامُسَدَّدٌحَدَّثَنَايَحْيَى
عَنْ عُبَيْدِاللهِ قَالَ حَدَّثَنِى خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الَّرحْمنِ عَنْ حَفْصِ
بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النّبِي صَلّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلّم
“Telah menceritakan kepada kami
Musaddad, telah menceritakan yahyā dari ‘Ubaidillah, berkata ‘Ubaidillah,
menceritakan kepadaku Khubayb bin ‘Abd al-Rahmān dari ḫafsh bin ‘Ậshim dari Abū
Hurayrah ra. Dari Nabi SAW.”.
Sedangkan
المتن menurut bahasa berarti;
keras, kuat, sesuatu yang tampak dan yang asli.[4]
Matan menurut istilah:
ما ينتهي إليه
السند من الكلام
“Perkataan yang disebut pada akhir
sanad”[5]
Demikian juga, ʹAlī Muhammad Nashr
mengatakan tentang definisi matan:
ألفاظ الحديث التي
تتقوم بها المعاني
“Lafadh-lafadh hadis, yang
sebab lafadh-lafadh tersebut terbentuklah makna”[6]
Dengan demikaian tata letak matan
dalam struktur utuh penyajian hadis senantiasa jatuh setelah ujung terakhir
sanad”[7]. Jadi
matan hadis merupakan materi bertita atau redaksi yang disampaikan oleh sanad
trakhir. Contoh:
حَدّثَنَامُسَدَّدٌحَدَّثَنَايَحْيَى
عَنْ عُبَيْدِاللهِ قَالَ حَدَّثَنِى خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الَّرحْمنِ عَنْ حَفْصِ
بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النّبِي صَلّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلّم قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ
لَاظِلَّ إلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَدْلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ
وَرَجُلٌ قَلْبُه مُعَلَّقٌ فِي المسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَبَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا
عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ
وَجَمَالٍ فَقَالَ إنِّي أخَافُ اللهَ وَرَجَلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأخْفَاهَا
حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُه مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ الله
خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ (رواه البخاري)
“Telah menceritakan kepada kami
Musaddad, telah menceritakan yahyā dari ‘Ubaidillah, berkata ‘Ubaidillah,
menceritakan kepadaku Khubayb bin ‘Abd al-Rahmān dari ḫafsh bin ‘Ậshim dari Abū
Hurayrah ra. Dari Nabi SAW, Nabi bersabda: Ada tujuh golongan yang akan
mendapatkan naungan Allah, pada hari dimana tidak ada naungan selain
naungan-Nya. Yaitu; Seorang imam yang
adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, seorang laki-laki yang
hatinya selalu terpaut dengan masjid, dua orang ynag saling mencuntai karena
Allah yang mereka berkumpul karena-Nya dan juga berpisah karena-Nya, seorang
laki-laki yang dirayu oleh wanita bangsawan lagi cantik untuk berbuat
mesum lalu ia menolak seraya berkata,
Aku takut kepada Allah, seorang yang bersedekah dengan diam-diam, sehingga
tangan kanannya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kirinya. Dan
yang terakhir adalah seorang yang menetes air matanya saat berdzikir, mengingat
dan menyebut nama Allah dalam kesunyian”. [8]
Maka matan hadis di atas adalah:
قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ
تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَاظِلَّ إلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَدْلٌ وَشَابٌّ
نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ وَرَجُلٌ قَلْبُه مُعَلَّقٌ فِي المسَاجِدِ
وَرَجُلَانِ تَحَبَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ
وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إنِّي أخَافُ اللهَ
وَرَجَلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُه مَا
تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ الله خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Nabi bersabda: Ada tujuh golongan
yang akan mendapatkan naungan Allah, pada hari dimana tidak ada naungan selain
naungan-Nya. Yaitu; Seorang imam yang
adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, seorang laki-laki yang
hatinya selalu terpaut dengan masjid, dua orang ynag saling mencuntai karena
Allah yang mereka berkumpul karena-Nya dan juga berpisah karena-Nya, seorang
laki-laki yang dirayu oleh wanita bangsawan lagi cantik untuk berbuat
mesum lalu ia menolak seraya berkata,
Aku takut kepada Allah, seorang yang bersedekah dengan diam-diam, sehingga
tangan kanannya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kirinya. Dan
yang terakhir adalah seorang yang menetes air matanya saat berdzikir, mengingat
dan menyebut nama Allah dalam kesunyian”.
2.
Unsur-Unsur
yang Terdapat Pada Sanad dan Matan
Sanad merupakan rentetan dalam periwayatan hadis. Keberadaan sanad
merupakan hal yang sangat urgen dalam menentukan kualitas hadis. Di dalam sanad
sendiri ada beberapa unsur sanad.
Unsur-unsur
sanad tersebut adalah:
a. Rijāl al-Sanad (adalah perawi-perawi
yang ada dalam sanad dari yan pertama sampai dengan yang terakhir)
b.
Ittishal
al-Ruwāt (silsilah sanad)
c.
Tahammul
wa al-Adā (metode periwayatan dan lambang-lambang periwayatan.
Sedangkan matan, merupakan salah satu unsur hadis. Matan hadis juga
berfungsi sebagai sarana perumus konsep keagamaan dalam bentuk hadis. Setiap matan
memiliki unsur lafadz (teks) dan unsur makna (konsep).[9] Dengan
demikian struktur lafadh matan hadis sejatinya adalah cerminan dari konsep ide
yang dirumuskan dalam bentuk teks, sehingga pada akhirnya matan disebut Nash
al-Hadīts.
B.
Sanad dan Hubungannya dengan Dokumentasi hadis
1.
Dokumentasi
Sanad Hadis
Dokumentasi
sanad hadits merupakan hal sangat urgen dalam menjaga keotentikannya hadis.
Karena merupakan sumber ajaran setelah al-Qur’an yang sudah menjadi pola amāliyah
masyarakat. Dengan demikian, tidak diragukan lagi kebenarannya. Hal tersebut
dilakukan untuk menyaring unsur-unsur luar yang masuk ke dalam hadis, baik yang
disengaja ataupun tidak. Maka, dengan dokumentasi terhadap sanad tersebut,
hadis-hadis Rasulullah SAW dapat terhindar dari segala yang mengotorinya.
Nasir mengutip
pendapatnya Sufyan al-Tsauri, “Sanad adalah senjata orang mukmin, seandainya ia
tidak bersenjata lalu dengan apa dia akan berperang?”[10]
Senada dengan Abdullah bin Mubarak yang dikutip Jamal:
الإسناد
من الدين ولو لا الإسناد لقال من شاء ما شاء
“Sanad adalah
bagian dari agama, kalau bukan karena sanad niscaya banyak orang akan berkata seenaknya”[11].
Dokumentasi
sanad hadis berjalan seirama dengan penulisan hadis, hal tersebut sebagai salah
satu data sejarah yang cukup unik dan lama, data tersebut merupakan kitab-kitab
hadis. Kitab tersebut terpelihara dan diwariskan secara estafet dari satu
generasi ke generasi sesudahnya.
Salah satu
kelebihannya kitab-kitab hadis tersebut dibukukannya data orang-orang yang
menerima dan meriwayatkan hadis-hadis tersebut, yang disebut sanad.
Sanad hadis satu persatu terdokumentasikan
secara urut dan valid. Hal itu dapat dilihat pada kitab, al-Jāmi’ al-Shahīh
(al-Bukhari dan Muslim). Juga seperti ulama-ulama berikut: Abu Daud,
al-Turmudzi, al-Nas’I, ibn Majah, Malik bin Anas, Ahamd bin Hambal, al-Darimi,
al-Daruquthni, dan al-Hakim. Mereka semua menulis hadis lengkap dengan
sanadnya. Hal ini bukti bahwa sanad hadis terdokumentasi dengan baik.
2.
Peranan
Sanad dalam Dokumentasi Hadis
Peranan sanad dalam kaitannya dengan dokumentasi hadis,
yaitu: menyangkut pengumpulan dan pemeliharaan hadis, baik dalam bentuk tulisan
atau dengan mengandalkan daya ingat yang kuat.
Proses dokumentasi hadis melalui
periwayatan, menurut Fachrur Rahman yang dikutip Badri Khaeruman, memerlukan
proses penerimaan (Naql dan Tahammul) hadis oleh seorang rawi dari gurunya dan setelah dipahami,
dihaflalkan, dihayati, diamalkan (dhabth), ditulis, di-tadwin (tahrir),
dan disampaikan kepada orang lain sebagai muridnya (ada’) dengan menyebut
sumber pemberitaan riwayatnya.[12]
Kegiatan pendokumentasian hadis,
terutama pengumpulan dan penyampaian hadis-hadis Nabi SAW, baik melalui hafalan
maupun melalui tilisan yang di lakukan oleh para Sahabat, Tābi‘īn,
Tābi‘ al- Tābi‘īn, dan mereka yang datang sesudahnya, yang
rangkaian mereka itu disebut Sanad, sampai generasi yang dibukukan hadis-hadis
tersebut, seperti Malik ibn Anas, Ahmad ibn Hambal, Bukhari, Muslim, dan
lainnya, telah menyebabkan kepemeliharaannya hadis-hadis sampai di tangan kita
seperti sekarang ini.
Dalam
perkembangan berikutnya, proses pendokumentasian hadis semakin banyak dilakukan
dengan tulisan. Hal ini terlihat dari delapan metode mempelajari hadis yang di
kenal di kalangan Ulama hadis.
Metode-motode
tersebut adalah: Sama’ min lafdh al-Syaikh (mendengarkan sendiri dari
perkataan gurunya), al-Qirā’ah ‘alā al-Syaikh (murid membaca sendiri di
hadapan gurunya), Ijāzah ( pemberin
izin dari seseorang kepada orang lain untuk meriwayatkan hadis darinya atau dari kitab-kitabnya), Munāwalah
( seorang guru memberikan sebuah naskah asli kepada muridnya atau salinan yang
sudah dikoreksi), Mukātabah (seorang guru menulis atau menyuruh orang
lain untuk menulis beberapa hadis kepada orang di tempat lain atau yang ada di
hadapannya), Wijādah (memperoleh tulisan hadis orang lain yang tidak
diriwayatkan dengan sama’, qirā’ah maupun yang lainnya, dari pemilik
hadis atau pemilik tulisan tersebut), washīyah
(pesan seseorang ketika akan meninggal atau bepergian dengan sebuah kitab
tulisan supaya diriwayatkan), dan I’lām (pemberitahuan guru kepada
muridnya bahwa hadis yang diriwayatkan
adalah riwayatnya sendiri yang diterima
dari seorang guru dengan tidak mengatakan (menyuruh) agar si murid meriwayatkan.[13]
Berdasarkan
cara-cara tersebut, tiap-tiap sanad hadis secara berkesinambungan. Mulai dari
Sahabat, Tābi‘īn, Tābi‘ al- Tābi‘īn, dan seterusnya sampai
terdokumennya hadis-hadis Nabi SAW. di dalam kitab-kitab hadis seperti yang
kita jumpai sekarang, telah memelihara dan menjaga keberadaan dan kemurnian
hadis Nabi SAW, yang merupakan sember kedua dari ajaran Islam.
Kegiatan
pendokumentasian hadis yang dianjurkan oleh masing-masing sanad tersebut di atas,
baik melalui hafalan maupun tulisan, telah pula didokumentasikan oleh para Ulama
dan para peneliti serta kritikus hadis. Kitab-kitab hadis yang muktabar dan
standart, seperti Shahih Bukhori, Shahih Muslim, dan lainnya, di dalam
menuliskan hadis, juga menuliskan secara urut nama-nama sanad hadis satu
persatu, mulai dari sanad pertama sampai sanad terakhir.
C.
Metode Penulisan Sanad dan Matan Hadis
1.
Dilihat
dari Segi Kelengkapan Sanad
Metode penulisan sanad tidak lepas dari metode yang digunakan Nabi
Muhammad untuk mengajarkan hadisnya, yang meliputi metode lisan, metode tulisan
dan metode pragaan praktis. Oleh karenanya hadis menjadi bagian terpenting dari wahyu yang diterima
Nabi Muhammad. Maka dalam rangka mensosialisasikan memerlukan upaya-upaya dan
metode yang fix (kuat) untuk menjaga keotentikan teks hadis.
Penulisan sanad hadis dilihat dari segi kelengkapan hadis meliputi:
1). Sanad dan matan hadis yang ditulis secara lengkap. 2). Penulisan hadis
dengan sanad yang ditulis lengkap, sedangkan matan ditulis dengan ح
atau خ atau صح sebagainya.
Status
dan kualitas suatu hadis, apakah dapat di terima atau di tolak, tergantung pada
sanad dan matan hadis tersebut. Apabila sanad suatu hadis telah memenuhi syarat-syarat
dan keriteria tertentu, demikian juga matan-nya, maka hadis tersebut dapat diterima
sebagi dasar untuk melakukan sesuatu atau menetapkan hukum atas sesuatu. Atau
disebut hadis maqbūl (hadis yang dapat diterima sebagai dalil atau dasar
penetapan suatu hukum). Diantara syarat maqbūl dalam suatu hadis adalah
berhubungan erat dengan Sanad-nya bersambung
Suatu
hadis manakala Sanad-nya tidak bersambung atau terputus, maka Hadis
tersebut tidak biasa diterima sebagai dalil atau Hujjah. Keterputusan sanad
dapat terjadi pada awal sanad, baik satu orang perawi atau lebih (disebut hadis
mu’allaq), atau pada akhir sanad (disebut hadis mursal). atau
terputusnya sanad satu orang (munqathi’), atau dua orang atau lebih
secara berurutan (mu’dhal), dan lainnya.
Dengan
demikian penulisan sanad berimplikasi pada
keadaan suatu hadis. karena sanad suatu hadis sangat berperan dalam menentukan
kualitas hadis, yaitu dari segi dapatnya diterima sebagai dalil (maqbūl)
atau tidak (mardūd).
2.
Dilihat
dari Sumber Berita Sanad
Penulisan sanad dan matan, memerlukan ketelitian dan kehati-hatian,
salah satu contoh yang dilakukan para Ulama ahli hadis. Ali Mustafa Yaqub
menjelaskan bahwa, “Para ulama ahli hadis membuat persyaratan-persyaratan yang
ketat untuk rawi-rawi yang dapat diterima hadisnya, di samping kriteria-kriteria
teks hadis yang dapat dijadikan sebagai sumber ajaran Islam.[14] Senada
dengan pentingnya ketelitian dan kehati-hatian dalam hal tersebut, Idri
menjelaskan, bahwa “Para periwayat hadis pun tidak luput dari sasaran
penelitian mareka untuk diteliti kejujuran, kekuatan hafalan, dan lain
sebagainya.”[15]
Dengan demikian membutuhkan penjagaan hadis Nabi dari upaya-upaya
yang melemahkannya dan disaring dari tercampurnya dengan hadis al-Maudhū‘ī.
Ini artinya, segala matan hadis yang beredar perlu diteliti siapa
pembawanya, bagaimana silsilah sanadnya, dan bagaimana isi kandungan hadisnya.
Dengan inisiatif Umar bin Abdul Aziz dan para Ulama abad kedua dan ketiga
hijriah maka terjadilah pembukuan hadis
secara resmi
Demikian juga
halnya jika sanad hadis mengalami cacat, baik cacat yang berhubungan dengan
keadilan para perawi, seperti pembohong, fasik, pelaku bid’ah, atau tidak di
ketahui sifatnya , atau cacatnya berhubungan dengan kedhabitannya, seperti
sering berbuat kesalahan, buruk hafalannya, lalai, sering ragu, dan menyalahi
keterangan orang-orang terpercaya.
Keseluruhan
cacat tersebut, apabila terdapat pada salah seorang perawi dari suatu sanad
hadis, maka hadis tersebut juga dinyatakan dha’if dan ditolak sebagai
dalil.
Jadi penulisan
sanad dan matan hadis dilihat dari sumber berita sanad adalah:
1). Hadis marfūʹ:
هو ما أضيف إلى
النبى صلى الله عليه وسلم خا صة من قول او فعل او تقرير اووصف "Hadis yang
disandarkan pada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan atau sifat
Nabi Muhammad.”[16]
2). Hadis mauqūf:
هو ما أضيف إلى
الصحابة رضوان الله عليهم
"Hadis yang
disandarkan pada sahabat.”[17]
3). Hadis maqthūʹ:
هو مانسب إلى
التا بعى من قول أوفعل
"Hadis yang
dinisbatkan pada tābiʹīn baik berupa perkatan atau perbuatan.”[18]
3.
Dilihat
dari Segi Penilaian Sanad dan Matan Hadis
Dalam hal penulisan sanad dan matan, penilain sanad dan matan merupakan hal yang
sangat urgen, dan merupakan bentuk yang komprehensif dari keutuhan berkualitas atau
tidaknya sebuah hadis.
Dengan demikian penulisan sanad dan matan hadis dilihat dari segi
penilaian sanad dan matan hadis adalah: 1). Hadis yang dinilai dengan tegas
seperti sunan al-Turmudzī. 2). Hadis yang tidak dinilai.
Suatu contoh dalam hal periwayatan hadis pada masa Abu Bakar, Abu
Bakar secara hati-hati dan butuh kesaksian dari orang lain terhadap orang yang
meriwatkan hadis, atau juga yang terjadi masa Ali, beliau tidak menerima hadis
sebelum yang meriwayatkan disumpah. Menurut Jamal, “Kedudukan sanad dalam
sebuah hadis sangatlah penting, karenanya, sebuah hadis bisa diterima atau
ditolak, banyak ditentukan oleh siapa yang meriwayatkan. Di samping itu, sanad
hadis dapat menentukan kualitas hadis, mana hadis shahih atau hasan, atau hadis
dla’if yang kemudian harus ditinggalkan.”[19]
D.
Kandungan Matan Hadis Secara Umum
Matan hadis bermuatan konsep ajaran
Islam, berupa sabda Nabi, Surat-surat yang dibuat Nabi, Seperti fakta
perjanjian, hadis Qudsi, pemberitaan yang berkaitan dengan al-Qur’an, perbuatan
atau tindakan yang dilakukan Nabi dan
diriwayatkan kembali oleh sahabat, sifat dan hal ihwal pribadi Nabi, prilaku
Nabi dan kebiasaan Nabi dalam tata kehidupan sehari-hari, sirah nabawi, hadis
hammi dan Hadis taqrīry.[20]
Dengan demikian kandungan matan
secara umum dadalah teks yang terdapat di dalam matan suatu hadis mengenai
suatu peristiwa, atau pernyataan yang di sandarkan kepada Nabi Muhammad. Atau
tegasnya kandungan matan adalah redaksi dari matan suatu hadis yang berisi
tentang bagaimana awal wahyu turun kepada rasulullah saw, tentang iman, ilmu,
tentang amaliah sehari-hari (mandi, wudu’ dan sebagainya), tentang shalat, iʹtikaf, jual beli, penyewaan, upah,
perwakilan, tentang berladang dan bercocok tanam, distribusi air (pengairan), masalah
hutang, tentang perselisihan (pertengkaran), luqathah (barang temuan), tentang
perbuatan-perbuatan zalim, syirkah (perseroan), pegadaian, pembebasan budak, hadiah dan keutamaannya, syahadah (persaksian)
perdamaian, persyaratan, wasiat, jihad dan ekspedisi, permulaan makhluk, biografi,
berbagai keutamaan shahabat-shahabat nabi, tentang perang, tafsir, nikah, thalaq,
nafkah, makanan, ʹaqīqah, sembelihan-sembelihan, berburu, dan membacakan
bismillah atas hewan buruan, korban-korban, minuman, musibah sakit, pengobatan, mengenai makana, adab
(budi pekerti), isti`dzān (memohon izin), do'a-do'a, kalimat-kalimat
yang melunakkan hati, ketentuan allah, sumpah dan nadzar, kafarat sumpah, farāidl
(hukum waris), had (pidana) dan apa yang harus dihindari dari had, penjelasan
orang-orang yang diperangi terdiri dari orang-orang kafir dan orang-orang yang
harus diperangi dari orang-oang murtad sehingga mereka meninggal dunia, diyat
(tebusan kejahatan), orang-orang murtad dan orang-orang yang menentang diminta
bertaubat, dan peperangan terhadap mereka, pemaksaan, helah (upaya tersembunyi),
fitnah-fitnah (ujian/siksaan), hukum-hukum, harapan jauh (angan-angan), berpegang
kepada al-Qur'an dan sunnah dan tentang tauhid.[21]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari kajian tersebut, penulis dapat menyimpulkan:
1.
Sanad merupakan jalan/rentetan
orang-orang yang dapat menghubungkan matan hadis kepada Nabi Muhammad SAW.
2.
Matan merupakan
suatu kalimat tempat berakhirnya sanad atau isi (inti) dari hadis.
3.
Unsur-unsur
sanad dan matan adalah: Rijāl al-Sanad, Ittishal al-ruwāt dan Tahammul
dan adā’. Sedangkan unsur matan adalah lafadz (teks) dan maʹnā (konsep)
4.
Pendokumentasian
hadis merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga keotentikan sebuah hadis,
Sanad berperan dalam dokumentasi, karena dalam dokumentasi hadis ada berbagai
metode untuk menjaga hadis sebagi sumber
ke dua dalam ajaran Islam. Suatu misal, peranan sanad dalam
kaitannya dengan dokumentasi hadis, yaitu: menyangkut pengumpulan dan pemeliharaan
hadis, baik dalam bentuk tulisan atau dengan mengandalkan daya ingat yang kuat.
5.
Penulisan
sanad dan matan memerlukan kelengkapan sanad, karenanya bisa menjelaskan dan
membedakan hadis itu maqbūl atau mardūd. Dan juga sumber berita
sanad menjadi dasar dalam menjaga bercampurnya hadis paslu atau tidak, karena
dalam rentetan sanad memerlukan persyaratan-persyaratan untuk menjadi seorang
penyampai hadis. Misalnya bukan seorang pembohong atau fasik dan sebagainya. Serta
juga dalam penilaian sanad dan matan hadis merupakan bentuk yang komprehensif
dalam menentukan kualitas hadis.
6.
Kandungan matan secara umum dadalah teks yang
terdapat di dalam matan suatu hadis mengenai suatu peristiwa, atau pernyataan
yang di sandarkan kepada Rasul SAW. Atau tegasnya kandungan matan adalah
redaksi dari matan suatu hadis, seperti tentang berladang dan bercocok tanam, distribusi air
(pengairan), masalah hutang, tentang perselisihan dan sebagainya.
B.
Saran
Pada
penyusunan makalah ini penulis sangat menyadari masih banyak terdapat
kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalamnya, baik berupa bahasa maupun cara
penyusunannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna menciptakan
penyusunan makalah yang lebih baik lagi.
DAFTAR
PUSTAKA
Abbas, Hasjim.
2014. Kritik Matan Hadis. Yogyakarta: TERAS
abd Nasir, Jamal.
2013. Klasifikasi Hadits. Surabaya: Pena Salsabila
Ahmad, Muhammad.
2000. Ulumul Hadis. Bandung: CV. Pustaka Setia
Al-Bukhāry, Abū ‘Abdillah bin Isma‘īl. 1979a. al-Jāmi‘
al-Shaẖīh. Kairo: al-Matba‘ah al-Salafiyah
Al-Bukhāry, Abū ‘Abdillah bin Isma‘īl. 2005b. Shaẖīh
al-Bukhārī. t.tp: Dār al-Fikr
Ali, Atabik. dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. 1996. Kamus Kontemporer
Arab-Indonesia. Yogyakarta: MUliti Karya Grafika
Ibn al-ʹAdawī, Musthafā. t.t. As’ilah wa Wujūbah fī Mushthalaẖ
al-Hadīts. Mekkah: Dār
al-ʹIlm
Idri. 2013. Studi Hadis. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
ʹItr, Nūr
al-Dīn. t.t. Manẖaj al-Naqd Fī ʹUlūm al-Hadīts. Damsyiq: Dār
al-Fikr
Khaeruman,
Badri. 2010. Ulum al-hadis. Bandung: Pustaka Setia
Nashr, Alī Muẖammad. 1985. al-Nahj al-Hadīts fī Mukhtashar
ʹUlūm al-Hadīts. Jeddah: Dār al-Surūq
Salīm, ʹAmr ʹAbd al-Munʹim.
t.t. Taysīr ʹUlūm al-Hadīts
Li al-Mubtadi’īn. t.tp: Dār
al-Dliyā’
Yaqub, Ali
Mustafa. 2008. Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus
[1]Atabik Ali dan
Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia (Yogyakarta:
Muliti Karya Grafika, 1996), 1760.
[2]Musthafā Ibn
al-ʹAdawī, As’ilah wa Wujūbah fī Mushthalaẖ al-Hadīts (Mekkah:
Dār al-ʹIlm, t.t.), 7.
[3]Abū ‘Abdillah
bin Isma‘īl al-Bukhāry, al-Jāmi‘ al-Shaẖīh (Kairo: al-Matba‘ah
al-Salafiyah, 1979), 219.
[4]Muhdlor, Kamus
Kontemporer Arab-Indonesia, 1617.
[5]Musthafā Ibn
al-ʹAdawī, As’ilah wa Wujūbah fī Mushthalaẖ al-Hadīts, 7.
[6]ʹAlī Muhammad
Nashr, al-Nahj al-Hadīts fī Mukhtashar ʹUlūm al-Hadīts (Jeddah:
Dār al-Surūq, 1985), 20.
[7]Hasjim Abbas,
Kritik Matan Hadis (Yogyakarta: TERAS, 2014), 19
[8]Al-Bukhāry,
al-Jāmi‘ al-Shaẖīh, 219.
[9]Hasjim Abbas,
Kritik Matan Hadis, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013), 13.
[10]Jamal abd.
Nasir, Klasifikasi Hadits, 21.
[11]Ibid., 21.
[12]Badri
Khaeruman, Ulum al-hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 84.
[13]Ibid., 85-87.
[14]Ali Mustafa
Yaqub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008) , 4.
[15]Idri, Studi
Hadis (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), 97.
[16]Nūr al-Dīn
ʹItr, Manhaj al-Naqd Fī ʹUlūm al-Hadīts, (Damsyiq: Dār al-Fikr,
t.t.), 325.
[17]Ibid., 326.
[18]ʹAmr ʹAbd
al-Munʹim Salīm, Taysīr ʹUlūm al-Hadīts
Li al-Mubtadi’īn, (t.tp: Dār
al-Dliyā’, t.t.), 99.
[19]Jamal Abd.
Nasir, Klasifikasi Hadits, 21.
[20]Hasjim Abbas,
Kritik Matan Hadis, 15.
[21]Abū ‘Abdillah
bin Isma‘īl al-Buẖāry, Shaẖīh al-Bukhārī,
(t.tp.: Dār al-Fikr, 2005), daftar isi kitab Shaẖīh al-Bukārī. Jilid
1,2,3 dan 4.
Assalaamu'alaikum... Artikelnya sangat membantu saya dalam pembelajaran ijin untuk mengcopynya yaa Akhi
BalasHapus