Hadist Shahih
dan Problematikanya
MAKALAH
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi
al-Hadist yang dibina oleh
Bapak
Prof. Dr. H. Moh. Idri, M.Ag.
Oleh:
Liza
Holidah
18201521013
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM
MAGISTER [S2]
PASCA
SARJANA STAIN PAMEKASAN
MARET
2015
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................... i
DAFTAR
ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Msalah..................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN................................................................................ 3
A. Pengertian Hadist Shahih........................................................................ 3
B. Kriteria Hadist Shahih............................................................................ 7
C. Perbedaan Kriteria Hadist dalam Kitab Shahih Bukhari
dan Shahih
Muslim.................................................................................................... 6
D. Macam-macam Hadist shahih…………………………...……………...7
E.
Kehujjahan Hadist Shahih………………………………...…………….8
F.
Kitab-kitab yang Memuat Hadist
Shahih.............................................. .8
BAB III PENUTUP…………………………………………………………...10
A. Kesimpulan............................................................................................. 10
B. Saran....................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 11
KATA PENGANTAR
Segala puji
bagi Allah SWT, yang telah mencurahkan segala rahmat, hidayat serta maunahnya
sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas pembuatan makalah untuk memenuhi
mata kuliyah Studi Hadis. Solawat beriring salam semoga tetap tercurah limpahkan
kepada nabi Muhammab SAW, karenanya telah membawa cahaya ilahiyah untuk
menerangi jalan manusia yang fana dengan agama Islam.
Sebagai manusia
yang tak luput dari kesalah dan lupa, maka tentulah dalam penulisan makalah ini
sangat besar kemungkinan terdapat kekurangan baik dari segi penulisan ataupun
isi dan sebagainya, oleh karena itulah maka penulis sangat mengharapkan kritik
serta saran yang membangun dari para pembaca guna perbaikan untuk selanjutnya.
Demikian yang
dapat penulis sampaikan sebagai kata pengantar, penulis sangat berharap semoga
isi makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan dapat memperkaya keilmuan
kita dalam Studi Hadis. Atas semuanya
penulis mengucapkan terimakasih yang tiada terbatas, bagi semua pihak yang
telah membantu dalam terselesainya penulisan ini, Jazakumullah Khairal
Jaza'.
Pamekasan, 04 Juni 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hadis merupakan
pedoman kedua setelah al-Qur'an dan menjadi rujukan dari seluruh umat muslim di
dunia, karena hadis menjadi penyelesaian masalah yang ada pada umat Islam. Tapi faktanya tidak semua hadis dapat dijadikan
hujjah, karena hadis memiliki tingkatan atau level yang bisa dibedakan dari
beberapa hal. Baik dari segistrukturalnya,pembagian hadis dan lain
sebagainya
Setelah
al-Qur'an, hadis juga diyakini oleh umat islam sebagai rujukan yang mampu
memjawab berbagai persoalan kehidupan damanapun dan kapanpun. Dari zaman dahulu
hingga saat ini banyak yang menjadikan hadis sebagai rujukan mulai dari
sahabat-sahabat nabi, tabi'in, dan lain sebagainya. Sebelum dibukukannya,
terjadi banyak pemalsuan hadis dengan latar belakang dan motivai yang berbeda.
Maka untuk menyelamatkan kemurnian hadis dari hal yang buruk dan menyesatkan,
ulama' bekerja keras mengembangkan berbagai pengetahuan, menciptakan berbagai
kaidah, menyusun sebaga istilah dan memuat berbagai metode penelitian sanad dan
matan hadis. dari segi kualitas rawi maka hadis juga dibedakan, hadis Shahih,
hadis Hasan, hadis, Dhaif. Dalam makalah ini kita akan spesifikan
pada hadis Shahih.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
pengertian hadis shahih dan kriterianya?
2.
Apa
saja macam-macam hadis shahih?
3.
Bagaimana
kehujjahan hadis shahih?
4.
Apa
saja kitab-kitab yang memuat hadis shahih?
C.
Tujuan
Penelitian
1.
Untuk
mengetahui pengertian hadis shahih dan kriterianya?
2.
Untuk
mengetahui macam-macam hadis shahih?
3.
Untuk
mengetahui kehujjahan hadis shahih?
4.
Untuk
mengetahui kitab-kitab yang memuat hadis shahih?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hadis Shahih
Secara bahasa
pengertian hadis shahih lawan kata dari "Saqim", artinya sehat
lawan kata dari sakit, Haq lawan dari batil.[1]
Sedangkan menurut ahli hadis, hadis shahih adalah hadis yang sanadnya
bersambung, dikutip oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang sama,
sampai berahir pada Rasulullah SAW. Yang tidak (Syaz) konroversial dan
juga terkena 'illat yang menyebabkan cacat dalam penerimaannya.[2]
B.
Kriteria
Hadis Shahih
Ada beberapa kriteria dalam hadis shahih yaitu:
1.
Sanadnya
bersambung (Ittishāl al-sanad)
Yaitu tiap-tiap
periwayat dalam sanad hadis menerima riwayat hadis dari periwayat sebelumnya.
Dan hal tersebut terus berlangsung hingga sampai pada akhir sanad hadis
tersebut. Perambungan sanad tersebut terjadi mulai Mukharrij Hadis
(penghimpun riwayat dalam kitabnya) sampai pada periwayat pertama dari para
sahabat yang menerima hadis yang bersangkutan dari nabi. Dengan kata lain sanad
hadit bersambung sejak sanad pertama ampai pada sanad terahir.
Pada ulama'
hadis sanad yang bersambung dinamai dengan sebutan hadit Musnad
sedangkan Musnad ada yang Mutthasil bersambung dan ada pula Musnad
yang Munqathi'. Sedangkan hadis
yang disandarkan kepada nabi disebut dengan hadis marfu'. Oleh karenanya
hadis musnad pasti Marfu' dan berambung pada sanadnya. Sedangkan hadis Marfu'
belum tentu hadis Musnad. Hadit Marfu' dapat dikatakan hadis Musnad
apabila rangkaian hadisnya bersambung dan tidak terputus mulai dari awal hingga
akhir.
2.
Periwayatnya
berifat 'Ȃdil
Dalam hal ini
ulama' memiliki perbedaan tentang kriteria-kriteria periwayat yang 'ādil.
Al- Hakim dan al-Nawawi berpendapat bahwa seseorang dapat dikatakan 'ādil
apabila beragama islam, baligh, berakal, dan memelihara Marū'ah serta
tidak berbuat fasik. Sementara itu Ibn Hajar al-Asqalani menyatakan bahwa sifat
ādil akan dimiliki seorang periwayat hadis yang bertaqwa, memelihara Marū'ah,
tidak berbuat dosa besar semisal syirik, tidak berbuat bid'ah dan tidak
berbuat fasik.
Untuk
mengetahui 'ādil tidaknya periwayat hadis, para ulama' hadis telah
menetapkan beberapa cara yaitu: pertama melalui popularita keutamaan
periwayat dikalangan ulama' hadis. Kedua, penilaian dari kritikus
periwayat hadis penilain ini berisi tentang kelebihan dan kekurangan yang ada
pada diri periwayat hadis. Ketiga, ialah penerapan kaidah al-Jarh wa
al-Ta'dīl. Cara ini dilakukan apabila para kritikus periwayat hadis tidak
sepakat tentang kualitas pribadi periwayat tertentu. Dari tiga cara tersebut maka sangat di
anjurkan untuk berurutan mulai dari yang pertama hingga seterusnya. Sedangkan
penggunaan kaidah al-Jarh wa al-Ta'dil baru digunakan bila ternyata
terjadi perbedaan pendapat dikalangan kritikus periwayat tentang kualitas
seorang perawi.
3.
Periwayat
bersifat Dhābith
Bagi hadis
shahih, maka periwayatannya akan berstatus dhābith, dhābith dapat diartikan dengan kuat
hafalannya. kuat hafalan memang sangat penting bagi periwayatan hadis shahih
dan hadit shahih sesungguhnya sangat erat hubungannya dengan keadilan.
Karena orang yang mampu berbuat adil berarti ia jujur, amanah, objektif maka informasinya
akan dipercaya. Akan tetapi sebaliknya walaupun ia memiliki intelektual yang
tinggi dan memiliki ketajaman dalam hafalan tapi ia merupakan orang yang tidak
jujur, pendusta dan suka menipu maka tidak akan ada orang yang mempercayainya.
Maka dari itu ulama' hadis keadilan dan ke-dabith-an periwayat hadis kemudian
di jadikan satu dengan istilah tsiqah, jadi periwayat yang adil dan dhabith.
Dikalangan ulama' pengertian dabith dinyatakan dengan redaksi
beragam. Ibn Hajar al-Sakhawi menyatakan bahwa orang yang disebut dhabith
adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang telah didengar dan juga ia
mampu menyampaikan hafalan itu kapan saja ia kehendaki. Berikut ini untuk
mengetahui ke-dhabith-an periwayat hadis menurut beberapa pendapat
ulama' sebagai berikut:
a.
Ke-dhabit-an
periwayat dapat diketahui berdasarkan kesaksian ulama
b.
Ke-dhabith-an
periwayat dapat diketahui juga berdasarkan kesesuaian riwayatnya dengan riwayat
yang disampaikan oleh periwayat lain yang telah dikenal ke-dhabith-annya,
baik kesesuaian itu sampai tingkat makna maupun sampai tingkat harfiah.
c.
Periwayat
yang sesekali mengalami kekeliruan, tetap dinyatakan dhabith asalkan
kesalahannya itu tidak sering terjadi. Jika ia sering mengalami kekeliruan
dalam riwayat hadis, maka tidak disebut dhabith.
4.
Terhindar
dari Syādz (kejanggalan)
Secara bahasa, Syādz
merupakan isim fā'il dari Syādzdza yang berarti menyendiri (infarada).
Sedangkan ulama' hadis, Syādz adalah hadis yang diriwayatkan oleh
periwayat tsiqah dan bertentangan dengan periwayat oleh periwayat yang
lebih tsiqah, menurut ulama' hadis akan dikatakan Syādz apabila:
a. Hadis itu memiliki lebih dari satu sanad
b.
Para
periwayat hadis itu seluruhnya tsiqah
c.
Matan
atau sanad mengandung pertentangan
5.
Terhindar
dari 'Illat
Apabila dalam
suatu hadiat tampak shahih akan tetapi ternyata didalamnya terdapat cacat yang
tak telihat atau tersembunyi maka hadis itu akan dikatakan mu'allal
yaitu hadis yang mengandung 'Illat secara bahasa berarti cacat,
kesalahan baca, penyakit atau keburukan. Sedangkan menurut istilah ahli hdist, Illat
berarti sebab yang tersembunyi yang dapat merusak keshahihan hadis.[3]
C.
Perbedaan
Kriteria Hadis dalam Kitab Sahhih Bukhari dan Shahih Muslim
Ada beberapa
perbedaan antara shahih bukhari dan shahih muslim, akan tetapi
perbedaan tersebut sangatlah ringan dan lebih banyak mengenai sistematika dari
pada yang menyangkut tema atau isi. Hal ini dikarenakan kriteria yang
perbandingan kelompok ini berbeda. Jumhur muhaddisin mengunggulkan shahih
bukhari karena melihat kriteria yang sangat prinsipil menurut muhaddisin,
yaitu kesempurnaan ke-shahihan-nya. Ini suatu kenyataan, karena sanad-sanad
al-bukhari lebih dapat dipastikan kebersambungannya dan para rawinya lebih
dapat di andalkan dari pada rawi dalam shahih muslim.
Adapun pendapat
ulama yang mengunggulkan shahih muslim bertolak pada metode penulisan
yang dipakainya serta keistimewaan-keistimewaan yang terdapat padanya,
sebagaimana pendapat ulama mengatakan bahwa imam muslim menuliskan
hadis-haditsnya pada berbagai sumber dimasa kehidupan gurunya di negerinya
sendiri sehingga ia sangatlah berhati-hati dalam menyusun kata-kata redaksinya.
Ia tidak membuat kesimpulan hukum untuk memberi judul bab sebagaiman yang
diakukan al-bukhari yang mengakibatkan harus memotong-motong hadis dalam
berbagai bab.
Akan tetapi
penilaian ini adalah penilaian yang global tentang kelebihan salah satu dari
dua ulama' hadits tersebut. Bukan berarti bahwa seluruh hadis dalam shahih
bukhari lebih shahih dari pada hadis-hadis yang terdapat dala shahih muslim,
melainkan banyak sekali yang ditemukan dalam shahih muslim yang lebih shahih
dari pada hadis dalam bukhari. Akan tetapi secara umum keshahihan bukhari itu
lebih tinggi dari pada ke shahih-an hadis dalam shahih muslim.[4]
D.
Macam-Macam
Hadis Shahih
Hadis shahih
terbagi pada dua macam yaitu: shahih li-dzatih dan shahih
li-ghairih. Yaitu hadis yang memenuhi kriteria-kriteria hadis shahih.
Akan tetapi apabila ke-dhabith-an seorang rawi yang kurang sempurna,
menjadikan hadis shahih li-dzatuh turun nilainya menjadi
hadis hasan li-dzatih. Akan tetapi jika kurang sempurna rawi tentang ke-dhabit-annya
itu dapat ditutup, misalnya hadis hasan li-dhatih tersebut
mempunyai sanad lain yang lebih dhabith, maka naiklah derajat hasan
menjadi hadis shahih li-ghairih.[5]
Sedangkan hadis
shahih li-ghairih adalah hadis yang ke-shahih-annya
dibantu oleh adanya hadis lain. Pada mulanya katagori ini memiliki kelemahan
berupa perawi yang kurang dhabith dan hal ini dimulai kurang memenuhi
syarat untuk menjadi hadis shahih. Berikut ini adalah contoh hadis shahih li- ghairih:
Contoh: hadis shahih li-dhatih adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam
al-Bukhari, dari jalur al-A'raj, dari Abu Hurairah r.a, sesungguhnya Rasul
bersabda:
لو لا لاان اشق على امتى لامرتهم بااسواك عند كل صلاة
"seandainya aku tidak khawatir memberatkan ummatku, pasti aku
memerintahkan agar mereka bersiwak setiap kali hendak mengerjakan shalat"[6]
Contoh: hadis shahih li-ghairih, ialah hadis al-Bukhari dari Ubay
bin al-Abbas bin Sahal dari ayahnya ('Abbas) dari neneknya (Sahal) katanya:
كن النبي صلى الله عليه وسلم في حائتنا فرس يقال له اللحيف
"konon Rasulullah mempunyai seekor kuda, ditaruh dikandang
kami diberi nama al-Luhaif"
Ubay bin Abbas
oleh Ahmad, Ibnu Ma'in dan an-Nasa'I dianggap rawi yang kurang kuat hafalnnya.
Oleh karena itu, hadis tersebut mempunyai derajat hasan li-dhatih. Tetapi oleh
karena hadis Ubay tersebut mempunyai muthabi' yang diriwayatkan oleh
'Abdul Muhaimin, maka naiklah derajatnya dari li-dzatih menjadi shahih
li-Ghairih.
E.
Kehujjahan
hadis shahih
Dalam kehujjahan hadis shahih para ulama memilki paerbedaan
pendapat yaitu sebagai berikut:
1.
Sebagian
ulama' memandang bahwa hadis shahih tidak berstatus qath'I sehingga
tidak dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan persoalan akidah.
2.
Sebagian
ulama hadis, sebagaimana dinyatakan al-Nawawi, berpendapat bahwa hadis-hadis shahih
riwayat al-Bukhari dan Muslim barstatus qath'i.
3.
Sebagian
ualam' seperti Ibn Huzm, memandang bahwa semua hadis shahih berstatus qath'i
tanapa dibedakan apakah hadis tersebut dari al-Bukhari dan Muslim atau yang
lainnya. Menurutnya tidak ada alasan yang cukup untuk membedakan hal ini
berdasarkan siapa yang meriwayatkan. Ia berpendapat bahwa semua hadis jika
syaratnya terpenuhi, maka juga dapat dijadikan hujjah.[7]
F.
Kitab-kitab
yang memuat hadis shahih
Adapun kitab yang memuat hadis shahih ialah:
1.
Shahih
Bukhari
2.
Shahih
Muslim
3.
Mustadrak
al-Hakim
4.
Shahih
Ibn Hibban
5.
Shahih
Ibn Khuzaimah[8]
Adapun yang sebagian kitab memuat hadis shahih, hasan dan
dha'if ialah:
1.
Sunan
Abu Dāwud
2.
Sunan
al-Nasa'i
3.
Sunan
Ibn Majah
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimplan
Secara bahasa
pengertian hadis shahih lawan kata dari " saqim",
artinya sehat lawan dari kata sakit, Haq lawan dari batil. Berdasarkan
kualitas rawinya hadis dibagi menjadi hadis shahih, hadis hasan, hadis dhaif. para
ulama juga membagi hadis shahih menjadi dua macam pertama, hadis shahih
li-dhatih yaitu hadis yang memenuhi criteria-kriteria hadis shahih
yaitu: perawinya adil dan dhabith, terlepas dari Syādz, tidak
terdapat 'illat. Kedua, hadis shahih li-ghairih. Adalah hadis
yang kesahihannya dibantu oleh adanya hadis lain.
Dalam
kehujjahannya ulama berbeda pendapat sebagian ulama' memandang bahwa hadis shahih
tidak berstatus qath'i sehingga tidak dapat dijadikan hujjah untuk
menetapkan persoalan akidah. Sebagian ulama' hadis, sebagaimana dinyatakan
al-Nawawi, berpendapat bahwa semua hadis shahih dari Bukhari dan Muslim
berstatus qath'i. sebagian ulama' seperti Ibn Huzm, memandang bahwa
semua hadis shahih berstatus qath'i tanpa dibedakan apakah hadis
tersebut berasal dari Bukhari dan Muslim atau yang lainnya. Menurutnya tidak ada
alasan yang cukup untuk membedakan hal ini berdasarkan siapa yang meriwayatkan.
Ia berpendapat bahwa semua hadis jika syaratnya terpenuhi maka dapat dijadikan
hujjah
B.
Saran
Demikian
seluruh makalah yang dapat penulis susun, semoga dapat bermanfaat bagi kita
semua khususnya bagi penulis. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini
sangatlah jauh dari sempurna oleh maka
dari itu penulis berharap adanya kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mas'udi, Hafidz Hasan, TT, Ilmu Musthalah Hadis. Surabaya:
al-Hidayah
Idri, 2013, Studi al-Hadis. Jakarta: Kencana Predana Media Group.
Khairuman, Badri, 2010, Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia
Nuruddin, 2014, Manhaj an-Naqd Fii 'Ulum al-Hadis. Trjm. Bandung: PT.
Remaja Rosda karya
Rahman, fahrur, 1991, Ikhtisar Musthalahul Hadis. Bandung: PT.
al-Ma'arif
Solahuddin, M. Agus, dk, 2009, Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka
Setia.
[2]
M.Agus
Solahuddin, dk, Ulumul Hadist, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), 141.
[3]
Idri, Studi Hadis,
(Jakarta: Kcana Predana Media Group, 2013), 160-169
[4]
Nuruddin, Manhaj
an-Naqd Fii ‘Ulum al-Hadis, trjm,
(Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2014), 258-259
[5]
Fahrur Rahman, Ikhtisar
Musthalahul Hadist, (Bandung : PT. al-Ma’arif, 1991), 101
[6]
Hafidh Hasan
al-Mas’udi, Ilmu Musthalahul Hadist, (Surabaya: al-Hidayah, TT), 14.
[7]
Idri, Studi
Hadis, 175
[8]
Agus
solahuddin, dk, Ulumul Hadist. 145
Tidak ada komentar:
Posting Komentar