KATA PENGANTAR
Alhamdulillah merupakan
kalimat pertama yang penulis haturkan kepada Sang Maha Segala Nya, Ilāhi Rabbī, karena
berkat limpahan maunah, rahmat dan maghfirah-Nya penulis dapat
mnyelesaikan penulisan makalah ini.yang diampu oleh Prof. Dr. Idri. M, Ag.
Sholawātullah semoga selalu tetap tercurah
limpahkan kepada Nabi Sang reformis dunia Pembawa kedamaian dengan Agama
Islam dialah Nabi Muhammad SAW.
Mungkin dalam penyusunan
makalah ini masih banyak kekurangan, baik itu secara penulisan, maupan isi dan
lain sebagainya. Maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun guna perbaikan penyusunan makalah selanjutnya.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
...........................................................................................1
DAFTAR
ISI...........................................................................................................2
BAB I
: PENDAHULUAN ....................................................................................3
A. Latar Belakang
........................................................................................3
B. Rumusan
Masalah.....................................................................................3
C. Tujuan
Masalah........................................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN
.....................................................................................5
A.
Latar Belakang Pentingnya
Penelitian Hadits …………………………5
1.
Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam …………………………….5
2.
Sejarah Dokumentasi Hadits …………………………………...…7
3.
Metode Periwayatan Hadits
………………………………………7
B.
Langkah-Langkah Penelitian Hadits …………………………………..9
1.
Malekukan Takhrij al-Hadits …………………………………….9
2.
Melakukan I’tibar al-Sanad ( al-I’tibar) ………………………...11
3.
Melakukan Naqd al-Sanad (Tahqiq al-Sanad)…………………..12
4.
Melakukan Naqd al-Matn
(Tahqiq al-Matn)…………………….13
5.
Mengambil kesimpulan (al-Natijah)
…………………………….14
BAB III : PENUTUP
............................................................................................15
A. KESIMPULAN
......................................................................................15
B. SARAN ..................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
..........................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkataan, kepribadian dan perbuatan Nabi Muhammad Saw merupakan
pegangan, dan uswaht (tauladan) bagi kita kaum
mislimin. Selain itu, sejarah perjuangannya pun dijadikan motivasi bagi ummat
Islam sedunia dalam melanjutkan dakwah menyebarkan Amar Ma’ruf dan Nahi>
Mungkar . Oleh karena itu, siapa
saja yang ingin mengetahui Manhaj (metodologi) keberhasilan perjuangan,
karakteristik dan pokok-pokok ajaran Nabi muhammad Saw. Maka hal itu dapat kita
pelajari bersama dalam sunnah al-Nabawi>yah.
Penelitian kualitas hadits perlu dilakukan,
bukan berarti meragukan hadits Nabi Muhammad saw, tetapi melihat keterbatasan perawi hadits sebagai manusia, yang ada kalanya melakukan
kesalahan, baik karena lupa maupun karena didorong oleh kepentingan tertentu .
Keberadaan perawi hadits sangat menentukan kualitas hadits, baik kualitas sanad
maupun kualitas matn hadits.
Obyek terpenting dalam rangka penilitian hadits ada dua macam,
yaitu : (1) materi hadits itu sendiri (matn al-hadits) dan (2)
rangkaian terhadap sejumlah periwayat yang menyampaikan riwayat hadits (sanad al-hadits)
B.
Rumusan
Masalah
1.
Latar Belakang Pentingnya
Penelitian Hadits
a.
Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam
b.
Sejarah Dokumentasi Hadits
c.
Metode Periwayatan Hadits
2.
Langkah-Langkah Penelitian Hadits
a.
Malekukan Takhrij al-Hadits
b. Melakukan
I’tibar al-Sanad ( al-I’tibar)
c.
Melakukan Naqd al-Sanad (Tahqiq al-Sanad)
d.
Melakukan Naqd al-Matn
(Tahqiq al-Matn)
e.
Mengambil kesimpulan (al-Natijah)
C.
Tujuan
Masalah
1.
Untuk mengetahui Latar
Belakang Pentingnya Penelitian Hadits
a.
Untuk mengetahui Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam
b.
Untuk mengetahui Sejarah Dokumentasi
Hadits
c.
Untuk mengetahui Metode
Periwayatan Hadits
2.
Untuk mengetahui
Langkah-Langkah Penelitian Hadits
a.
Untuk mengetahui Takhrij al-Hadits
b. Untuk
mengetahui I’tibar al-Sanad ( al-I’tibar)
c.
Untuk mengetahui Naqd al-Sanad (Tahqiq al-Sanad)
d.
Untuk mengetahui Naqd
al-Matn (Tahqiq al-Matn)
e.
Untuk mengetahui kesimpulan (al-Natijah)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Pentingnya Penelitian Hadits
1.
Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam
Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa Hadits
Rasul merupakan sumber dan dasar
hukum Islam al-Qura>n, dan umat Islam diwajibkan mengikuti Hadits sebagaimana
diwajibkan mengikuti al-Qura>n. Karena tanpa keduanya orang Islam tidak
mungkin dapat memahami Islam secara mendalam. Seorang mujahid dan seorang alim
tidak diperbolehkan hanya mengambil dari salah satu dari keduanya.
Banyak ayat al-Quran dan Hadits yang memberikan
pengertian bahwa Hadits itu merupakan sumber hukum Islam selain al Quran yang
wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah maupun larangannya. Di bawah ini
merupakan paparan tentang kedudukan Hadits sebagai sumber hukum Islam dengan
melihat beberapa dalil, baik Naqli maupun Aqli.
Banyak ayat al-Qura>n yang menerangkan
tentang kewajiban mempercayai dan menerima segala yang disampaikan oleh Rasul
kepada ummatnya untuk dijadikan pedoman hidup. Ayat yang dimaksud adalah:
Firman Allah SWT:
Firman Allah SWT:
قُلۡ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَۖ فَإِن
تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٣٢ (ال عمران:۳۲)
Katakanlah: "Taatilah Allah dan
Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang kafir" (Q.S.Ali
Imra>n.3.32)
Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan
tentang ketaatan kepada Tuhan dan Rasul-Nya kemudian mentaati pemimpinnya
dimana yang demikain merupakan suatu sikap yang harus kita ikuti untuk
menjadikan al-Hadits ini Sebagai Sumber dari ajaran agama dimana ayat lain juga
menjelaskan tentang ketaan pada Rasul-Nya
وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا
نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ
ٱلۡعِقَابِ ٧ (الحشر :۷)
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya (Q.S.al-Hasyr.59.7)
Dalil al-Hadits Dalam salah satu
pesan Rasulullah SAW. Berkenaan dengan keharusan menjadikan Hadits sebagai
pedoman hidup, disamping al-Qura>n sebagai pedoman utamanya, beliau
bersabda:
تركت فيكم امرين لن تضلّوا ابدا ما ان تمسّكتم بهما كتب
الله وسنّة رسوله
Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian, jika kalian
berpegang kepada keduanya, niscaya tidak akan tersesat yaitu kitab Allah
(al-Qura>n) dan Sunnah Rasul-Nya ( H.R. Hakim Dari Abu Hurairah ) [1]
Kesepakatan Ulama (Ijma’) Umat Islam
telah sepakat menjadikan Hadits sebagai
salah satu dasar hukum beramal, karena sesuai dengan yang dikehendaki oleh
Allah. Penerimaan mereka terhadap Hadits sama seperti penerimaan al-Qura>n,
karena keduanya sama-sama dijadikan sebagai sumber dari hukum Islam .
Kesepakatan umat Muslimin dalam mempercayai, menerima
dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam Hadits .[2]
Sepeninggaln beliau, semenjak masa khulafa Al- Rasydin hingga masa-masa
selanjutnya, tidak ada yang mengingkarinya. banyak diantara mereka yang tidak hanya
memahami dan mengamalkan isi kandungan-Nya, akan tetapi bahkan mereka
menghafal, memelihara, dan menyebarluaskan kepada generasi-generasi selanjutnya
Kesepakatan Ulama’ tersebut berdasarkan sumber dari
al-Qura>n Allah berfirman :
قُل
لَّآ أَقُولُ لَكُمۡ عِندِي خَزَآئِنُ ٱللَّهِ وَلَآ أَعۡلَمُ ٱلۡغَيۡبَ وَلَآ
أَقُولُ لَكُمۡ إِنِّي مَلَكٌۖ إِنۡ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰٓ إِلَيَّۚ قُلۡ
هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلۡأَعۡمَىٰ وَٱلۡبَصِيرُۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُون (الانعام
: ۰
۵
)
Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan
Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula)
aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali
apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta
dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?
(Q.S.
al-An’a>m 6.50)
2.
Sejarah Dokumentasi Hadits
Membicarakan
sejarah Dokumentasi Hadits. Hadits merupakan sebuah kajian penting yang menjadi
panutan bagi umat manusia. Mengingat sejarah penulisan Hadits. Dokumentasi Hadits
ini sudah sejak lama dilakukan oleh para sahabat Khulaf>a>
al-Rosyii>n yaitu sahabat Umar ibn al-Khoththob pada tahun 23 H. untuk
merealisasikan idenya Umar ibn al-khoththob memusyawarahkan kepada para sahabat
Nabi dan mengistikhorahkannya. Ide tersebut disepakati leh para sahabat karena
dikwatirkan umat Islam berpaking dari al-Qura>n.[3]
Kemudian
Dokumentasi Hadits dilanjutkan oleh para khalifah Selanjutnya. Termasuk Abd
Aziz ibn Marwan (706 M), Umar ibn Abd Aziz (100 H), dan masih banyak para penDokumentasi
selanjutnya. [4]
3.
Metode
Periwayatan Hadits.
Untuk menuju pada penelitian Hadits Nabi
SAW. tersebut, terdapat beberapa metode yang digunakan, baik pada zaman Nabi
SAW. Atau pun era saat ini, kontemporer. Metode-metode yang dimaksud adalah
metode komparatif, metode rasionalisasi, dan kontekstual.
A. Metode Komparatif.
Dengan mengutip
pendapat Ibn al-Mubarak (w. 181)," .untuk mencapai pernyataan yang
otentik, orang perlu membandingkan kata-kata ulama satu dengan yang
lainnya..", A'zami menyatakan bahwa "metode perbandingan, the methode
of comparasion " sangat penting dilakukan berkaitan dengan kritik. Metode
perbandingan tersebut, terdapat empat macam.[5]
B.
Metode Rasional.
Selain pendekatan atau
metode komparatif tersebut, A'zami juga
menawarkan satu metode lagi, dengan sebuah statement, but was pure reasoning or rational approach used in such critism? Menurutnya, kemampuan rasional tidak terlalu banyak membantu dalam menerima atau menolak Hadits Nabi SAW. Dalam beberapa literatur Hadits, penalaran murni (pure reasoning) tidak pernah digunakan. Contohnya, tentang kebiasaan Nabi SAW. tidur dengan berbaring pada lambung kanannya, dan sebelum tidur beliau membaca do'a-do'a tertentu, begitu juga ketika bangunnya. Dengan menggunakan rasionalitasnya, tentu saja semua manusia bisa saja tidur dengan berbagai model.
menawarkan satu metode lagi, dengan sebuah statement, but was pure reasoning or rational approach used in such critism? Menurutnya, kemampuan rasional tidak terlalu banyak membantu dalam menerima atau menolak Hadits Nabi SAW. Dalam beberapa literatur Hadits, penalaran murni (pure reasoning) tidak pernah digunakan. Contohnya, tentang kebiasaan Nabi SAW. tidur dengan berbaring pada lambung kanannya, dan sebelum tidur beliau membaca do'a-do'a tertentu, begitu juga ketika bangunnya. Dengan menggunakan rasionalitasnya, tentu saja semua manusia bisa saja tidur dengan berbagai model.
Dalam kasus semacam itu, akal tidak
bisa membuktikan benar atau tidaknya. Kebenarannya hanya dapat dipastikan
dengan para perawi atau saksi-saksi yang terpercaya. Jadi, penalaran itu
menjadikan kita bisamenerima atau tidak dari perawi-perawi tentang
pernyataannya itu. Jika bertentangan dengan akal, maka kita tolak.
Selanjutnya, metode rasional juga dapat
dilakukan karena berbagai hal, setidaknya ada empat, yaitu pertentangan antara Hadits
dan Al-Qur'an, Hadits -Hadits yang saling bertentangan, dan Hadits-Hadits
yang berkaitan dengan sains dan
sunnatullah, tapi tidak bisa diterima secara rasional.[6]
C. Metode Kontekstual.
Maksudnya dengan metode
ini atau pendekatan kontekstual atas Hadits Nabi SAW. adalah memahami Hadits
berdasarkan dengan peristiwa-peristiwa situasi ketika Hadits itu disampaikan, dan kepada siapa pula
ditujukan. Dengan lain perkataan, bahwa dengan metode kontekstual itu
diperlukan sabab al-wurud al-Hadits. Contohnya, Hadits mengenai
keharusan berbakti kepada ibu tiga kali lipat dibanding ayah. Jika dipahami
secara tekstual, maka akan timbul kesan diskriminasi antara berbakti pada ayah
dan ibu. Padahal, secara konteks saat itu, secara sosiologis wanita kurang
dihargai dan memperoleh hak-haknya, bahkan tertindas akibat warisan-warisan
jahiliyah atas tradisi yang melekat dari bangsa Arab saat itu. [7]
Dari paparan di atas,
hingga saat ini beberapa pemikir juga tetap banyak yang mengaplikasikannya.
Seperti Muhammad al-Ghazali dalam kitabnya, begitu juga dengan pemerhati
keislaman lainnya, meskipun tidak bersepaham dengan al-Ghazali atas pendapatnya
itu. Untuk dapat melakukan kritik Hadits lebih lanjut akan dibahas dalam sub,
"standarisasi" sebagai patokan, atau kaedah-kaedahnya.
B.
Langkah-Langkah
Penelitian Hadits
1.
Malakukan
Takhrij al-Hadits
Untuk melakukan Takhrij al-Hadits., kita kenali
dulu maksud dan pengertian Takhrij menurut Bahasa berasal dari kata خرج yang
berarti “Tampak” atau “Jelas”. Takhrij adalah berkumpulnya dua perkara
yang saling berlawanan dalam satu persoalan , namun secara mutlak, ia diartikan
oleh para ahli bahasa adalah dengan arti “ mengeluarkan” (al-istinbath),
“melatih “ atau “membiasakan” (al-Tadrib) dan “menghadapkan” (al-Taujih).[8]
Takhrij secara istilah adalah:
الدّلالة على موضع الحديث فى مصادره الاصليّة الّتى اخرجته سنده ببيان
مرتبته عند الحاجة.“
“Penunjukan terhadap tempat Hadits didalam
sumber aslinya yang dijelaskan martabatnya sesuai keperluan”.[9]
Untuk melakukan Takhrij al-Hadits ada dua
metode yang dapat dipaparkan dalam makalah ini.
a.
Metode Takhrih al-Hadits
menurut Lafadz Pertama
Metode Takhrij
al-Hadits menurut lafadz pertama, yaitu suatu metode yang berdasarkan pada
lafadz pertama matan Hadits, sesuai dengan urutan huruf-huruf Hijaiyah
dan Alfabetis sehingga metode ini mempermudah pencarian Hadits
yang dimaksud.
Contohnya
Hadits Nabi berikut ini.
ليس الشديد بالصرعة
Untuk mengtahui lafadz selanjutnyadari
penggalan matn tersebut, langkah yang harus dilakukan adalah menelusuri penggalan
matan itu pada urutan awal matan yang memuat penggalan matan yang dimaksud.
Bunyi lengkap Hadits adalah:
عن ابي هريرة انّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم
قال : ليس الشديد بالصرعة انّما الشّديد الذي يملك نفسه عند الغضب. [10]
“Dari
Abu Hurairah bahwa Rasullah SAW bersabda “(Ukuran) orang yang kuat (Perkasa )
itu bukanlah dari kekuatan orang itu berkelahi, tetapi yang disebut orang yang
kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika dia marah”
Apabila Hadits itu dikutip dalam karya tulis ilmiyah, sesudah
lafadz matan dan nama sahabat periwayat Hadits yangbersangkutan ditulis, nama
Imam Muslim disertakan biasanya menggunakan kalimat
رواه
مسلم
Nama sahabat periwayat Hadits dalam contoh diatas adalah Abu
Hurairah, dapat pula ditulis sesudah nama Muslim dan tidak ditulis awal matan.[11]
b.
Metode Takhrij menurut
Lafadz-Lafadz yang terdapat dalam Hadits
Yaitu: suatu metode yang
berlandaskan pada kata-kata yang terdapat dalam matan Hadits, baik
berupa kata benda stsupun kata kerja.metode ini lebih cepat dari pada metode
sebelumnya.
Contoh Hadits:
عن عليّ انّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال:
رفع القلم عن ثلاثة : عن النّائم حتّى يستيقظ وعن الصّبي حتّى يشبّ وعن المعتو
حتّى يعقل
Dari Ibu Umar r.a dia berkata : saya pernah mendengar dari
Rasulullah saw. Bersabda : apabila kamu semua sudah melihat bulan maka
berpuasalah , dan apabila kamu sudah melihat bulan berbukalah. Apabila mendung
tidak (tidak Tampak) bagi kamu. Maka hitunglah/ kira kirakan . (H.R. Bukhari- Muslim)
2. Melakukan I’tibar al-Sanad (
al-I’tibar)
Kata al-i'tibar merupakan
masdar dan kata (اعتبر) Menurut bahasa, al-i'tibar adalah “peninjauan
terhadap berbagai hal dengan maksud supaya dapat diketahui sesuatunya yang
sejenis.
Menurut istilah ilmu hadits, al-i'tibar
berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadits tertentu, yang
hadits itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja;
dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui
apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad
hadits dimaksud.[12]
Dengan dilakukannya al-i'tibar,
maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad hadits yang diteliti,
demikian juga nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan
masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan al-i'tibar adalah
untuk mengetahui sanad hadits seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya
pendukung berupa periwayat yang berstatus mutabi' atau shahih. Yang
dimaksud mutabi' (biasa juga disebut tabi' dengan jarnak tawabi)
ialah periwayat yang berstatus pendukung pada periwayat yang bukan sahabat
Nabi.
Pengertian shahih (dalam
istilah ilmu hadits biasa diberi kata jamak dengan shawahih) ialah
periwayat yang berstatus pendukung untuk sahabat Nabi. Melalui al-i'tibar akan
dapat diketahui apakah sanad hadits yang diteliti memiliki mutabi' dan shahih
atau tidak.
I’tibar ini merupakan bagian dari penelitina Hadits dimana
fungsinya sangat menentukan keberadaan hadits tersebut.
I’tibar adalah menyertakan sanad-sanad
yang lain untuk suatu hadits tertentu, dan hadits tersebut pada bagian sanadnya
tampak hanya terdapat seorang rawi saja, dan dengan menyertakana sanad-sanad
yang lain atau tidak untuk bagian sanad dari sanad yang dimaksud.[13]
Langkah ini tidak dapat ditinggalkan
sama sekali, mengingat sebelum melakukan penelitian terhadap krakteristik
setiap rawi, perlu diketahui dahulu rangkaian para rawi yang terlibat dalam
periwayatan Hadits yang bersangkutan. Langkah ini memerlukan pembuatn skema
Sanad.
3.
Melakukan
Naqd al-Sanad (Tahqiq al-Sanad)
Penelitian
sanad atau populer disebut kritik (Naqd) sanad dimaksud untuk mendukung
penelitian Hadits dengan tujuan utamanyamenilai dan membuktikan secar historis
bahwa apa yang disebut sebagai hadits itu memang benar dari Rasulallah.
Adapun
bagian hadits yang diteliti adalah matan (naqd al-matn) dan sanadnya (naqd
al-Sanad) kritik sanad merupakan tela’ah atas prosedur periwayatan Hadits
melalui jalur sanad dari sejumlah perawi yang secara runtut menyampaikan
matan-matan Hadits hingga perawi terakhir. Kreteria kritik Sanad
a.
Sanad bersambung.
b.
Perawi bersifat adil
c.
Perawi bersifat Dhabit
d.
Terhindar dari Sya>dz
e.
Terhindar dari ‘Illat.[14]
4.
Melakukan
Naqd al-Matn (Tahqiq al-Matn)
Sebagai langkah terakhir adalah penelitian terhadap matan Hadits,
yaitu menganalisis matan unutk mengetahui kemungkinan adanya ‘illat dan syudzudz
padanya. Langkah inin dapat dikatakan sebbagai langkah yang paling berat dalam
penelitina suatu Hadits, baik teknik pelaksanaannya maupun aspek tangggung
jawabnya. Hal itu karena kebnyakan pengalaman suatu Hadits justru lebih bertanggng
pada hasil analisis matannya dari pada penelitian sanad.[15]
Penelitian
matan Hadits merupakan salah satu bentuk upaya meneliti kandungan atau
matan suatu Hadits. Para ulama Hadits berpendapat bahwa kritik matan harus
didahului oleh kritik sanad. Dengan kata lain, sebuah Hadits yang sudah dinyatakan lemah dari segi
sanadnya, maka upaya terhadap kritik matan tidak lagi menjadi kewajiban, karena
Hadits tersebut sudah dianggap tidak
memenuhi syarat untuk dijadikan hujjah.
1. Langkah-langkah
pelaksanaan kritik matan Hadits
Agar
upaya pelaksanaan kritik matan mencapai sasaran dan tujuan yang diinginkan,
maka diperlukan adanya pedoman atau petunjuk pelaksanaannya, termasuk juga tata
urutan segenap kegiatan dalam melakukan kritik dimaksud.
Sebagian ulama menetapkan
langkah-langkah kritik matan yang terdiri atas:
a. Meneliti matan dengan melihat
kualitas sanad
Langkah kegiatan kritik matan
yang dilakukan dengan melihat kualitas hadits yang memungkinkan
1. Sanadnya Shahih dan
Matannya Shahih
2. Sanadnya Shahih dan
Matannya Dha’if
3. Sanadnya Dha’if dan
Matannya Shahih
4. Sanadnya dha’if dan
matannya dha’if
b. Meneliti susunan matan yang
semakna
Terjadi
perbedaan lafadz pad matan Hadits yang semakna disebabkan dalam periwayatan
Hadits telah terjadi periwayatan secara makna. perbedaan lafadz yang tidak
mengakibatkan terjadinya perbedaan makna, asalkan sanadnya sama sama Shahih,
maka hal dapat dimaafkan, seperti hadits riwayat al-Bukha>ri>
tentang niat.
c. Meneliti kandungan makna
Dalam meneliti kandungan makna, langkah pertama
perlu dilakukan adalah mempertahankan matan-matan atau dalil-dalil lain yang
mempunyai masalah yang sama. Jika terdapat matan lain sementara topiknya sama,
maka yang kemudian diteliti adalah sanadnya.
Apabila
kandungan matan yang dibandingkan tersebut tenyata sama, dapat dikatakan bahwa
pendidikan telah berakhir, meskipun untuk mempertegaskannya masih bias
dilakukan kegiatan pemeriksaan terhadap penjelasan masing-masing matan dari berbagai
kitab syarah sehingga dapat diketahui hal-hal penting yang berkaitan
dengan matan, seperti pengertian kosa kata khususnya kata-kata gharib, pendapat
ulama’ dan hubungannya dengan dalil-dalil yang lain.[16]
5.
Mengambil
kesimpulan (al-Natijah)
Pada kesimpulan akhir Penulis menemukan beberapa bagian hadits yang
terbagi menjadi tiga bagian: 1. Shahih 2. Hasan 3. Dho’if. Dari ketiga Hadits
tersebut dapat ditemukan keberadaan suatu hadits unutk dijadikan landasan
beribadah.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa Hadits Rasul merupakan sumber dan dasar hukum Islam
al-Qura>n, dan umat Islam diwajibkan mengikuti Hadits sebagaimana
diwajibkan mengikuti al-Qura>n. Karena tanpa keduanya orang Islam tidak
mungkin dapat memahami Islam secara mendalam. Seorang mujahid dan seorang alim
tidak diperbolehkan hanya mengambil dari salah satu dari keduanya.
Membicarakan
sejarah Dokumentasi Hadits. Hadits merupakan sebuah kajian penting yang menjadi
panutan bagi umat manusia. Mengingat sejarah penulisan Hadits. Dokumentasi
Hadits ini sudah sejak lama dilakukan oleh para sahabat Khulaf>a>
al-Rosyii>n yaitu sahabat Umar ibn al-Khoththob pada tahun 23 H. untuk
merealisasikan idenya Umar ibn al-khoththob memusyawarahkan kepada para sahabat
Nabi dan mengistikhorahkannya. Ide tersebut disepakati leh para sahabat karena
dikwatirkan umat Islam berpaking dari al-Qura>n.
Didalam
penelitina Hadits banyak yang perlu untuk diteliti baik secara matan maupu
sanad. Dalam kesempatan ini penmakalha menguraikan sedikit penjelasan tentang
penelitian hadits didalam di dalamnya berisi tentang penelitian Sanad, matan. sehingga
akan terbentuk hadits yang baik untuk dijadikan dasar oleh umat islam.
B.
SARAN
Saran
dan masukan terus pemakalah tunggu guna lebih baik penulisan makalah
selanjutnya.
\\\\
DAFTAR
PUSTAKA
As-Suyuti. Al-jami’
Ash-Shaghir. Beirut: Dar Al-Fikr. t.t
M. Agus Solahuddin. Ulumul
Hadits. Bandung. Pustaka Setia. 2008.
Muhammad ‘Ajjal al-Khatib. Al-Sunnah Qabl.
Al-Tadwin. Beirut. Maktabah Wahbah. 1963.
Iddri. Studi Hadits.
Jakarta. PT. Fajar Interpratama Mandiri. 2013
Umi
Sumbulah.Kajian Kritis Ilmu Hadits.MALANG. Uin-Maliki Pres,
2010.hlm.184-186
Nuruddin. Ulumul Hadits.
Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2014
[1]
As-Suyuti. Al-jami’ Ash-Shaghir. Beirut: Dar Al-Fikr. t.t hlm. 130
[2] M.
Agus Solahuddin. Ulumul Hadits. Bandung. Pustaka Setia . 2008. 77
[3] Muhammad ‘Ajjal al-Khatib. Al-Sunnah
Qabl. al-Tadwin. Beirut . maktabah Wahbah . 1963. Hlm 321
[4]
Iddri. Studi Hadits. Jakarta. PT. Fajar Interpratama Mandiri. 2013.
Hlm.94
[5] Nuruddin’Itr. Ulumul
Hadits Bandung, PT Remaja RosdaKarya. 2014. Hal. 179
[6] Ibid : 181
[8] M.
Agus Solahuddin. Ulumul Hadits.hlm. 189
[9]
Ibid.hlm189
[11]
Ibid.hlm.196-198
[12] lbn
al-Salah, 'Ulum al-Hadits. 74-75. a1-Asqalani, Nuzhah al-Nadar Sharh
Nukhbat al- Fikr. 23.
[13] M.
Agus Solahuddin. Ulumul Hadits. Hlm. 204
[14] Umi
Sumbulah.Kajian Kritis Ilmu Hadits.MALANG. Uin-Maliki Pres,
2010.hlm.184-186
[15] Ibid
. Hlm. 205
[16] Umi
Sumbulah.Kajian Kritis Ilmu Hadits..hlm.188-189
Tidak ada komentar:
Posting Komentar