Kamis, 09 Juli 2015

PENELITIAN HADITS

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah merupakan kalimat pertama yang penulis haturkan kepada Sang Maha Segala Nya, Ilāhi Rabbī, karena berkat limpahan maunah, rahmat dan maghfirah-Nya penulis dapat mnyelesaikan penulisan makalah ini.yang diampu oleh Prof. Dr. Idri. M, Ag.
Sholawātullah semoga selalu tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Sang reformis dunia Pembawa kedamaian dengan Agama Islam dialah Nabi Muhammad SAW.
Mungkin dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, baik itu secara penulisan, maupan isi dan lain sebagainya. Maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna perbaikan penyusunan makalah selanjutnya.


Penulis







DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...........................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB  I : PENDAHULUAN ....................................................................................3
A.    Latar Belakang ........................................................................................3
B.     Rumusan Masalah.....................................................................................3
C.     Tujuan Masalah........................................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN .....................................................................................5
A.    Latar Belakang Pentingnya Penelitian Hadits …………………………5
1.      Hadits  Sebagai Sumber Ajaran Islam …………………………….5
2.      Sejarah Dokumentasi Hadits  …………………………………...…7
3.      Metode Periwayatan Hadits  ………………………………………7
B.     Langkah-Langkah Penelitian Hadits  …………………………………..9
1.         Malekukan Takhrij al-Hadits  …………………………………….9
2.         Melakukan I’tibar al-Sanad ( al-I’tibar) ………………………...11
3.         Melakukan Naqd al-Sanad (Tahqiq al-Sanad)…………………..12
4.         Melakukan Naqd al-Matn (Tahqiq al-Matn)…………………….13
5.         Mengambil kesimpulan (al-Natijah) …………………………….14
BAB III : PENUTUP ............................................................................................15
A.    KESIMPULAN ......................................................................................15
B.     SARAN ..................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................16




BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Perkataan, kepribadian dan perbuatan Nabi Muhammad Saw merupakan pegangan, dan uswaht (tauladan) bagi kita kaum mislimin. Selain itu, sejarah perjuangannya pun dijadikan motivasi bagi ummat Islam sedunia dalam melanjutkan dakwah menyebarkan Amar Ma’ruf dan Nahi>  Mungkar . Oleh karena itu, siapa saja yang ingin mengetahui Manhaj (metodologi) keberhasilan perjuangan, karakteristik dan pokok-pokok ajaran Nabi muhammad Saw. Maka hal itu dapat kita pelajari bersama dalam sunnah al-Nabawi>yah.
Penelitian kualitas hadits perlu dilakukan, bukan berarti meragukan hadits Nabi Muhammad saw, tetapi melihat keterbatasan perawi hadits sebagai manusia, yang ada kalanya melakukan kesalahan, baik karena lupa maupun karena didorong oleh kepentingan tertentu . Keberadaan perawi hadits sangat menentukan kualitas hadits, baik kualitas sanad maupun kualitas matn hadits.
Obyek terpenting dalam rangka penilitian hadits ada dua macam, yaitu : (1) materi hadits itu sendiri (matn al-hadits) dan (2) rangkaian terhadap sejumlah periwayat yang menyampaikan riwayat hadits (sanad al-hadits)
B.   Rumusan Masalah
1.      Latar Belakang Pentingnya Penelitian Hadits  
a.       Hadits  Sebagai Sumber Ajaran Islam
b.      Sejarah Dokumentasi Hadits  
c.       Metode Periwayatan Hadits  



2.      Langkah-Langkah Penelitian Hadits  
a.       Malekukan Takhrij al-Hadits  
b.      Melakukan I’tibar al-Sanad ( al-I’tibar)
c.       Melakukan Naqd al-Sanad (Tahqiq al-Sanad)
d.      Melakukan Naqd al-Matn (Tahqiq al-Matn)
e.       Mengambil kesimpulan (al-Natijah)
C.   Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui Latar Belakang Pentingnya Penelitian Hadits 
a.       Untuk mengetahui Hadits  Sebagai Sumber Ajaran Islam
b.      Untuk mengetahui Sejarah Dokumentasi Hadits  
c.       Untuk mengetahui Metode Periwayatan Hadits 
2.      Untuk mengetahui Langkah-Langkah Penelitian Hadits  
a.       Untuk mengetahui Takhrij al-Hadits  
b.      Untuk mengetahui I’tibar al-Sanad ( al-I’tibar)
c.       Untuk mengetahui Naqd al-Sanad (Tahqiq al-Sanad)
d.      Untuk mengetahui Naqd al-Matn (Tahqiq al-Matn)
e.       Untuk mengetahui kesimpulan (al-Natijah)













BAB II
PEMBAHASAN

A.  Latar Belakang Pentingnya Penelitian Hadits  
1.    Hadits  Sebagai Sumber Ajaran Islam
Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa Hadits   Rasul merupakan sumber dan dasar hukum Islam al-Qura>n, dan umat Islam diwajibkan mengikuti Hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti al-Qura>n. Karena tanpa keduanya orang Islam tidak mungkin dapat memahami Islam secara mendalam. Seorang mujahid dan seorang alim tidak diperbolehkan hanya mengambil dari salah satu dari keduanya.
Banyak ayat al-Quran dan Hadits yang memberikan pengertian bahwa Hadits itu merupakan sumber hukum Islam selain al Quran yang wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah maupun larangannya. Di bawah ini merupakan paparan tentang kedudukan Hadits sebagai sumber hukum Islam dengan melihat beberapa dalil, baik Naqli maupun Aqli.
Banyak ayat al-Qura>n yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan menerima segala yang disampaikan oleh Rasul kepada ummatnya untuk dijadikan pedoman hidup. Ayat yang dimaksud adalah:
Firman Allah SWT:
قُلۡ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَٱلرَّسُولَۖ فَإِن تَوَلَّوۡاْ فَإِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡكَٰفِرِينَ ٣٢  (ال عمران:۳۲)
 Katakanlah: "Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir" (Q.S.Ali Imra>n.3.32)

Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan tentang ketaatan kepada Tuhan dan Rasul-Nya kemudian mentaati pemimpinnya dimana yang demikain merupakan suatu sikap yang harus kita ikuti untuk menjadikan al-Hadits ini Sebagai Sumber dari ajaran agama dimana ayat lain juga menjelaskan tentang ketaan pada Rasul-Nya
وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلۡعِقَابِ ٧ (الحشر :۷)    
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya (Q.S.al-Hasyr.59.7)
Dalil al-Hadits Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW. Berkenaan dengan keharusan menjadikan Hadits sebagai pedoman hidup, disamping al-Qura>n sebagai pedoman utamanya, beliau bersabda:

تركت فيكم امرين لن تضلّوا ابدا ما ان تمسّكتم بهما كتب الله وسنّة رسوله
Aku tinggalkan dua pusaka pada kalian, jika kalian berpegang kepada keduanya, niscaya tidak akan tersesat yaitu kitab Allah (al-Qura>n) dan Sunnah Rasul-Nya ( H.R. Hakim Dari Abu Hurairah ) [1]

Kesepakatan Ulama (Ijma’) Umat Islam telah sepakat menjadikan Hadits   sebagai salah satu dasar hukum beramal, karena sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah. Penerimaan mereka terhadap Hadits  sama seperti penerimaan al-Qura>n, karena keduanya sama-sama dijadikan sebagai sumber dari hukum Islam .
Kesepakatan umat Muslimin dalam mempercayai, menerima dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam Hadits .[2] Sepeninggaln beliau, semenjak masa khulafa Al- Rasydin hingga masa-masa selanjutnya, tidak ada yang mengingkarinya. banyak diantara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandungan-Nya, akan tetapi bahkan mereka menghafal, memelihara, dan menyebarluaskan kepada generasi-generasi selanjutnya

Kesepakatan Ulama’ tersebut berdasarkan sumber dari al-Qura>n  Allah berfirman :
قُل لَّآ أَقُولُ لَكُمۡ عِندِي خَزَآئِنُ ٱللَّهِ وَلَآ أَعۡلَمُ ٱلۡغَيۡبَ وَلَآ أَقُولُ لَكُمۡ إِنِّي مَلَكٌۖ إِنۡ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَىٰٓ إِلَيَّۚ قُلۡ هَلۡ يَسۡتَوِي ٱلۡأَعۡمَىٰ وَٱلۡبَصِيرُۚ أَفَلَا تَتَفَكَّرُون (الانعام : ۰ ۵ )
Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?
(Q.S. al-An’a>m 6.50)

2.     Sejarah Dokumentasi Hadits  
Membicarakan sejarah Dokumentasi Hadits. Hadits merupakan sebuah kajian penting yang menjadi panutan bagi umat manusia. Mengingat sejarah penulisan Hadits. Dokumentasi Hadits ini sudah sejak lama dilakukan oleh para sahabat Khulaf>a> al-Rosyii>n yaitu sahabat Umar ibn al-Khoththob pada tahun 23 H. untuk merealisasikan idenya Umar ibn al-khoththob memusyawarahkan kepada para sahabat Nabi dan mengistikhorahkannya. Ide tersebut disepakati leh para sahabat karena dikwatirkan umat Islam berpaking dari al-Qura>n.[3]
Kemudian Dokumentasi Hadits dilanjutkan oleh para khalifah Selanjutnya. Termasuk Abd Aziz ibn Marwan (706 M), Umar ibn Abd Aziz (100 H), dan masih banyak para penDokumentasi selanjutnya. [4]
3.    Metode Periwayatan Hadits.
Untuk menuju pada penelitian Hadits Nabi SAW. tersebut, terdapat beberapa metode yang digunakan, baik pada zaman Nabi SAW. Atau pun era saat ini, kontemporer. Metode-metode yang dimaksud adalah metode komparatif, metode rasionalisasi, dan kontekstual.


A.      Metode Komparatif.
Dengan mengutip pendapat Ibn al-Mubarak (w. 181)," .untuk mencapai pernyataan yang otentik, orang perlu membandingkan kata-kata ulama satu dengan yang lainnya..", A'zami menyatakan bahwa "metode perbandingan, the methode of comparasion " sangat penting dilakukan berkaitan dengan kritik. Metode perbandingan tersebut, terdapat empat macam.[5]
B.          Metode Rasional. 
Selain pendekatan atau metode komparatif tersebut, A'zami juga
menawarkan satu metode lagi, dengan sebuah statement, but was pure reasoning or rational approach used in such critism? Menurutnya, kemampuan rasional tidak terlalu banyak membantu dalam menerima atau menolak Hadits Nabi SAW. Dalam beberapa literatur Hadits, penalaran murni (pure reasoning) tidak pernah digunakan. Contohnya, tentang kebiasaan Nabi SAW. tidur dengan berbaring pada lambung kanannya, dan sebelum tidur beliau membaca do'a-do'a tertentu, begitu juga ketika bangunnya. Dengan menggunakan rasionalitasnya, tentu saja semua manusia bisa saja tidur dengan berbagai model.
 Dalam kasus semacam itu, akal tidak bisa membuktikan benar atau tidaknya. Kebenarannya hanya dapat dipastikan dengan para perawi atau saksi-saksi yang terpercaya. Jadi, penalaran itu menjadikan kita bisamenerima atau tidak dari perawi-perawi tentang pernyataannya itu. Jika bertentangan dengan akal, maka kita tolak.
 Selanjutnya, metode rasional juga dapat dilakukan karena berbagai hal, setidaknya ada empat, yaitu pertentangan antara Hadits  dan Al-Qur'an, Hadits -Hadits  yang saling bertentangan, dan Hadits-Hadits  yang berkaitan dengan sains dan sunnatullah, tapi tidak bisa diterima secara rasional.[6]
C. Metode Kontekstual.
Maksudnya dengan metode ini atau pendekatan kontekstual atas Hadits Nabi SAW. adalah memahami Hadits berdasarkan dengan peristiwa-peristiwa situasi ketika Hadits  itu disampaikan, dan kepada siapa pula ditujukan. Dengan lain perkataan, bahwa dengan metode kontekstual itu diperlukan sabab al-wurud al-Hadits. Contohnya, Hadits mengenai keharusan berbakti kepada ibu tiga kali lipat dibanding ayah. Jika dipahami secara tekstual, maka akan timbul kesan diskriminasi antara berbakti pada ayah dan ibu. Padahal, secara konteks saat itu, secara sosiologis wanita kurang dihargai dan memperoleh hak-haknya, bahkan tertindas akibat warisan-warisan jahiliyah atas tradisi yang melekat dari bangsa Arab saat itu. [7]
Dari paparan di atas, hingga saat ini beberapa pemikir juga tetap banyak yang mengaplikasikannya. Seperti Muhammad al-Ghazali dalam kitabnya, begitu juga dengan pemerhati keislaman lainnya, meskipun tidak bersepaham dengan al-Ghazali atas pendapatnya itu. Untuk dapat melakukan kritik Hadits lebih lanjut akan dibahas dalam sub, "standarisasi" sebagai patokan, atau kaedah-kaedahnya. 
B.   Langkah-Langkah Penelitian Hadits  
1.    Malakukan Takhrij al-Hadits
Untuk melakukan Takhrij al-Hadits., kita kenali dulu maksud dan pengertian Takhrij menurut Bahasa berasal dari kata خرج  yang berarti “Tampak” atau “Jelas”. Takhrij adalah berkumpulnya dua perkara yang saling berlawanan dalam satu persoalan , namun secara mutlak, ia diartikan oleh para ahli bahasa adalah dengan arti “ mengeluarkan” (al-istinbath), “melatih “ atau “membiasakan” (al-Tadrib) dan “menghadapkan” (al-Taujih).[8]
Takhrij secara istilah adalah:
الدّلالة على موضع الحديث فى مصادره الاصليّة الّتى اخرجته سنده ببيان مرتبته عند الحاجة.
 “Penunjukan terhadap tempat Hadits didalam sumber aslinya yang dijelaskan martabatnya sesuai keperluan”.[9]
Untuk melakukan Takhrij al-Hadits ada dua metode yang dapat dipaparkan dalam makalah ini.
a.       Metode Takhrih al-Hadits menurut Lafadz Pertama
Metode Takhrij al-Hadits menurut lafadz pertama, yaitu suatu metode yang berdasarkan pada lafadz pertama matan Hadits, sesuai dengan urutan huruf-huruf Hijaiyah dan Alfabetis sehingga metode ini mempermudah pencarian Hadits yang dimaksud.
Contohnya Hadits Nabi berikut ini.
ليس الشديد بالصرعة
Untuk mengtahui lafadz selanjutnyadari penggalan matn tersebut, langkah yang harus dilakukan adalah menelusuri penggalan matan itu pada urutan awal matan yang memuat penggalan matan yang dimaksud. Bunyi lengkap Hadits adalah:
 عن ابي هريرة انّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال : ليس الشديد بالصرعة انّما الشّديد الذي يملك نفسه عند الغضب. [10]
“Dari Abu Hurairah bahwa Rasullah SAW bersabda “(Ukuran) orang yang kuat (Perkasa ) itu bukanlah dari kekuatan orang itu berkelahi, tetapi yang disebut orang yang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika dia marah”      
Apabila Hadits itu dikutip dalam karya tulis ilmiyah, sesudah lafadz matan dan nama sahabat periwayat Hadits yangbersangkutan ditulis, nama Imam Muslim disertakan biasanya menggunakan kalimat 
رواه مسلم
Nama sahabat periwayat Hadits dalam contoh diatas adalah Abu Hurairah, dapat pula ditulis sesudah nama Muslim dan tidak ditulis awal matan.[11]   
b.      Metode Takhrij menurut Lafadz-Lafadz yang terdapat dalam  Hadits
Yaitu:  suatu metode yang berlandaskan pada kata-kata yang terdapat dalam matan Hadits, baik berupa kata benda stsupun kata kerja.metode ini lebih cepat dari pada metode sebelumnya. 
Contoh Hadits:
عن عليّ انّ رسول الله صلى الله عليه وسلّم قال: رفع القلم عن ثلاثة : عن النّائم حتّى يستيقظ وعن الصّبي حتّى يشبّ وعن المعتو حتّى يعقل
Dari Ibu Umar r.a dia berkata : saya pernah mendengar dari Rasulullah saw. Bersabda : apabila kamu semua sudah melihat bulan maka berpuasalah , dan apabila kamu sudah melihat bulan berbukalah. Apabila mendung tidak (tidak Tampak) bagi kamu. Maka hitunglah/ kira kirakan .  (H.R. Bukhari- Muslim)                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                         
2.    Melakukan I’tibar al-Sanad ( al-I’tibar)
Kata al-i'tibar merupakan masdar dan kata (اعتبر) Menurut bahasa, al-i'tibar adalah “peninjauan terhadap berbagai hal dengan maksud supaya dapat diketahui sesuatunya yang sejenis.
Menurut istilah ilmu hadits, al-i'tibar berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadits tertentu, yang hadits itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang periwayat saja; dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad dari sanad hadits dimaksud.[12]
Dengan dilakukannya al-i'tibar, maka akan terlihat dengan jelas seluruh jalur sanad hadits yang diteliti, demikian juga nama-nama periwayatnya, dan metode periwayatan yang digunakan masing-masing periwayat yang bersangkutan. Jadi, kegunaan al-i'tibar adalah untuk mengetahui sanad hadits seluruhnya dilihat dari ada atau tidak adanya pendukung berupa periwayat yang berstatus mutabi' atau shahih. Yang dimaksud mutabi' (biasa juga disebut tabi' dengan jarnak tawabi) ialah periwayat yang berstatus pendukung pada periwayat yang bukan sahabat Nabi.
Pengertian shahih (dalam istilah ilmu hadits biasa diberi kata jamak dengan shawahih) ialah periwayat yang berstatus pendukung untuk sahabat Nabi. Melalui al-i'tibar akan dapat diketahui apakah sanad hadits yang diteliti memiliki mutabi' dan shahih atau tidak.
I’tibar ini merupakan bagian dari penelitina Hadits dimana fungsinya sangat menentukan keberadaan hadits tersebut.
I’tibar adalah menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadits tertentu, dan hadits tersebut pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seorang rawi saja, dan dengan menyertakana sanad-sanad yang lain atau tidak untuk bagian sanad dari sanad yang dimaksud.[13]
Langkah ini tidak dapat ditinggalkan sama sekali, mengingat sebelum melakukan penelitian terhadap krakteristik setiap rawi, perlu diketahui dahulu rangkaian para rawi yang terlibat dalam periwayatan Hadits yang bersangkutan. Langkah ini memerlukan pembuatn skema Sanad.
3.    Melakukan Naqd al-Sanad (Tahqiq al-Sanad)
Penelitian sanad atau populer disebut kritik (Naqd) sanad dimaksud untuk mendukung penelitian Hadits dengan tujuan utamanyamenilai dan membuktikan secar historis bahwa apa yang disebut sebagai hadits itu memang benar dari Rasulallah.
Adapun bagian hadits yang diteliti adalah matan (naqd al-matn) dan sanadnya (naqd al-Sanad) kritik sanad merupakan tela’ah atas prosedur periwayatan Hadits melalui jalur sanad dari sejumlah perawi yang secara runtut menyampaikan matan-matan Hadits hingga perawi terakhir. Kreteria kritik Sanad
a.       Sanad bersambung.
b.      Perawi bersifat adil
c.       Perawi bersifat Dhabit
d.      Terhindar dari Sya>dz
e.       Terhindar dari ‘Illat.[14]
4.    Melakukan Naqd al-Matn (Tahqiq al-Matn)
Sebagai langkah terakhir adalah penelitian terhadap matan Hadits, yaitu menganalisis matan unutk mengetahui kemungkinan adanya ‘illat dan syudzudz padanya. Langkah inin dapat dikatakan sebbagai langkah yang paling berat dalam penelitina suatu Hadits, baik teknik pelaksanaannya maupun aspek tangggung jawabnya. Hal itu karena kebnyakan pengalaman suatu Hadits justru lebih bertanggng pada hasil analisis matannya dari pada penelitian sanad.[15]
Penelitian matan Hadits merupakan salah satu bentuk upaya meneliti kandungan atau matan suatu Hadits. Para ulama Hadits berpendapat bahwa kritik matan harus didahului oleh kritik sanad. Dengan kata lain, sebuah Hadits  yang sudah dinyatakan lemah dari segi sanadnya, maka upaya terhadap kritik matan tidak lagi menjadi kewajiban, karena Hadits  tersebut sudah dianggap tidak memenuhi syarat untuk dijadikan hujjah.
1. Langkah-langkah pelaksanaan kritik matan Hadits 
Agar upaya pelaksanaan kritik matan mencapai sasaran dan tujuan yang diinginkan, maka diperlukan adanya pedoman atau petunjuk pelaksanaannya, termasuk juga tata urutan segenap kegiatan dalam melakukan kritik dimaksud.
Sebagian ulama menetapkan langkah-langkah kritik matan yang terdiri atas:
a.       Meneliti matan dengan melihat kualitas sanad
Langkah kegiatan kritik matan yang dilakukan dengan melihat kualitas hadits yang memungkinkan
1.      Sanadnya Shahih dan Matannya Shahih
2.      Sanadnya Shahih dan Matannya Dha’if
3.      Sanadnya Dha’if dan Matannya Shahih
4.      Sanadnya dha’if dan matannya dha’if
b.      Meneliti susunan matan yang semakna
Terjadi perbedaan lafadz pad matan Hadits yang semakna disebabkan dalam periwayatan Hadits telah terjadi periwayatan secara makna. perbedaan lafadz yang tidak mengakibatkan terjadinya perbedaan makna, asalkan sanadnya sama sama Shahih, maka hal dapat dimaafkan, seperti hadits riwayat al-Bukha>ri> tentang niat.
c.       Meneliti kandungan makna
Dalam meneliti kandungan makna, langkah pertama perlu dilakukan adalah mempertahankan matan-matan atau dalil-dalil lain yang mempunyai masalah yang sama. Jika terdapat matan lain sementara topiknya sama, maka yang kemudian diteliti adalah sanadnya.
Apabila kandungan matan yang dibandingkan tersebut tenyata sama, dapat dikatakan bahwa pendidikan telah berakhir, meskipun untuk mempertegaskannya masih bias dilakukan kegiatan pemeriksaan terhadap penjelasan masing-masing matan dari berbagai kitab syarah sehingga dapat diketahui hal-hal penting yang berkaitan dengan matan, seperti pengertian kosa kata khususnya kata-kata gharib, pendapat ulama’ dan hubungannya dengan dalil-dalil yang lain.[16]
5.    Mengambil kesimpulan (al-Natijah)
Pada kesimpulan akhir Penulis menemukan beberapa bagian hadits yang terbagi menjadi tiga bagian: 1. Shahih 2. Hasan 3. Dho’if. Dari ketiga Hadits tersebut dapat ditemukan keberadaan suatu hadits unutk dijadikan landasan beribadah.






















BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa Hadits   Rasul merupakan sumber dan dasar hukum Islam al-Qura>n, dan umat Islam diwajibkan mengikuti Hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti al-Qura>n. Karena tanpa keduanya orang Islam tidak mungkin dapat memahami Islam secara mendalam. Seorang mujahid dan seorang alim tidak diperbolehkan hanya mengambil dari salah satu dari keduanya.
Membicarakan sejarah Dokumentasi Hadits. Hadits merupakan sebuah kajian penting yang menjadi panutan bagi umat manusia. Mengingat sejarah penulisan Hadits. Dokumentasi Hadits ini sudah sejak lama dilakukan oleh para sahabat Khulaf>a> al-Rosyii>n yaitu sahabat Umar ibn al-Khoththob pada tahun 23 H. untuk merealisasikan idenya Umar ibn al-khoththob memusyawarahkan kepada para sahabat Nabi dan mengistikhorahkannya. Ide tersebut disepakati leh para sahabat karena dikwatirkan umat Islam berpaking dari al-Qura>n.
Didalam penelitina Hadits banyak yang perlu untuk diteliti baik secara matan maupu sanad. Dalam kesempatan ini penmakalha menguraikan sedikit penjelasan tentang penelitian hadits didalam di dalamnya berisi tentang penelitian Sanad, matan. sehingga akan terbentuk hadits yang baik untuk dijadikan dasar oleh umat islam.
B.       SARAN
Saran dan masukan terus pemakalah tunggu guna lebih baik penulisan makalah selanjutnya.



\\\\
DAFTAR PUSTAKA

As-Suyuti. Al-jami’ Ash-Shaghir. Beirut: Dar Al-Fikr. t.t
M. Agus Solahuddin. Ulumul Hadits. Bandung. Pustaka Setia. 2008.
Muhammad ‘Ajjal al-Khatib. Al-Sunnah Qabl. Al-Tadwin. Beirut. Maktabah Wahbah. 1963.
Iddri. Studi Hadits. Jakarta. PT. Fajar Interpratama Mandiri. 2013
Umi Sumbulah.Kajian Kritis Ilmu Hadits.MALANG. Uin-Maliki Pres, 2010.hlm.184-186
Nuruddin. Ulumul Hadits. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2014





[1] As-Suyuti. Al-jami’ Ash-Shaghir. Beirut: Dar Al-Fikr. t.t hlm. 130
[2] M. Agus Solahuddin. Ulumul Hadits. Bandung. Pustaka Setia . 2008. 77
[3] Muhammad ‘Ajjal al-Khatib. Al-Sunnah Qabl. al-Tadwin. Beirut . maktabah Wahbah . 1963. Hlm 321
[4] Iddri. Studi Hadits. Jakarta. PT. Fajar Interpratama Mandiri. 2013. Hlm.94
[5] Nuruddin’Itr. Ulumul Hadits Bandung, PT Remaja RosdaKarya. 2014. Hal. 179
[6] Ibid : 181
[7] Ibid : 183
[8] M. Agus Solahuddin. Ulumul Hadits.hlm. 189
[9] Ibid.hlm189
[10] Muhammad ibn Ismaél al-Bukrari. Shahih al-Bukhari.maktabah Wahbah. tt. No 5763
[11] Ibid.hlm.196-198
[12] lbn al-Salah, 'Ulum al-Hadits. 74-75. a1-Asqalani, Nuzhah al-Nadar Sharh Nukhbat al- Fikr. 23.
[13] M. Agus Solahuddin. Ulumul Hadits. Hlm. 204
[14] Umi Sumbulah.Kajian Kritis Ilmu Hadits.MALANG. Uin-Maliki Pres, 2010.hlm.184-186
[15] Ibid . Hlm. 205
[16] Umi Sumbulah.Kajian Kritis Ilmu Hadits..hlm.188-189

Tidak ada komentar:

Posting Komentar