BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur'a>n yang berbahasa Arab adalah wahyu Islam, dan Islam adalah agama
Allah yang telah ditetapkan. Pengetahuan tentang prinsip-prinsip dan
dasar-dasar Islam ini tidak tercapai dengan baik kecuali jika al-Qur'a>n itu dipahami dengan bahasanya sendiri. Ekspansi Islam yang
luas, mempertemuakan bahasa Arab dengan bahasa-bahasa lain non-Arab.
Kemampuan
setiap orang dalam memahami lafazh dan ungkapan
al-Qur’a>n tidaklah sama, padahal penjelasannya sedemikian gemilang dan
ayat-ayatnya pun sedemikian rinci. Perbedaan daya nalar diantara mereka ini
adalah suatu hal yang tidak dipertentangan lagi. Kalangan awam hanya dapat global,
sedangkan kalangan cendekiawan dan terpelajar akan dapat mengumpulkan pula dari
pandangan makna-makna yang menarik. Dan diantara cendikiawan kelompok ini
terdapat aneka ragam dan tingkat pemahaman maka tidaklah mengherankan jika al-Qur’a>n mendapatkan perhatian besar dari umatnya melalui pengkajian intensif
terutama dalam rangka menafsirkan kata-kata ghari>b (aneh, ganjil)
atau menta'wi>lkan tarki>b (susunan kalimat).[1]
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Tarjamah,
Tafsi>r dan Ta'wi>l
2. Pembagian Tarjamah:
Tarjamah harfiyah, Tarjamah ma'nawiyah
3. PerbedaanTafsi>r danTa'wi>l
4. Hukum Tarjamah,
Tafsi>r, Ta'wi>l
5. Dasar Tafsi>r dan
syarat-syarat Mufassi>r
6.
Contoh konkrit perbedaan Tarjamah, Tafsi>r dan Ta'wi>l dalam
kitab-kitab Tafsi>r.
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
Mengetahui Pengertian Tarjamah, Tafsi>r dan Ta'wi>l
2. Untuk
Mengetahui Pembagian Tarjamah: Tarjamah harfiyah, Tarjamah
ma'nawiyah
3. Untuk
Mengetahui Perbedaan Tafsi>r dan Ta'wi>l
4. Untuk
Mengetahui Hukum Tarjamah, Tafsi>r, Ta'wi>l
5. Untuk
Mengetahui Dasar Tafsi>r dan
syarat-syarat Mufassi>r
6. Untuk
Mengetahui Contoh konkrit perbedaan Tarjamah, Tafsi>r dan Ta'wi>l dalam kitab-kitab Tafsi>r.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tarjamah, Tafsi>r dan Ta'wi>l
1. Pengertian Tarjamah
Arti tarjamah menurut bahasa
adalah “Salinan dari sesuatu bahasa ke bahasa lain” Atau berarti mengganti,
menyalin memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa yang lain.[2]
Secara
istilah tarjamah dapat diartikan:
a. Menurut
Syaikh Muhammad bin Sha>lih
sebagaimana yang dikutip oleh Liliek Chana dkk, Tarjamah adalah
mengungkapkan perkataan atau kalimat dengan menggunakan bahasa lain.
b.
Menurut al-Sha>bu>ni sebagaimana
yang dikutip oleh Liliek Chana dkk, Tarjamah al-Qur’a>n adalah memindahkan al-Qur’a>n kepada bahasa lain yang bukan bahasa Arab dan mencetak tarjamah
ini kedalam beberapa naskah agar dibaca orang yang tidak mengerti bahasa Arab,
sehingga dia dapat memahami kitab Allah swt. Dengan perantara tarjamah
ini.[3]
Dari
definisi di atas penulis dapat memberikan definisi bahwa tarjamah adalah
salinan dari satu bahasa ke bahasa yang lain, atau mengganti, menyalin,
memindahkan kalimat dari suatu bahasa ke bahasa yang lain atau dari bahasa Arab
ke bahasa yang lain sehingga dapat memahami kitab Allah SWT dengan perantaraan
tarjamahan ini.
2. Pengertian Tafsi>r
Kata “Tafsi>r” diambil dari kata “fassara-yufassiru-Tafsi>ran” yang berarti keterangan atau uraian.[4] Secara bahasa bahwa pengertian Tafsi>r adalah:”menjelaskan atau menerangkanالإيظاح والتبيين ) ) keterangan sesuatu (الشرح ),
atau “Tafsi>rah” ( التفسيرة ) yaitu alat
kedokteran yang dapat mengungkapkan penyakit dari seorang pasien, maka Tafsi>r “dapat mengeluarkan makna yang tersimpan dalam kandungan
ayat-ayat al-Qur’a>n”.[5]
Adapun tentang pengertian Tafsi>r berdasarkan istilah, para ulama banyak memberikan komentar, antara
lain berikut ini:
a.
Menurut
Syaikh al-Jazairi sebagaimana yang dikutip oleh Liliek Chana:
التفسير فى
الحقيقة إنما هو شرح اللفظ المستلف عند السامع بما هو أفصح عنده بما يراد فه أو
يقاربه أوله دلالة عليه بإحدى طرق الدلالة.
Artinya:
“Tafsi>r pada hakikatnya menjelaskan lafazh yang sukar dipahami oleh
pendengar dengan mengemukakan lafazh sinonimnya atau makna yang mendekatinya,
atau dengan jalan mengemukakan salah satu dilalah lafazh tersebut.[6]
b.
Menurut
Abu Hayyan sebagaimana yang dikutip oleh Rosihon Anwar:
التفسير فى الإصطلاح علم يبحث عن كيفية النطق بألفاظ القرآن ومد
لولاتها وأحكامها الإفرادية والتركيبية ومعانيها التي تحمل عليها حالة التركيب.
Artinya:
“Tafsi>r adalah ilmu mengenai cara pengucapan lafazh-lafazh al-Qur’a>n serta cara mengungkapkan petunjuk, kandungan-kandungan hukum, dan
makna-makna yang terkandung didalamnya.[7]
Jadi Tafsi>r adalah
menyingkap (membuka), melahirkan dan menjelaskan makna al-Qur’a>n
yang sukar dipahami oleh pendengar sehingga dapat mengetahui
kandungan-kandungan hokum dan makna yang terkandung di dalamnya.
3. Pengertian Ta’wi>l
Menurut bahasa Ta’wi>l berasal dari kata “aul” الاول yang artinya kembali.[8]
Menurut pendapat ulama yang masyhur kata ta’wi>l dapat mempunyai arti:
a.
Kembali atau mengembalikan (الرجوع)
yakni mengembalikan makna pada proporsi yang sesungguhnya.
b. Memalingkan
(الصرف) yakni memalingkan
suatu lafazh tertentu yang mempunyai sifat khusus dari makna lahir ke makna
batin lafazh itu, karena ada ketetapan dan keserasian dengan maksud yang
dituju.
c.
Menyiasati (السياسة) yakni dalam lafazh
tertentu atau kalimat-kalimat yang mempunyai sifat khusus memerlukan siasat
yang jitu untuk menemukan maksudnya yang setepat-tepatnya.[9]
Adapun
Ta’wi>l menurut istilah, dalam hal ini banyak ulama memberikan
pendapatnya, antara lain:
a.
Menurut
Al-Jurzani sebagaimana yang dikutip oleh Rosihon Anwar:
صرف اللفظ عن معناه الظاهر إلى معناه يحتمله إداكان المحتمل الدي يراه
موافقا بالكتاب والسنة.
Artinya:
“Memalingkan
suatu lafazh dari makna lahirnya terhadap makna yang dikandungnya, apabila
makna alternatif yang dipandangnya sesuai dengan ketentuan al-Kitab dan al-Sunnah.”[10]
b.
Menurut
ulama khalaf:
صرف اللفظ عن المعنى الراحج إلى معنى المرجوه لد ليل يقترن به.
Artinya:
“Mengalihkan
suatu lafazh dari maknanya yang rajih kepada makna yang marjuh karena ada
indikasi untuk itu.”[11]
Jadi ta’wi>l secara istilah adalah mengembalikan sesuatu pada maksud yang
sebenarnya atau memalingkan makna lahir ke makna batin lafazh karena ada
indikasi untuk itu.
B. Pembagian Tarjamah
Kata
“tarjamah” dapat dipergunakan pada dua arti:
1. Tarjamah
harfiyah, yaitu mengalihkan lafazh-lafazh dari satu bahasa ke dalam
lafazh-lafazh yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan
tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama.
2. Tarjamah
Tafsiriyah atau tarjamah ma’nawiyah, yaitu menjelaskan makna
pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa
asal atau tanpa memperhatikan susunan kalimatnya.[12]
Dalam menerjemahkan al-Qur’a>n hendahnya dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1.
Penerjemah hendaknya mengetahui dua bahasa (bahasa asli dan bahasa tarjamah)
2.
Mendalami dan menguasai uslub-uslub dan keistimewaan-keistimewaan bahasa
yang diterjemahkan.
3.
Hendaknya sighat (bentuk) terjemah itu benar dan apabila dituangkan
kembali ke dalam bahasa aslinya tidak terdapat kesalahan.
4.
Terjemahan itu harus dapat mewakili semua arti dan maksud bahasa asli dengan
lengkap dan sempurna.[13]
C. Perbedaan Tafsi>r dan Ta´wi>l
Para
ulama berbeda pendapat tentang perbedaan antara kedua kata tersebut. Dalam “Manahilul
Irfan Fi’Ulumi al-Qur’a>n” dijelaskan antara lain adalah “ta'wi>l dalam istilah para mufassi>r, pengertiannya diperselisihkan”. Bahkan ada yang berpendapat bahwa
ta'wi>l itu sinonim dengan Tafsi>r, karena diliat dari segi tujuannya tidak berbeda, yaitu menjelaskan
makna ayat-ayat al-Qur'a>n.
Dalam
hal ini sebagian ulama melihat ada perbedaan-perbedaan antara keduanya, yaitu:
1. Tafsi>r berbeda dengan ta'wi>l,
Perbedaannya adalah pada ayat-ayat yang menyangkut soal umum dan khusus, pengertian
tafsi>r lebih umum daripada ta'wi>l, karena ta'wi>l
berkenaan dengan ayat-ayat yang khusus, misalnya ayat-ayat mutasya>bihah. Jadi menta'wi>lkan ayat-ayat al-Qur'a>n
yang mutasya>bihah itu termasuk tafsi>r,
tetapi tidak setiap penafsiran ayat tersebut disebut ta'wi>l.
2. Tafsi>r adalah penjelasan lebih lanjut bagi ta'wi>l dan dalam tafsi>r
sejauh terdapat dalil-dalil yang dapat menguatkan penafsiran boleh
dinyatakan:”Demikian yang dikehendaki oleh Allah”, sedangkan ta'wi>l hanya menguatkan salah satu makna dari sejumlah kemungkinan makna
yang dimiliki ayat (lafazh) dan tidak boleh menyatakan:”Demikianlah yang
dikehendaki Allah swt”.
3. Tafsi>r menerangkan makna lafazh melalui pendekatan riwayah,
sedangkan ta'wi>l melalui
pendekatan dirayah (kemampuan ilmu) dan berpikir rasional.
4. Tafsi>r menerangkan makna-makna yang diambil dari bentuk yang tersurat (bil
ibarah) sedangkan ta'wi>l
adalah dari yang tersirat (bil isyarah).
5. Tafsi>r berhubungan dengan makna-makna ayat atau lafazh yang biasa-biasa
saja sedangkan ta’wi>l
berhubungan dengan makna-makna yang kudus.
6. Tafsi>r mengenai penjelasan maknanya telah diberikan al-Qur’a>n sendiri sedangkan ta'wi>l penjelasan maknanya diperoleh melalui istinbath (penggalian)
dengan memanfaatkan ilmu-ilmu alatnya.[14]
D. Hukum Tarjamah, Tafsi>r dan Ta'wi>l
1. Hukum Tarjamah
a. Hukum tarjamah
harfiyah
Berdasarkan uraian di atas, mengenai tarjamahan
secara harfiyah, disyaratkan mengetahui arti masing-masing kedua bahasa
dan dan terpenuhinya syarat-syarat yang diperlukan dalam tarjamahan, maka
jelaslah bagi kita bahwa tarjamah harfiyyah itu tidak boleh dilakukan
untuk menerjemahkan al-Qur’a>n
karena faktor-faktor sebagai berikut:
1).
Tidak boleh menulis al-Qur’a>n
bukan dengan huruf-huruf bahasa Arab, dimaksud agar tidak terjadi
penyalahgunaan dan perubahan arti.
2).
Di dalam bahasa bukan bahasa Arab tidak terdapat lafazh-lafazh, kosakata dan kata
ganti yang bisa menduduki lafazh-lafazh bahasa Arab.
3).
Meringkas lafazh-lafazh bahasa Arab dapat menimbulkan kerusakan arti yang
menyebabkan cacat dalam redaksi dan susunan.[15]
Atas pertimbangan diatas maka tidak
seorang pun merasa ragu tentang haramnya menerjemahkan al-Qur’an dengan tarjamah harfiyah. Sebab al-Qur’a>n adalah kalamullah yang diturunkan kepada rasul-Nya, merupakan
mukjizat dengan lafazh dan maknanya, serta membacanya dipandang sebagai suatu
ibadah.[16]
Jadi metode tarjamah
ini hukumnya haram, karena tarjamah secara harfiyah ini tidak
mungkin mengungkapkan makna yang terkandung dalam al-Qur’a>n dengan sempurna, seperti halnya pengaruh makna al-Qur’a>n dengan menggunakan bahasa Arab.[17]
c.
Hukum
tarjamah ma'nawiyah
Tarjamah dengan menggunakan
metode ma'nawiyah diperbolehkan. Hal ini
disebabkan tidak ada hal yang mengkhawatirkan dari tarjamah metode ini. Bahkan
pada saat tertentu justru menjadi wajib apabila tarjamahan itu menjadi jembatan
bagi orang yang tidak faham dengan bahasa Arab.[18]
Namun demikian, tarjamah ma’nawiyah
ini tidak terlepas dari kerusakan karena satu buah lafazh didalam al-Qur’a>n terkadang mempunyai dua makna atau lebih yang diberikan oleh ayat.
Maka dalam keadaan demikian biasanya penerjemah hanya meletakkan satu lafazh
yang hanya menunjukkan satu makna, karena makna itu tidak mendapatkan lafazh
serupa dengan lafazh Arab yang dapat memberikan lebih dari satu makna itu.[19]
2. Hukum Tafsi>r dan Ta'wi>l
Tafsi>r adalah
ilmu syari'at paling agung dan paling tinggi kedudukannya. Ia merupakan ilmu
yang paling mulia objek pembahasan dan tujuannya serta dibutuhkan.[20] Tujuan
al-Qur'a>n itu sendiri tentu sangat sulit dicapai apabila di dalam al-Qur'a>n ternyata banyak hal-hal yang samar dan global. Untuk mengatasinya
diperlukan tafsi>r yang menjelaskan petunjuk ayat al-Qur'a>n.
Banyak mufassir mengakui
besarnya peranan tafsi>r dan
ta'wi>l, antara lain:
a) Ahmad al-Syirbashi dalam bukunya sejarah tafsi>r al-Qur'a>n menegaskan bahwa kedudukan tafsi>r
sangat tergantung pada materi atau masalah yang ditafsirkannya, karena materi tafsi>r
adalah kitab suci al-Qur'a>n
yang punya kedudukan mulia, maka kedudukan tafsi>r pun amatlah
mulia.
b) Imam al-Zarkasyi dalam muqaddimah kitab al-Burha>n fi
'Ulum al-Qur'a>n menyebutkan bahwa perbuatan terbaik
yang dilakukan oleh akal manusia serta kemampuan berfikirnya yang tinggi adalah
kegiatan mengungkapkan rahasia yang terkandung dalam wahyu ilahi dan
menyingkapkan penta'wilannya yang benar berdasarkan pengertian-pengertian yang
kokoh dan tepat.
c) Al-ragi>b al-Ashfah}ani>
menegaskan bahwa karya yang termulia ialah buah kesanggupan menafsirkan dan
menta'wilkan al-Qur'a>n.
d) M. Quraish shihab menegaskan bahwa pemahaman terhadap ayat-ayat
al-Qur'a>n
melalui penafsiran-penafsirannya mempunyai peranan yang sangat besar bagi maju
mundurnya umat.[21]
E. Dasar Tafsi>r dan Syarat-syarat Mufasir
1. Dasar Tafsi>r
Yang
dimaksud ‘dasar tafsi>r’ adalah fakta yang mendasari munculnya istilah tafsi>r. Dr. Abd Muin Salim melihatnya dari tiga segi, yaitu:
a.
Dari
Segi Filosofis
Yang
dimaksud dari segi filosofis apabila dasar Tafsi>r dari fungsi Tafsi>r
sebagai penjelas maksud kandungan al-Qur’a>n. Fungsi demikian disebut sendiri oleh al-Qur'a>n dalam Surat al-Baqarah (2): 185;
شهر رمضان الدى أنزل فيه القرآن هدى للناس وبينات من الهدى والفرقان...
“Bulan Ramadhan,
bulan diturunkannya al-Qur'a>n
sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
serta pembeda antara yang hak”.[22]
Dan
juga Surat al-Qiyamah (75): 19;
ثم إن علينا بيانه
“Kemudian, sesungguhnya
atas tanggung jawab Kamilah penjelasannya”.[23]
b. Dari Segi Historis
Selain ayat al-Qur'a>n berfungsi sebagai penjelas bagi ayat yang
lainnya, maka dalam kenyataan sejarah, Rasulullah juga diberi tugas oleh Allah
untuk menjelaskan dan merinci ketentuan-ketentuan yang masih global
dalam nas al-Qur'a>n. Tugas tersebut dapat dilihat dari ketentuan Surat
al-Nahl (15): 44;
وأنزلنا إليك الدكر لتبين للناس مانزل إليهم
“Dan kami turunkan kepadamu al-Qur'a>n, agar kamu menerangkan kepada umat manusia
apa yang telah diturunkan kepada mereka”.
Dengan
demikian, penjelasan Rasulullah lewat hadisnya mengenai ayat-ayat yang
memerlukan penjelasan, juga berfungsi sebagai tafsi>r.[24]
c.
Dari
Segi Yuridis
Banyak
ayat al-Qur'a>n yang menganjurkan perlunya pemikiran lebuh lanjut guna menyelami
maksud ayat-ayat Allah antara lain dalam Surat Shad (38): 29 yang menyuruh
memperhatikan (tadabbu>r)
dan memikirkan (yazzakkaru>) ayat-ayat Allah dan juga dalam Surat al-Zumar (39): 27 yang menerangkan
bahwa tujuan Allah menampilkan perumpamaan adalah agar dapat dijadikan bahan
pelajaran (bahan renungan). Upaya mempelajari dan memikirkan ayat-ayat al-Qur'a>n ini merupakan petunjuk secara yuridis formal diperlukan tafsi>r.[25]
2.
Syarat-syarat Mufassir
Para
ulama telah menyebutkan syarat-syarat yang harus dimiliki setiap mufassir yang
dapat kami ringkaskan sebagai berikut:
a.
Akidah yang benar, sebab akidah sangat berpengaruh terhadap jiwa pemiliknya dan
sering mendorongnya untuk mengubah nas-nas dan berkhianat dalam penyampaian
berita.[26]
b.
Bersih dari hawa nafsu, sebab hawa nafsu akan mendorong pemiliknya untuk
membela kepentingan mazhabnya sehingga ia menipu manusia dengan kata-kata halus
dan keterangan menarik seperti dilakukan golongan Qadariyah, Syi'ah Rafidah,
Mu'tazilah dan para pendukung fanatik mazhab sejenis lainnya.
c.
Menafsirkan lebih dahulu, al-Qur’a>n
dengan al-Qur’a>n karena sesuatu
yang masih global pada satu tempat telah diperinci di tempat lain dan
sesuatu yang dikemukakan secara ringkas di suatu tempat telah diuraikan di
tempat lain.
d. Mencari
penafsiran dari Sunnah, karena Sunnah berfungsi sebagai pensyarah al-Qur’a>n dan penjelasnya. Al-Qur'a>n telah menyebutkan bahwa semua hukum (ketetapan) Rasulullah berasal
dari Allah. Dalam Surat an-Nisa (4): 105;
“Sesungguhnya
Kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran supaya kamu
mengadili di antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu.”
Allah
menyebutkan bahwa Sunnah merupakan penjelas bagi kitab.
“Dan kami turunkan
kepadamu az-Zikir (Qur’ân) agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”
Rasulullah
dalam sabdanya: “Ketahuilah bahwa telah diberikan kepadaku al-Qur’a>n dan bersamanya pula sesuatu yang serupa dengannya,” yakni Sunnah.
e.
Apabila tidak didapatkan penafsiran dalam Sunnah, hendaklah melihat bagaimana
pendapat para sahabat. Karena mereka lebih mengetahui tentang tafsi>r al-Qur'a>n,
merekalah yang terlibat dalam kondisi ketika al-Qur’a>n diturunkan, disamping mereka mempunyai pemahaman yang sempurna, Ilmu
yang shahih dan amal yang saleh.
f.
Apabila tidak ditemukan juga penafsiran dalam al-Qur'a.n, Sunnah dan pandangan para sahabat, maka sebagian besar ulama,
dalam hal ini merujuk kepada pendapat tabi'in.
g.
Pengetahuan bahasa Arab yang baik, karena al-Qur’a>n diturunkan dalam bahasa Arab. Pemahaman yang baik terhadap al-Qur'a>n amat bergantung kepada penguraian mufradat, lafazh-lafazh
dan pengertian-pengertian yang ditunjukkannya sesuai dengan struktur kalimat
h.
Pengetahuan tentang prinsip-prinsip ilmu yang berkaitan dengan al-Qur'a>n, seperti ilmu qira'at, sebab dengan ilmu ini dapat
diketahui bagaimana cara mengucapkan (lafazh-lafazh) al-Qur'a>n dan dapat memilih mana yang lebih kuat di antara berbagai ragam bacaan
yang diperkenankan.
i.
Pemahaman yang cermat sehingga mufassir dapat mengukuhkan sesuatu makna
atas yang lain atau menyimpulkan makna yang sejalan dengan nash-nash syari’at.[27]
F. Contoh Kongkrit Perbedaan Tarjamah,
Ta'wi>l dan
Tafsi>r dalam Kitab-Kitab Tafsi>r.
1. Contoh tarjamah
dalam kitab-kitab tafsi>r
Menerjemahkan
al-Qur’a>n Surat Yusuf: (2) yang berbunyi:
إنا أنزلنه قرآنا عربيا لعلكم تعقلون
Maka
cara menterjemahkannya adalah satu persatu kata, misalkan dimulai dari kata “إنا”, lalu “أنزلنه”
kemudian dilanjutkan dengan kata “قرآنا”
dan seterusnya. Sehingga terjemahannya menjadi: “Sesungguhnya Kami
menurunkan al-Qur'a>n
dengan menggunakan bahasa Arab, agar kamu memahaminya.[28]
2. Contoh Tafsi>r dalam kitab-kitab tafsi>r
Menafsirkan al-Qur’a>n Surat al-An'am (6: 95)
...يخرج الحي من الميت ومخرج الميت من الحي...
Artinya:
…….dia mengeluarkan
yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup…..
Ayat tersebut ditafsirkan dengan Allahlah
yang mengeluarkan burung dari telurnya.[29]
3. Contoh ta'wi>l dalam kitab-kitab tafsi>r
a. Menta'wîlkan
al-Qur’a>n Surat al-An'am (6: 95)
...يخرج الحي من الميت ومخرج الميت من الحي...
Artinya:
…….dia
mengeluarkan yang hidup dari yang mati…..
Ayat tersebut dita'wi>lkan dengan, Dia mengeluarkan tumbuh-tumbuhan yang hidup dari biji dan
bibit tanaman yang merupakan benda mati.[30]
Perihal sama
dengan yang disebutkan oleh firman-Nya:
وأية لهم الارض الميتة احيينها واخرجنا منها حبا فمنه يأكلون.
“Dan suatu
tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah bumi yang mati. Kami
hidupkan bumi itu dan kami keluarkan dari biji-bijian, maka darinya mereka
makan. (Ya>si>n: 33)
b. Al-Qur'a>n Surat al-Saffat (37: 93)
فراغ عليهم ضربا باليمين
Artinya:
“Lalu
dihadapinya berhala-berhala itu sambil memukulnya dengan tangannya.
Kata (باليمين)
arti hakikinya/lahirnya adalah “tangan kanan”, tapi bisa dita'wi>lkan dengan “kuat”.[31]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Tarjamah adalah “Salinan dari
sesuatu bahasa ke bahasa lain” Atau berarti mengganti, menyalin memindahkan
kalimat dari suatu bahasa ke bahasa yang lain. Tarjamah dibagi 2 yaitu: Tarjamah
secara harfiyah dan tarjamah secara maʻnawiyah.
2. Tafsi>r adalah ilmu mengenai cara pengucapan
lafazh-lafazh al-Qur’a>n serta cara mengungkapkan petunjuk,
kandungan-kandungan hukum, dan makna-makna yang terkandung didalamnya.
3. Menurut bahasa Ta’wi>l berasal dari kata
“aul” الاول yang artinya kembali. Jadi ta’wi>l secara istilah adalah mengembalikan sesuatu pada maksud
yang sebenarnya atau memalingkan makna lahir ke makna batin lafazh.
B.
Saran
Demikianlah makalah yang kami
berisikan tentang tarjamah, tafsi>r dan ta’wi>l
dan. Makalah ini pun tak luput dari kesalahan dan kekurangan maupun target yang
ingin dicapai. Adapun kiranya terdapat kritik, saran maupun teguran digunakan
sebagai penunjang pada makalah ini. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima
kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Ad-Dimasyqi, Al-Imam
Abul Fida Isma’il Ibnu Kasi>r. tt. Tafsir Ibnu Kasi>r. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Ahmad, Abdul Aziz.
2012. Robbani Al-Qur'ān Perkata, Tajwid Warna. Jakarta: PT Surya Prisma
Sinergi
Anwar, Rosihan. 2000. Ulumul
Qurʻān. Bandung: Pustaka Setia
Anwar, Abu. 2005. Ulumul
Qurʻān Sebuah Pengantar. Pekanbaru: Amzah
Anwar, Rosihan. 2013. Ulum
Al-Qurʻān. Jawa Barat: Pustaka Setia
Al-Qaththan, Syaikh Mannaʻ. 2013. Pengantar Studi Ilmu Al-Qurʻān. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
Ash-Shaabuuniy, Muhammad. 1998. Studi Ilmu Al-Qurʻān. Bandung: Pustaka Setia
Al-Qattān, Mannāʻ Khalîl. 2002. Studi Ilmu-Ilmu Qurʻān. Surabaya: Litera AntarNusa
As-Sayuti, Imam
Jalaluddin. 2010. Tafsir Jalalain. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Chana AW, Liliek. 2014. Ulum Al-Qurʻān dan Pembelajarannya. Surabaya: Kopertais IV Press
Hambra, Al. 2008. Al-Qur'ān
Terjemahan dan Transliterasi. Bandung: Fajar Utama Madani
Suryadilaga, Alfatih. 2005. Metodologi Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Teras
Yunus,
Mahmud. 2002. Tafsir Qur'ān Karim. Jakarta: PT Hidakarya Agung
[5]Abu Anwar, Ulumul
Qur'a>n Sebuah Pengantar (Pekanbaru: Amzah, 2005), 98.
[12]Al-Qattan, Studi,
443.
[13]Anwar, Ulum,
213.
[15]Ash-Shaabuuniy,
Studi, 333.
[16]Al-Qattân, Studi,
444.
[17]Chana, Ulum,
445.
[21]Suryadilaga, Metodologi,
33-34.
[23]Mahmud Yunus, Tafsir Qurʻān Karim (Jakarta:
PT Hidakarya Agung, 2002), 870.
[24]M. Alfatih
Suryadilaga, dkk, Metodologi Ilmu Tafsir (Yogyakarta: Teras, 2005),
31-32.
[26]Al-Qattân, Studi,
462.
[27]Syaikh Manna>’ Al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'ān (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar), 415-417.
[28]Abdul Aziz Ahmad, dkk, Robbani
Al-Qurʻān Perkata, Tajwid Warna (Jakarta: PT Surya Prisma Sinergi, 2012),
236.
[30]Al-Imam Abul
Fida Isma’il Ibnu Kasi>r Ad-Dimasyqi, Tafsir
Ibnu Kasi>r (Bandung: Sinar
Baru Algensindo, tt), 433.
[31]Chana, Ulum,
440.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar