Kamis, 09 Juli 2015

SANAD DAN MATAN HADIS

MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Studi Hadis yang Dibina Oleh
Bapak Prof. Dr. H. Idri, M.Ag.


Oleh:
SUBAHRI
NIM. 18201521030


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM MAGISTER (S2)
PASCASARJANA STAIN PAMEKASAN

MIE  2015

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ………………………………………………………………… … I
BAB I: PENDAHULUAN ……………………………………………………....1
A.    Latar Belakang Masalah ………………………………………………......1
B.     Rumusan Masalah ………………………………………………………. .2
C.     Tujuan Penulisan ……………………………………………………….... 2
BAB II: PEMBAHASAN ……………………………………………………… 3
A.    Pengertian Sanad dan Matan Serta Unsur-unsurnya …………………...... 3
B.     Sanad dan Hubungannya dengan Dokumentasi Hadis……….…………... 7
C.     Metode Penulisan Sanad dan Matan Hadis …………………..…….........10
D.    Kandungan Matan Hadis Secara Umum ……………………………….. 13
BAB III: PENUTUP
A.    Kesimpulan …………………………………………………………….. 15
B.     Saran ……………………………………………………………………. 16
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 17


BAB I
A.      Latar Belakang Masalah
Dalam mempelajari hadis Nabi SAW. seseorang penting  menentukan keberadaan dan kualitas hadis tersebut, yaitu melalui sanad dan matan hadis. Kedua unsur hadis tersebut begitu sangat penting antara yang satu dan yang lainnya saling berhubungan erat, sehingga apabila salah satunya tidak ada, maka akan berpengaruh dan dapat merusak eksistensi kualitas suatu hadis. Sehingga suatu  matan  yang tidak memiliki sanad, maka hal tersebut tidak bisa di sebut ssebagai hadis, dan walaupun disebut dengan hadis, maka ia dinyatakan sebagai hadis palsu (mawdhu’), demikian juga sebaliknya.
Di dalam penilaian suatu hadis, unsur sanad dan matan adalah sangat urgen dan sangat menentukan. Oleh karenanya yang menjadi objek kajian dalam penelitian-penelitian hadis adalah kedua unsur tersebut, yaitu sanad dan matan.
Berangkat dari uraian tersbut, penulis akan menjelaskan tentang sanad dan matan hadis serta berbagai permasalahan yang berhubungan dengan keduanya.

B.       Rumusan Masalah
Sebagaimana uraian latar belakang masalah di atas, maka yang akan menjadi pokok kajian dalam sanad dan matan, adalah:
1.      Bagaimana pengertian Sanad hadis?
2.      Bagaimana pengertian matan hadis?
3.      Apa saja unsur-unsur sanad hadis?
4.      Apa saja unsur-unsur matan hadis?
5.      Bagaimana dokumentasi sanad hadis?
6.      Bagaimana peranan sanad dalam dokumentasi hadis?
7.      Bagaimana metode penulisan sanad dan matan hadis dilihat dari  segi kelengkapan sanad?
8.      Bagaimana metode penulisan sanad dan matan hadis dilihat dari  segi sumber berita sanad?
9.      Bagaimana metode penulisan sanad dan matan hadis dilihat dari  segi penilaian sanad matan hadis?
10.  Bagaimana kandungan matan hadis secara umum?

C.      Tujuan Penulisan
1.      Untuk memahami pengertian Sanad hadis
2.      Untuk memahami pengertian matan hadis
3.      Untuk memahami unsur-unsur sanad hadis
4.      Untuk memahami unsur-unsur matan hadis
5.      Untuk memahami dokumentasi sanad hadis
6.      Untuk memahami peranan sanad dalam dokumentasi hadis
7.      Untuk memahami metode penulisan sanad dan matan hadis dilihat dari  segi kelengkapan sanad
8.      Untuk memahami metode penulisan sanad dan matan hadis dilihat dari  segi sumber berita sanad
9.      Untuk memahami metode penulisan sanad dan matan hadis dilihat dari  segi penilaian sanad matan hadis
10.  Untuk memahami kandungan matan hadis secara umum








BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Sanad dan Matan Serta Unsur-unsurnya
1.    Pengertian Sanad dan Matan Menurut Bahasa dan Istilah
Sanad dari bahasa: المعتمد (sandaran, tempat bersandar, yang menjadi sandaran)[1]. Sedangkan sanad menurut istilah, sanad yaitu:
سلسلة الرجال الموصلة للمتن
“Mata rantai para periwayat hadis yang menghubungkan samapai kepada matan hadis”.[2]
Jadi sanad itu merupakan orang-orang atau rantai penutur hadis, atau yang meriwayatkan hadis yang menyampaikan kepada matan. Contoh:
حَدّثَنَامُسَدَّدٌحَدَّثَنَايَحْيَى عَنْ عُبَيْدِاللهِ قَالَ حَدَّثَنِى خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الَّرحْمنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النّبِي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّم قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَاظِلَّ إلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَدْلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ وَرَجُلٌ قَلْبُه مُعَلَّقٌ فِي المسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَبَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إنِّي أخَافُ اللهَ وَرَجَلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُه مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ الله خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ (رواه البخاري)
“Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan yahyā dari ‘Ubaidillah, berkata ‘Ubaidillah, menceritakan kepadaku Khubayb bin ‘Abd al-Rahmān dari ḫafsh bin ‘Ậshim dari Abū Hurayrah ra. Dari Nabi SAW, Nabi bersabda: Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah, pada hari dimana tidak ada naungan selain naungan-Nya. Yaitu; Seorang  imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, seorang laki-laki yang hatinya selalu terpaut dengan masjid, dua orang ynag saling mencuntai karena Allah yang mereka berkumpul karena-Nya dan juga berpisah karena-Nya, seorang laki-laki yang dirayu oleh wanita bangsawan lagi cantik untuk berbuat mesum  lalu ia menolak seraya berkata, Aku takut kepada Allah, seorang yang bersedekah dengan diam-diam, sehingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kirinya. Dan yang terakhir adalah seorang yang menetes air matanya saat berdzikir, mengingat dan menyebut nama Allah dalam kesunyian”. [3]
Maka sanad hadis di atas adalah:
حَدّثَنَامُسَدَّدٌحَدَّثَنَايَحْيَى عَنْ عُبَيْدِاللهِ قَالَ حَدَّثَنِى خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الَّرحْمنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النّبِي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّم
“Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan yahyā dari ‘Ubaidillah, berkata ‘Ubaidillah, menceritakan kepadaku Khubayb bin ‘Abd al-Rahmān dari ḫafsh bin ‘Ậshim dari Abū Hurayrah ra. Dari Nabi SAW.”.
Sedangkan المتن menurut bahasa berarti; keras, kuat, sesuatu yang tampak dan yang asli.[4] Matan menurut istilah:
ما ينتهي إليه السند من الكلام
“Perkataan yang disebut pada akhir sanad”[5]
Demikian juga, ʹAlī Muhammad Nashr mengatakan tentang definisi matan:
ألفاظ الحديث التي تتقوم بها المعاني
Lafadh-lafadh hadis, yang sebab lafadh-lafadh tersebut terbentuklah makna”[6]
Dengan demikaian tata letak matan dalam struktur utuh penyajian hadis senantiasa jatuh setelah ujung terakhir sanad”[7]. Jadi matan hadis merupakan materi bertita atau redaksi yang disampaikan oleh sanad trakhir. Contoh:
حَدّثَنَامُسَدَّدٌحَدَّثَنَايَحْيَى عَنْ عُبَيْدِاللهِ قَالَ حَدَّثَنِى خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الَّرحْمنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النّبِي صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلّم قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَاظِلَّ إلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَدْلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ وَرَجُلٌ قَلْبُه مُعَلَّقٌ فِي المسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَبَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إنِّي أخَافُ اللهَ وَرَجَلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُه مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ الله خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ (رواه البخاري)
“Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan yahyā dari ‘Ubaidillah, berkata ‘Ubaidillah, menceritakan kepadaku Khubayb bin ‘Abd al-Rahmān dari ḫafsh bin ‘Ậshim dari Abū Hurayrah ra. Dari Nabi SAW, Nabi bersabda: Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah, pada hari dimana tidak ada naungan selain naungan-Nya. Yaitu; Seorang  imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, seorang laki-laki yang hatinya selalu terpaut dengan masjid, dua orang ynag saling mencuntai karena Allah yang mereka berkumpul karena-Nya dan juga berpisah karena-Nya, seorang laki-laki yang dirayu oleh wanita bangsawan lagi cantik untuk berbuat mesum  lalu ia menolak seraya berkata, Aku takut kepada Allah, seorang yang bersedekah dengan diam-diam, sehingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kirinya. Dan yang terakhir adalah seorang yang menetes air matanya saat berdzikir, mengingat dan menyebut nama Allah dalam kesunyian”. [8]
Maka matan hadis di atas adalah:
قَالَ سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ تَعَالَى فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَاظِلَّ إلَّا ظِلُّهُ إِمَامٌ عَدْلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ وَرَجُلٌ قَلْبُه مُعَلَّقٌ فِي المسَاجِدِ وَرَجُلَانِ تَحَبَّا فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ إنِّي أخَافُ اللهَ وَرَجَلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأخْفَاهَا حَتَّى لَا تَعْلَمَ شِمَالُه مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ وَرَجُلٌ ذَكَرَ الله خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ
“Nabi bersabda: Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah, pada hari dimana tidak ada naungan selain naungan-Nya. Yaitu; Seorang  imam yang adil, pemuda yang tumbuh dalam ibadah kepada Allah, seorang laki-laki yang hatinya selalu terpaut dengan masjid, dua orang ynag saling mencuntai karena Allah yang mereka berkumpul karena-Nya dan juga berpisah karena-Nya, seorang laki-laki yang dirayu oleh wanita bangsawan lagi cantik untuk berbuat mesum  lalu ia menolak seraya berkata, Aku takut kepada Allah, seorang yang bersedekah dengan diam-diam, sehingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kirinya. Dan yang terakhir adalah seorang yang menetes air matanya saat berdzikir, mengingat dan menyebut nama Allah dalam kesunyian”.
2.    Unsur-Unsur yang Terdapat Pada Sanad dan Matan
Sanad merupakan rentetan dalam periwayatan hadis. Keberadaan sanad merupakan hal yang sangat urgen dalam menentukan kualitas hadis. Di dalam sanad sendiri ada beberapa unsur sanad.
Unsur-unsur sanad tersebut adalah:
a.       Rijāl al-Sanad (adalah perawi-perawi yang ada dalam sanad dari yan pertama sampai dengan yang terakhir)
b.      Ittishal al-Ruwāt (silsilah sanad)
c.       Tahammul wa al-Adā (metode periwayatan dan lambang-lambang periwayatan.
Sedangkan matan, merupakan salah satu unsur hadis. Matan hadis juga berfungsi sebagai sarana perumus konsep keagamaan dalam bentuk hadis. Setiap matan memiliki unsur lafadz (teks) dan unsur makna (konsep).[9] Dengan demikian struktur lafadh matan hadis sejatinya adalah cerminan dari konsep ide yang dirumuskan dalam bentuk teks, sehingga pada akhirnya matan disebut Nash al-Hadīts.
B.  Sanad dan Hubungannya dengan Dokumentasi hadis
1.    Dokumentasi Sanad Hadis
Dokumentasi sanad hadits merupakan hal sangat urgen dalam menjaga keotentikannya hadis. Karena merupakan sumber ajaran setelah al-Qur’an yang sudah menjadi pola amāliyah masyarakat. Dengan demikian, tidak diragukan lagi kebenarannya. Hal tersebut dilakukan untuk menyaring unsur-unsur luar yang masuk ke dalam hadis, baik yang disengaja ataupun tidak. Maka, dengan dokumentasi terhadap sanad tersebut, hadis-hadis Rasulullah SAW dapat terhindar dari segala yang mengotorinya.
Nasir mengutip pendapatnya Sufyan al-Tsauri, “Sanad adalah senjata orang mukmin, seandainya ia tidak bersenjata lalu dengan apa dia akan berperang?”[10] Senada dengan Abdullah bin Mubarak yang dikutip Jamal:
الإسناد من الدين ولو لا الإسناد لقال من شاء ما شاء
“Sanad adalah bagian dari agama, kalau bukan karena sanad niscaya banyak orang akan berkata seenaknya”[11].
Dokumentasi sanad hadis berjalan seirama dengan penulisan hadis, hal tersebut sebagai salah satu data sejarah yang cukup unik dan lama, data tersebut merupakan kitab-kitab hadis. Kitab tersebut terpelihara dan diwariskan secara estafet dari satu generasi ke generasi sesudahnya.
Salah satu kelebihannya kitab-kitab hadis tersebut dibukukannya data orang-orang yang menerima dan meriwayatkan hadis-hadis tersebut, yang disebut sanad.
 Sanad hadis satu persatu terdokumentasikan secara urut dan valid. Hal itu dapat dilihat pada kitab, al-Jāmi’ al-Shahīh (al-Bukhari dan Muslim). Juga seperti ulama-ulama berikut: Abu Daud, al-Turmudzi, al-Nas’I, ibn Majah, Malik bin Anas, Ahamd bin Hambal, al-Darimi, al-Daruquthni, dan al-Hakim. Mereka semua menulis hadis lengkap dengan sanadnya. Hal ini bukti bahwa sanad hadis terdokumentasi dengan baik.
2.    Peranan Sanad dalam Dokumentasi Hadis
Peranan sanad  dalam kaitannya dengan dokumentasi hadis, yaitu: menyangkut pengumpulan dan pemeliharaan hadis, baik dalam bentuk tulisan atau dengan mengandalkan daya ingat yang kuat.
Proses dokumentasi hadis melalui periwayatan, menurut Fachrur Rahman yang dikutip Badri Khaeruman, memerlukan proses penerimaan (Naql dan Tahammul) hadis oleh seorang rawi  dari gurunya dan setelah dipahami, dihaflalkan, dihayati, diamalkan (dhabth), ditulis, di-tadwin (tahrir), dan disampaikan kepada orang lain sebagai muridnya (ada’) dengan menyebut sumber pemberitaan riwayatnya.[12]
Kegiatan pendokumentasian hadis, terutama pengumpulan dan penyampaian hadis-hadis Nabi SAW, baik melalui hafalan maupun melalui tilisan yang  di lakukan oleh para Sahabat, Tābi‘īn, Tābi‘ al- Tābi‘īn, dan mereka  yang datang sesudahnya, yang rangkaian mereka itu disebut Sanad, sampai generasi yang dibukukan hadis-hadis tersebut, seperti Malik ibn Anas, Ahmad ibn Hambal, Bukhari, Muslim, dan lainnya, telah menyebabkan kepemeliharaannya hadis-hadis sampai di tangan kita seperti sekarang ini.
Dalam perkembangan berikutnya, proses pendokumentasian hadis semakin banyak dilakukan dengan tulisan. Hal ini terlihat dari delapan metode mempelajari hadis yang di kenal di kalangan Ulama hadis.
Metode-motode tersebut adalah: Sama’ min lafdh al-Syaikh (mendengarkan sendiri dari perkataan gurunya), al-Qirā’ah ‘alā al-Syaikh (murid membaca sendiri di hadapan gurunya), Ijāzah (  pemberin izin dari seseorang kepada orang lain untuk meriwayatkan  hadis darinya atau dari kitab-kitabnya), Munāwalah ( seorang guru memberikan sebuah naskah asli kepada muridnya atau salinan yang sudah dikoreksi), Mukātabah (seorang guru menulis atau menyuruh orang lain untuk menulis beberapa hadis kepada orang di tempat lain atau yang ada di hadapannya), Wijādah (memperoleh tulisan hadis orang lain yang tidak diriwayatkan dengan sama’, qirā’ah maupun yang lainnya, dari pemilik hadis  atau pemilik tulisan tersebut), washīyah (pesan seseorang ketika akan meninggal atau bepergian dengan sebuah kitab tulisan supaya diriwayatkan), dan I’lām (pemberitahuan guru kepada muridnya bahwa hadis yang diriwayatkan  adalah riwayatnya sendiri yang diterima  dari seorang guru dengan tidak mengatakan (menyuruh) agar si murid meriwayatkan.[13]
Berdasarkan cara-cara tersebut, tiap-tiap sanad hadis secara berkesinambungan. Mulai dari Sahabat, Tābi‘īn, Tābi‘ al- Tābi‘īn, dan seterusnya sampai terdokumennya hadis-hadis Nabi SAW. di dalam kitab-kitab hadis seperti yang kita jumpai sekarang, telah memelihara dan menjaga keberadaan dan kemurnian hadis Nabi SAW, yang merupakan sember kedua dari ajaran Islam.
Kegiatan pendokumentasian hadis yang dianjurkan oleh masing-masing sanad tersebut di atas, baik melalui hafalan maupun tulisan, telah pula didokumentasikan oleh para Ulama dan para peneliti serta kritikus hadis. Kitab-kitab hadis yang muktabar dan standart, seperti Shahih Bukhori, Shahih Muslim, dan lainnya, di dalam menuliskan hadis, juga menuliskan secara urut nama-nama sanad hadis satu persatu, mulai dari sanad pertama sampai sanad  terakhir.
C.  Metode Penulisan Sanad dan Matan Hadis
1.    Dilihat dari Segi Kelengkapan Sanad
Metode penulisan sanad tidak lepas dari metode yang digunakan Nabi Muhammad untuk mengajarkan hadisnya, yang meliputi metode lisan, metode tulisan dan metode pragaan praktis. Oleh karenanya hadis menjadi  bagian terpenting dari wahyu yang diterima Nabi Muhammad. Maka dalam rangka mensosialisasikan memerlukan upaya-upaya dan metode yang fix (kuat) untuk menjaga keotentikan teks hadis.
Penulisan sanad hadis dilihat dari segi kelengkapan hadis meliputi: 1). Sanad dan matan hadis yang ditulis secara lengkap. 2). Penulisan hadis dengan sanad yang ditulis lengkap, sedangkan matan  ditulis dengan ح atau خ atau صح sebagainya.
Status dan kualitas suatu hadis, apakah dapat di terima atau di tolak, tergantung pada sanad dan matan hadis tersebut. Apabila sanad suatu hadis telah memenuhi syarat-syarat dan keriteria tertentu, demikian juga matan-nya, maka hadis tersebut dapat diterima sebagi dasar untuk melakukan sesuatu atau menetapkan hukum atas sesuatu. Atau disebut hadis maqbūl (hadis yang dapat diterima sebagai dalil atau dasar penetapan suatu hukum). Diantara syarat maqbūl dalam suatu hadis adalah berhubungan erat dengan Sanad-nya bersambung
Suatu hadis manakala Sanad-nya  tidak bersambung atau terputus, maka Hadis tersebut tidak biasa diterima sebagai dalil atau Hujjah. Keterputusan sanad dapat terjadi pada awal sanad, baik satu orang perawi atau lebih (disebut hadis mu’allaq), atau pada akhir sanad (disebut hadis mursal). atau terputusnya sanad satu orang (munqathi’), atau dua orang atau lebih secara berurutan (mu’dhal), dan lainnya.
Dengan demikian penulisan sanad berimplikasi  pada keadaan suatu hadis. karena sanad suatu hadis sangat berperan dalam menentukan kualitas hadis, yaitu dari segi dapatnya diterima sebagai dalil (maqbūl) atau tidak (mardūd).
2.    Dilihat dari Sumber Berita Sanad
Penulisan sanad dan matan, memerlukan ketelitian dan kehati-hatian, salah satu contoh yang dilakukan para Ulama ahli hadis. Ali Mustafa Yaqub menjelaskan bahwa, “Para ulama ahli hadis membuat persyaratan-persyaratan yang ketat untuk rawi-rawi yang dapat diterima hadisnya, di samping kriteria-kriteria teks hadis yang dapat dijadikan sebagai sumber ajaran Islam.[14] Senada dengan pentingnya ketelitian dan kehati-hatian dalam hal tersebut, Idri menjelaskan, bahwa “Para periwayat hadis pun tidak luput dari sasaran penelitian mareka untuk diteliti kejujuran, kekuatan hafalan, dan lain sebagainya.”[15]
Dengan demikian membutuhkan penjagaan hadis Nabi dari upaya-upaya yang melemahkannya dan disaring dari tercampurnya dengan hadis al-Maudhū‘ī. Ini artinya, segala matan hadis yang beredar perlu diteliti siapa pembawanya, bagaimana silsilah sanadnya, dan bagaimana isi kandungan hadisnya. Dengan inisiatif Umar bin Abdul Aziz dan para Ulama abad kedua dan ketiga hijriah maka terjadilah  pembukuan hadis secara resmi
Demikian juga halnya jika sanad hadis mengalami cacat, baik cacat yang berhubungan dengan keadilan para perawi, seperti pembohong, fasik, pelaku bid’ah, atau tidak di ketahui sifatnya , atau cacatnya berhubungan dengan kedhabitannya, seperti sering berbuat kesalahan, buruk hafalannya, lalai, sering ragu, dan menyalahi keterangan orang-orang terpercaya.
Keseluruhan cacat tersebut, apabila terdapat pada salah seorang perawi dari suatu sanad hadis, maka hadis tersebut juga dinyatakan dha’if dan ditolak sebagai dalil.
Jadi penulisan sanad dan matan hadis dilihat dari sumber berita sanad adalah:
1). Hadis marfūʹ:
هو ما أضيف إلى النبى صلى الله عليه وسلم خا صة من قول او فعل او تقرير اووصف "Hadis yang disandarkan pada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan atau sifat Nabi Muhammad.”[16]
2). Hadis mauqūf:
 هو ما أضيف إلى الصحابة رضوان الله عليهم
"Hadis yang disandarkan pada sahabat.”[17]
3). Hadis maqthūʹ:
هو مانسب إلى التا بعى من قول أوفعل
"Hadis yang dinisbatkan pada tābiʹīn baik berupa perkatan atau perbuatan.”[18]
3.    Dilihat dari Segi Penilaian Sanad dan Matan Hadis
Dalam hal penulisan sanad dan matan,  penilain sanad dan matan merupakan hal yang sangat urgen, dan merupakan bentuk yang komprehensif dari keutuhan berkualitas atau tidaknya sebuah hadis.
Dengan demikian penulisan sanad dan matan hadis dilihat dari segi penilaian sanad dan matan hadis adalah: 1). Hadis yang dinilai dengan tegas seperti sunan al-Turmudzī. 2). Hadis yang tidak dinilai.
Suatu contoh dalam hal periwayatan hadis pada masa Abu Bakar, Abu Bakar secara hati-hati dan butuh kesaksian dari orang lain terhadap orang yang meriwatkan hadis, atau juga yang terjadi masa Ali, beliau tidak menerima hadis sebelum yang meriwayatkan disumpah. Menurut Jamal, “Kedudukan sanad dalam sebuah hadis sangatlah penting, karenanya, sebuah hadis bisa diterima atau ditolak, banyak ditentukan oleh siapa yang meriwayatkan. Di samping itu, sanad hadis dapat menentukan kualitas hadis, mana hadis shahih atau hasan, atau hadis dla’if yang kemudian harus ditinggalkan.”[19]
D.  Kandungan Matan Hadis Secara Umum
Matan hadis bermuatan konsep ajaran Islam, berupa sabda Nabi, Surat-surat yang dibuat Nabi, Seperti fakta perjanjian, hadis Qudsi, pemberitaan yang berkaitan dengan al-Qur’an, perbuatan atau tindakan yang  dilakukan Nabi dan diriwayatkan kembali oleh sahabat, sifat dan hal ihwal pribadi Nabi, prilaku Nabi dan kebiasaan Nabi dalam tata kehidupan sehari-hari, sirah nabawi, hadis hammi dan Hadis taqrīry.[20]
Dengan demikian kandungan matan secara umum dadalah teks yang terdapat di dalam matan suatu hadis mengenai suatu peristiwa, atau pernyataan yang di sandarkan kepada Nabi Muhammad. Atau tegasnya kandungan matan adalah redaksi dari matan suatu hadis yang berisi tentang bagaimana awal wahyu turun kepada rasulullah saw, tentang iman, ilmu, tentang amaliah sehari-hari (mandi, wudu’ dan sebagainya), tentang  shalat, iʹtikaf, jual beli, penyewaan, upah, perwakilan, tentang berladang dan bercocok tanam, distribusi air (pengairan), masalah hutang, tentang perselisihan (pertengkaran), luqathah (barang temuan), tentang perbuatan-perbuatan zalim, syirkah (perseroan), pegadaian, pembebasan budak,  hadiah dan keutamaannya, syahadah (persaksian) perdamaian, persyaratan, wasiat, jihad dan ekspedisi, permulaan makhluk, biografi, berbagai keutamaan shahabat-shahabat nabi, tentang perang, tafsir, nikah, thalaq, nafkah, makanan, ʹaqīqah, sembelihan-sembelihan, berburu, dan membacakan bismillah atas hewan buruan, korban-korban, minuman,  musibah sakit, pengobatan, mengenai makana, adab (budi pekerti), isti`dzān (memohon izin), do'a-do'a, kalimat-kalimat yang melunakkan hati, ketentuan allah, sumpah dan nadzar, kafarat sumpah, farāidl (hukum waris), had (pidana) dan apa yang harus dihindari dari had, penjelasan orang-orang yang diperangi terdiri dari orang-orang kafir dan orang-orang yang harus diperangi dari orang-oang murtad sehingga mereka meninggal dunia, diyat (tebusan kejahatan), orang-orang murtad dan orang-orang yang menentang diminta bertaubat, dan peperangan terhadap mereka, pemaksaan, helah (upaya tersembunyi), fitnah-fitnah (ujian/siksaan), hukum-hukum, harapan jauh (angan-angan), berpegang kepada al-Qur'an dan sunnah dan tentang tauhid.[21]























BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Dari kajian tersebut, penulis dapat menyimpulkan:
1.        Sanad merupakan jalan/rentetan orang-orang yang dapat menghubungkan matan hadis kepada Nabi Muhammad SAW.
2.        Matan merupakan suatu kalimat tempat berakhirnya sanad atau isi (inti) dari hadis.
3.        Unsur-unsur sanad dan matan adalah: Rijāl al-Sanad, Ittishal al-ruwāt  dan Tahammul  dan adā’. Sedangkan unsur matan adalah lafadz (teks) dan  maʹnā (konsep)
4.        Pendokumentasian hadis merupakan hal yang sangat penting dalam menjaga keotentikan sebuah hadis, Sanad berperan dalam dokumentasi, karena dalam dokumentasi hadis ada berbagai metode untuk menjaga hadis  sebagi sumber ke dua dalam ajaran Islam. Suatu misal, peranan sanad  dalam kaitannya dengan dokumentasi hadis, yaitu: menyangkut pengumpulan dan pemeliharaan hadis, baik dalam bentuk tulisan atau dengan mengandalkan daya ingat yang kuat.
5.        Penulisan sanad dan matan memerlukan kelengkapan sanad, karenanya bisa menjelaskan dan membedakan hadis itu maqbūl atau mardūd. Dan juga sumber berita sanad menjadi dasar dalam menjaga bercampurnya hadis paslu atau tidak, karena dalam rentetan sanad memerlukan persyaratan-persyaratan untuk menjadi seorang penyampai hadis. Misalnya bukan seorang pembohong atau fasik dan sebagainya. Serta juga dalam penilaian sanad dan matan hadis merupakan bentuk yang komprehensif dalam menentukan kualitas hadis.
6.        Kandungan matan secara umum dadalah teks yang terdapat di dalam matan suatu hadis mengenai suatu peristiwa, atau pernyataan yang di sandarkan kepada Rasul SAW. Atau tegasnya kandungan matan adalah redaksi dari matan suatu hadis, seperti tentang berladang dan bercocok tanam, distribusi air (pengairan), masalah hutang, tentang perselisihan dan sebagainya.
B.  Saran
Pada penyusunan makalah ini penulis sangat menyadari masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalamnya, baik berupa bahasa maupun cara penyusunannya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran guna menciptakan penyusunan makalah yang lebih baik lagi.





















DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Hasjim. 2014. Kritik Matan Hadis. Yogyakarta: TERAS

abd Nasir, Jamal. 2013. Klasifikasi Hadits. Surabaya: Pena Salsabila

Ahmad, Muhammad. 2000. Ulumul Hadis. Bandung: CV. Pustaka Setia

Al-Bukhāry, Abū ‘Abdillah bin Isma‘īl. 1979a. al-Jāmi‘ al-Shaẖīh. Kairo: al-Matba‘ah al-Salafiyah
Al-Bukhāry, Abū ‘Abdillah bin Isma‘īl. 2005b. Shaīh al-Bukhārī. t.tp: Dār al-Fikr
Ali, Atabik. dan Ahmad Zuhdi Muhdlor. 1996. Kamus Kontemporer Arab-Indonesia. Yogyakarta: MUliti Karya Grafika

Ibn al-ʹAdawī, Musthafā. t.t. As’ilah wa Wujūbah fī Mushthalaẖ al-Hadīts.    Mekkah: Dār al-ʹIlm

Idri. 2013. Studi Hadis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
ʹItr, Nūr al-Dīn. t.t. Manẖaj al-Naqd Fī ʹUlūm al-Hadīts. Damsyiq: Dār al-Fikr

Khaeruman, Badri. 2010. Ulum al-hadis. Bandung: Pustaka Setia

Nashr, Alī Muẖammad. 1985. al-Nahj al-Hadīts fī Mukhtashar ʹUlūm al-Hadīts. Jeddah: Dār al-Surūq

Salīm, ʹAmr ʹAbd al-Munʹim. t.t. Taysīr ʹUlūm al-Hadīts Li al-Mubtadi’īn. t.tp: Dār al-Dliyā’

Yaqub, Ali Mustafa. 2008. Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus


[1]Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia (Yogyakarta: Muliti Karya Grafika, 1996), 1760.
[2]Musthafā Ibn al-ʹAdawī, As’ilah wa Wujūbah fī Mushthalaẖ al-Hadīts (Mekkah: Dār al-ʹIlm, t.t.), 7.
[3]Abū ‘Abdillah bin Isma‘īl al-Bukhāry, al-Jāmi‘ al-Shaẖīh (Kairo: al-Matba‘ah al-Salafiyah, 1979), 219.
[4]Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, 1617.
[5]Musthafā Ibn al-ʹAdawī, As’ilah wa Wujūbah fī Mushthalaẖ al-Hadīts, 7.
[6]ʹAlī Muhammad Nashr, al-Nahj al-Hadīts fī Mukhtashar ʹUlūm al-Hadīts (Jeddah: Dār al-Surūq, 1985), 20.
[7]Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis (Yogyakarta: TERAS, 2014), 19
[8]Al-Bukhāry, al-Jāmi‘ al-Shaẖīh,  219.
[9]Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis, (Surabaya: Pena Salsabila, 2013),  13.
[10]Jamal abd. Nasir, Klasifikasi Hadits, 21.
[11]Ibid., 21.
[12]Badri Khaeruman, Ulum al-hadis (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 84.
[13]Ibid., 85-87.
[14]Ali Mustafa Yaqub, Kritik Hadis (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2008) , 4.
[15]Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), 97.
[16]Nūr al-Dīn ʹItr, Manhaj al-Naqd Fī ʹUlūm al-Hadīts, (Damsyiq: Dār al-Fikr, t.t.), 325.
[17]Ibid., 326.
[18]ʹAmr ʹAbd al-Munʹim Salīm, Taysīr ʹUlūm al-Hadīts Li al-Mubtadi’īn, (t.tp: Dār al-Dliyā’, t.t.),  99.
[19]Jamal Abd. Nasir, Klasifikasi Hadits, 21.
[20]Hasjim Abbas, Kritik Matan Hadis, 15.
[21]Abū ‘Abdillah bin Isma‘īl al-Buẖāry,  Shaẖīh al-Bukhārī, (t.tp.: Dār al-Fikr, 2005), daftar isi kitab Shaẖīh al-Bukārī. Jilid 1,2,3 dan 4.

1 komentar:

  1. Assalaamu'alaikum... Artikelnya sangat membantu saya dalam pembelajaran ijin untuk mengcopynya yaa Akhi

    BalasHapus