SEJARAH
PERKEMBANGAN KAJIAN HADI>>>><TS DI INDONESIA
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah (revisi)
Studi Hadi>ts yang dibina oleh
Bapak Prof. Dr. H. Moh. Idri, M.Ag.

Oleh:
MUZAYIN
NIM: 18201521023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM MAGISTER (S2)
PASCASARJANA STAIN PAMEKASAN
MEI 2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah
segala puji bagi alam semesta, yang telah memberikan rahmat, hidayah,
maunah-Nya sehingga bisa melaksanakan kewajiban dan menyelesaikan tugas dalam
penulisan makalah tentang Sejarah Perkembangan Hadi>ts di
Indonesia yang dibina oleh Bapak Prof. Dr. H. Moh. Idri, M.Ag penulis ucapkan
banyak terima kasih kepada beliau, serta
teman-teman yang telah memberikan kesempatan dalam pembuatan makalah ini dengan judul Sejarah
Perkembangan Hadi>ts di Indonesia.
Dalam
beberapa minggu yang lalu telah banyak membahas berbagai macam tentang ‘ilmu
al-Hadi>ts, sampai pada saat ini dengan judul yang akan bahas bersama. Dalam makalah ini akan mengupas
sekilas tentang Sejarah Perkembangan Hadi>ts di Indonesia
tidak secara detail karena keterbatasan referensi, jadi harap dimaklumi apabila
masih banyak kekurangan dalam makalah yang ditulis oleh pemakalah.
Oleh
karena itu, penulis berharap kepada Bapak Dosen, serta teman-teman untuk
memaklumi terhadap kekurangan yang ada dalam makalah ini dan juga penulis mohon
saran dan kritikan yang membangun guna perbaikan dalam pembuatan makalah
selanjutnya. Semoga dengan adanya
makalah ini dapat bermanfaat dan bisa sedikit mendapatkan
tambahan ilmu dan manfaat bagi teman-teman khususnya kepada penulis pribadi. Akhir al-Kalam jazakum Allah khoir al-Jaza’
|
Prenduan, 30 Mei 2015 M
Penulis
Muzayin
|
|
|
HALAMAN SAMPUL…………………………………………………………………...
|
i
|
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………..
|
ii
|
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………..
|
iii
|
BAB I : PENDAHULUAN ………………………………………………………………
|
1
|
A.
Latar Belakang Penulisan Makalah………………………………………....
|
1
|
B.
Rumusan Masalah …………………………………………………………..
|
1
|
C.
Tujuan Penulisan ……………………………………………………………
|
1
|
BAB II : PEMBAHASAN ………………………………………………………………
|
2
|
A.
Sejarah Kajian Hadi>ts di Indonesia..………………………………………..
|
3
|
B.
Pelopor Ulama> Alhi Hadi>ts di Indonesia……………………………………
|
4
|
C.
Kajian Hadi>ts di Indonesia…………………………………………………………..
|
7
|
D.
Metode dan Kajian Hadi>ts Di Indonesia…………………………………….
|
9
|
E.
Hikmah Kajian Hadi>ts di Indonesia………………………………………...
|
10
|
BAB III : PENUTUP…………………………………………………………………….
|
12
|
A.
Kesimpulan……………………………………………………………………
|
12
|
B.
Saran………………………………………………………………………......
|
12
|
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………...
|
13
|
|
|
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
´Ilm al-Hadi>ts merupakan ajaran pokok
yang harus dipelajari oleh setiap mansusia karena hadits bagai pengangan
hidup setelah al-Qur’a>n. hadits mempunyai peran penting dan
strategis dalam kajian keIslaman. Kedudukan dan keberadaanya tidak dapat
diragukan segingga seiring dengan perkembangan zaman bnayak para ulama dan
ilmuan mengkaji ilmu hadits dan menghadilkan pemikiran-pemikiaran baru. Hal ini
tidak lepas dari kaebutuhan yang disesuaikan dengan lingkungan dan masyarakat.
Dalam kajian hadits tentru memiliki metode tersendiri
dalam memahami hadits tanpa keluar dari kontek ajaran Islam yang telah
ditetapkan dalam al-Qur’a>n. anatar ulama dan ilmuan yang satu dengan
ulama dan ilmuan yang lain sehingga mengasilkan pemamhaman yang baru. Oleh
karena itu, dengan adanya makalah ini, pemakalah akan menbahas tentang perkembangan
kajian hadi>ts di Indonesia.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
cikal bakal terbentukkanya kajian hadi>ts di Indonesia?
2.
Siapa
saja para ulama yang mendalami secara khusus tentang hadi>ts?
3.
Bagaimana
metode dan kajian hadi>ts yang dilakukan oleh ulama Indonesia?
4.
Apa
hikmah dengan adanya kajian hadi>ts di Indonesia?
C.
Tujuan Penulisan Makalah
1. Untuk mengetahui cikal bakal terbentukkanya kajian hadi>ts
di Indonesia
2. Untuk mengetahui para ulama yang mendalami secara
khusus tentang hadi>ts
3. Untuk mengetahui metode dan kajian hadi>ts
yang dilakukan oleh ulama Indonesia
4. Untuk mengetahui hikmah dengan adanya kajian hadi>ts
di Indonesia?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Kajian Hadi>ts di Indonesia
Kajian hadi>ts di
Indonesia tidak lepas hubungan antara para ulama timur tengah dalam penyembaran
agama Islam. Pada awalnya dalam menyebarkan agam Islam melalui bebagai
cara baik melalui berdangan yang berasal dari beberapa Negara seperti Arab, bahkan
dari Persia, dan benua India yang mendatangi kepulauan Indonesia untuk berdagang,
tetapi dalam batas tertentu juga menyebarkan Islam kepada penduduk setempat.
Penetrasi Islam di masa lebih belakangan tampaknya lebih dilakukan para guru
pengembara sufi yang sejak akhir abad ke-12 datang dalam jumlah yang semakin
banyak ke Indonesia.
Pada abad ke 17-18 merupakan dinamika penyebaran agama Islam
ke Wilayah Indonesia yang memiliki hubungan yang semakin kuat anatara ulama
Indonesia dan Timur Tengah. Hal ini tidak lepas dalam penyebaran agama Islam
dan orang-orang yang menuntut Ilmu di Timur Tengah, yang berpusat di Mekkah dan
Madinah sebagian besar mereka kembali ke Indonesia setelah mendalami ilmu
pengetahuan untuk mengamalkan dan menyebarkan ilmu [1]
Kedua tempat Mekkah dan Madinah merupakan
tempat yang sangat istimewa di dunia Islam dan kehidupan
orang-orang Muslim, kedua tempat tersebut merupakan awal berkembangnya
agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Mekkah
merupakan pusat kiblat bagi orang Islam dalam melaksanakan shalat dan tempat
suci yang mana orang-orang melaksanakan haji. Jadi tidak heran kalau kedua
tempat tersebut mempunyai kelebihan dan qualitas khusus serta tempat yang
banyak mengkaji tentang ilmu pengetahuan yang bersumber dari al-Qur’a>n
dan al-Hadi>ts. Sebagaimana banyaknya para ulama yang belajar
di al-Haramayn.
Di sisi lain, pulang perginya
orang-orang yang melaksanakan hajji setiap tahun, Mekkah dan madina juga menjadi
tempat perkumpulan orang-orang muslim yang paling luas dari segala penjujru
dunia, intelektual dunia muslim, dimana
para ulama, sufi, para penguasa, para filosof, para penyair, dan para sejarawan
bertemu dan saling tukar informasi[2] Di sinilah
mereka menjadi transmitter memainkan peranan menentukan dalam menyiarkan
gagasan-gagasan pembaruan baik melalui pengajaran maupun karya tulis
Pada abad-abad sebelumnya, Islam
didominasi oleh mistik sehingga dalam pembaruan Islam di Wilayah Melayu-Indonesia pada
abad ke-17 bukan semata-mata Islam yang berorientasi pada tasawuf, melainkan
juga Islam yang berotientasi pada syariat (Hukum). Hal ini setelah adanya pusat
jaringan di Timur Tengah, para ulama melayu-Indonesia belajar sejak paruh ke
dua abad ke-17 dan seterusnya melakukan usaha-usaha yang dijalankan dengan
sadar, bahkan secara serentak, untuk menyebarkan neo-Sufisme di Indonesia. Pada
giliranya mendorong munculnya upaya-upaya serius ke arah rekontruksi sosio-
moral masyarakat-masyarakat Muslim[3].
Pada masa pembaharuan agama Islam
terdapat tiga ulama yang cukup terkenal pada abad ke-17 diantara tiga ulama
yaitu; Nuruddin Ar-Raniry, Al-Singkili dan Al-Maqasari. Ketiga ulama tersebut
mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam pembaharuan Islam serta mempunyai
hubungan dengan ulama timur tengah, sehingga dalam mengembangkan ilmu agama Islam
sangat mudah. Nuruddin Ar-Raniry merupakan ulama yang mempunyai ilmu pengetahuan
yang sangat luas serta kiprahnya sangat berpengaruh terutama dilingkunagna Nanggroe
Aceh Darussalam pada akhirnya nama
beliau diabadikan sebagai nama IAIN di Nanggroe Aceh Darussalam. Beliau
menggeluti berbagai ilmu pengetahuan
serta mempunyai beberapa karya yang telah diterbitkan di antaranya: Busta>n
al-Sa>lathi>n, Al-Shira>th al-Mustaqi>m merupakan kitab fiqih,
beliau juga menulis kurang lebih 29 karya yang terdiri dari Ilmu-ilmu kalam,
fiqih, hadits, sejarah bahkan sampai perbandingan agama merupakan minat yang
terbesar[4].
al-Singkili pernah menulis Mir’a>t
al-Thulla>b yang membahas masalah-masalah fiqh dan hukum. Beliau jug
menulis tentang fiqih muamalat dan tafsir al-Qur’a>n dengan judul Tarjuma>n
al-Mustafi>d. pertama kali terbit di timur tengah.
Sedangkan al-Maqasari dengan nama
lengkap Syekh Yusuf al-Maqasari, sebagai anggota majlis pertimbangan Partai
Keadilan Sejahtra. Di banten mengajarkan agama kemudian melanjutkan perjalannya
ke timur tengah sebelum mengakhiri hidupnnya di Cape Town, Afrika.
Ulama-ulama seperti Ar-raniry,
al-singkili, dam al-maqasari adalah ulama awal Indonesia yang membawa
pembaharuan dan mengajarkan syariat Islam dimana saja mereka berada.
Dalam memperkuat hubungan dengan
melakukan pengiriman dan pertukaran ulama-ulama. Ulama-ulama timur tengah
dikirim ke Indonesia untuk memberikan dakwah dan ulama Indonesia berangkat ke Mekkah,
madinah dan beberapa kota ilmu lain untuk memperluas dan memperdalam ilmu
agama.
Generasi setelah ar-Raniry tepatnya
pada abad ke 18 jaringan ulama Indonesia dan timur tengah menemui puncaknya
diantara yang terkenal : Syekh Abdus Shamad al-Falimbani dari Palembang, Syekh
Muhammad Asyad al-Banjari dari Kalimantan, Syekh Rahman al-Batawi dari Betawi
dan Syekh Dawud al-Fatani dari Patani Thailan Selatan.
Ulama-ulama tersebut merupakan ulama
yang mempunyai jaringan kuat dan pernah belajar di Timur tengah diantara
ilmu-ilmu yang dipelajari mulai dari aqidah, akhlak, fiqh, sejarah Islam,
matematika hingga ilmu falak dan astronomi.
Hubungan ini tetap berlanjut sampai
abad ke 19 yang muncul beberpa ulama di antaranya Nawawi al-bantani, Ahmad
Khatib al-Minangkabawi, Syeikh Mahfud at-Tirmasi, Kiai Ahmad Rifai dari kali
salak, Kiai Ahmad Darat as-Samarangi[5].
B.
Pelopor Ulama Ahli Hadi>ts di Indonesia
Awal terbentuknya kajian hadits di Indonesia
tidak lepas dari perjalanan dan hubungan antara para ulama Indonesia dengan Timur
Tengah, khususnya di Mekkah dan madinah, karena dua tempat tersebut merupakan
pusat ilmu-ilmu pengethuan sekaligus tempat beribadah haji atau pusat kiblat
sehingga banyak para ulama seluruh penjuru dunia berbondong-bondong belajar
mengkaji berbagai ilmu pengetahuan baik ada yang menetap selamanya dan adapula
kembali kekampung untuk menyebarkan ilmu yang diperoleh selama belajar. Khususnya
di Indonesia terdapat beberpa ulama yang mempelajari bidang tertentu yaitu Ilmu-ilmu
hadits dari berbagai ilmu pengetahuan yang ada, hal ini terjadi setelah masa
tiga ulama yang termuka tersebut. Diantara para ulama yang mendalami bidang ilmu
hadist sekaligus mendapat ijazah yaitu syaikh Mahfud
at-Tirmasi[6] kemudian
disusul oleh muridnya kadratus syaikh
Hasyim As’ari.
1. Biografi KH. Mahfudz at-Tirmasi
Muhammad Mahfudz Bin Abdullah Bin Abdh Manan
al-Tirmasi al-Jawi al-Maki adalah nama lengkap dari Mahfud dilahirkan di
Tremas, Pacitan, Jawa Timur pada tanggal 12 Jumadil Ula 1258/1868. Beliau termasuk orang yang cerdas dan pintar sehingga
beliau telah mampu menghafal al-Qur’an sebelum meranjak dewasa. Pertama kali
mendapat pendidikan dari ayahnya sendiri semenjak pada umur 6 tahun sudah
dikenalkan dengan kitab-kitab penting di Mekkah pada tahun 1291/1874. Sehingga
beliau menggapnya ayahnya tidak hnaya sekedar ayah pada umumnya bahkan
mengganggapnya sebagai murrabi> wa ru>hi> (pendidikku dan
jiwaku)[7]
Mahfud meninggal di Mekkah
pada sabtu malam menjelang maghrib, tanggal 1 Rajab 1338/1919[8].
Semasa hidupnya beliau banyak menghabiskan waktu mengajar di Kota suci di mana
sebagian besar muridnya berasal dari Asia Tenggara dan Asia Selatan, khususnya
dari India dan Indonesia. Seperti Kiai Dimyati dan Kiai Khalil Bangkalan dan
Kiai Hasyim As’ari
Beliau memiliki spesifikasi bidang ilmu
pengetahuan yaitu ‘ilm al-hadi>ts yang menjadi model favoritnya al-Bukhari
(w. 870) pada abad XIX bahwa beliau merupakan the last link al-Bukha>ri> sebagaimana
akhir isnad [9] bahkan
beliau salah seorang musnid. Ija>zah
yang diperoleh merujuk kepada kolektor hadits
terkemuka yaitu Imam al-Bukhari. Hal ini turun-kemurun hingga 23
gernerasi yang kemudian sampai ke tangan Mahfudz[10].
Beliau merupakan
seorang penulis yang paling produktif. Dan menghasilkan beberapa kitab baik
dibidang ilmu hadits ataupun ilmu-ilmu lainnya. Adapun karya dalam bidang kitab
‘ilm al-Hadits dianataranya: Manhaj Zhawi> an-Nazhar, al-Minhah
al-Khairiyah fi arba’i>n Hadi>tsan min Aha>di>ts Khair
al-Bariyah 2 bagian, Tsula>tsiyat al-Bukha>ri 1 bagian.
Musthalahah al-Hadi>ts merupakan kitab favorit
dikalangan santri dan ulama International[11].
Mahfudz berguru kepada
beberapa ulama terkenal untuk mendalami berbagai bidang ilmu pengetahuan yang
pertama kali mendapatkan bimbingan dan arahan langsung oleh ayahnya KH. Abd
Allah, selain dari ayahnya juga terdapat beberapa ulama diantara Syaikh Saleh
Darat atau Muhammad Saleh bin Umar as-Samarani. Muhammad al-Munsyawi yang dikenal
sebagai muqri’ (Pengumpul), Syaikh Umar bin Barakat asy-Syami merupakan
salah seorang murid Syaikh Ibrahim al-Banjuri, Syaikh Mustafa bin Muhammad bin
Sulaiman al-Afifi, Alla>mah al-Habib Sayyid Husain bin Muhammad bin Husain
al-Habshi, seorang mufti asy-Syafi’i di Makkah, Muhammad Sa’id bin
Muhammad Babasil al-Hadrami, Sayyid Ahhmad az-Zawawi, Syaikh Muhammad Syarbani
ad-Dimyati, Sayyid Muhammad Amin bin Ahmad Ridwan al-Madani, dan terakhir
Sayyid Abu Bakr bin Sayyid Muhammad Shata, beliau merupakan ulama yang sangat
berpengaruh terhadap terbentuknya kepribadian masa depan Mahfudz, sehingga
Mahfudz menyebut dengan Syaikhuna>
al-ajal wa qudwatuna> al-akmal (guruku yang paling terhormat dan teladan
yang sempurna)[12]
Dari berbagai bidang
ilmu pengetahuan yang dipelajari kepada para ulama terkenal, Mahfudz memiliki
perhatian khusus tentang ilmu hadi>ts daripada
ilmu-ilmu yang lain, beliau berpendapat/berpandangan bahwa ilmu hadi>ts
merupakan ilmu mutlak yang sangat penting. Karena Semua ilmu pengetahuan
membutuhkan sumber Ilmu hadi>ts, contohnya dalam Ilmu Tafsir membutuhkan Ilmu hadi>ts sebagai
interpretasi yang paling superior dari al-Qur’a>n[13]
2. KH. Hasyim Asy’ari
KH. Mohammad Hasyim Asy'ari lahir pada 10 April 1875 di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, meninggal di Jombang, Jawa Timur, 25 Juli 1947 pada umur 72 tahun; 4 Jumadil Awwal 1292 H- 6 Ramadhan
1366 H; dimakamkan di Tebu Ireng, Jombang,
beliau adalah salah di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Beliau adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia sekaligus pendiri Nahdlatul Ulama. Di kalangan Nahdliyin dan ulama pesantren ia dijuluki
dengan sebutan Hadratus Syaikh yang berarti maha guru[14].
Beliau dilahirkan di
Pesantren Gedang setelah ibunya mengandung 14 bulan, hal ini menjadi tanda atua
isyarat terhadap keberadaan KH. Hasyim Asy’ari di masa yang akan datang. Diantara
syarat ketika Ibunya bermimpi bahwa dijatuhi bulan purnama dari langit dan
menimpat keperut sebelum dilahirkan. Semasa kecilnya, Hasyim mampu dan selalu
menjadi penengah disaat teman-temannya melanggar aturan permainan dan
menengurnya sehingga membuat teman-temannya bermain dengannya karena sifat yang
suka menolng dan melindungi[15]
KH. Hasyim Asy’ari
menerima pendidikan sejak usia dini sebelum umur 6 tahun bersama kakeknya,
kemudian beliau ikut orang tuanya ke Keras, sampai berusia 15 tahun, disana
mendapatkan pendidikan dasar-dasar Islam, khusunya membaca dan menghafal
al-Qur’an. beliau adalah orang yang cerdas, taat, dan rajin dan dapat menguasai
seluruh apa yang diajarkan oleh ayahnya. Beliau juga orang yang selalu mutha>la’ah
dengan membaca kitab-kitab yang belum diajarkan oleh gurunya[16].
KH. Hasyim Asy’ari
termasuk orang suka mengembara dalam menuntut ilmu pengetahuan sejak usia 15
tahun setelah mendapatkan pendidikan dari kakek serta ayanhnya, ada 5 pesantren
yang dikunjungi di antaranya Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo. demi
mendapatkan ilmu pengetahuan yang luas, hal ini dilakukan karena ketidakpuasan
intektualnya sehingga menyebrangi lautan yang terletak di pulau Madura paling
barat yaitu Kiai Khalil Bangkalan[17]
Setelah berkenalana di
beberapa pesantren tersebut, kemudian KH. Hasyim Asy’ari melanjutkan mengembara
ke Mekkah baik untuk menutut ilmu ataupun melaksanakan ibadah haji, selama di Mekkah
beliau mendalami beberapa disiplin ilmu pengetahuan kepada beberapa para ulama
terkemukan di antaranya[18]:
1. Syaikh Mahfudz at-Tirimisi, merupakan ulama Indonesia
yang ahli dalam bidang ilmu hadi>ts (Shahih
Bukha>ri) berikut seluruh sanadnya, sehingga Hasyim mendaptkan Ija>zah
dari beliau untuk mengajar kitab tersebut.
2. Syaikh Nawawi al-Bantani
3. Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau
4. Syaikh Abd al-Hamid ad-Durustani
5. Syaikh Muhammad Syu’aib al-Maghribi.
Sementara guru yang bukan dari Indonesia
antara lain Syaikh Shata dan Syaikh Dagistani yang merupakan ulama terkenal pada masa itu.
C.
Kajian Hadi>ts di Indonesia
Berawal jaringan para
ulama Indonesia dalam mengembangkan, dan belajar ilmu pengetahuan khususnya agama Islam yang
berkaitan dengan ‘Ulum al-Hadi>ts di timur tengah sebagaimana
dijelaskan di atas, bahwa kajian hadi>ts yang pertama kali
mendapatkan ijazah dan kemudian direstui untuk menyebarkan di Indonesia adalah
KH. Hasyim As’ari yang dikemas dalam bentuk pesantren yaitu pondok pesantren
Tebuireng Jombang, di pesantren inilah beliau mengajarkan ‘Ulum al-Hadi>ts
sehingga hari demi hari semakin berkembang. Mulai dari sistem klasik di
pesantren yang dipelopori oleh KH. Hasyim As’ari sampai sistem modern sebagai
mana yang ada dijurusan fakultas tafsir hadi>ts dalam mengkaji ‘Ulum
al-Hadi>ts sebagaimana mereka yang telah mendalami khusus tentang ‘Ulum al-Hadi>ts
di antaranya al-Qasimi
(w. 1332 H), Mahmud Thahhan, Abu Syuhbah (w. 1406/1986 M), Shubhi Shalih (w. 1407/1986 M),
Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, M. M. Al-A’zami, Mushthafa al-Siba’i, Nur al-Din ‘Itr, A. Hassan,
dan Muhammad
Syuhudi Ismail (w.1995 M)[19].
Pada dasarnya kajian al-Hadi>ts sudah
ada sejak pada abad ke-17 yang dimotori oleh ar-Rinary akan tetapi beliau bukan
ahli yang mendapatkan sanad/jazah secara khusus dalam bilang tersebut, karena
ar-Rinari lebih konsen pada bidang fiqh, tasawuf, sejarah, perbandingan
agama dan ‘aqa>’id[20], disamping itu,
beliau termasuk orang yang produktif dalam menulis berbagai kitab-kitab
termasuk kita hadits yang berdul Hidāyah
al-Habīb
fi al-Targhīb wa al-Tarhīb[21] kemudian
dilanjutkan oleh generasi selanjutnya diantara ‘Abd
al-Ra’uf al-Sinkili (al-Mawā’izh al-Badī’ah),
Mahfuzh al-Tirmasi (Manhaj Dzawi al-Nazhr), Hasyim al-Asy’ari (Risālah
Ahl al-Sunnah wal al-Jamā’ah)[22]
Dari beberapa
ulama tersebut, memiliki metode dan cara tersendiri dalam mengkaji hadits di
Indonesia demi menyebarkan hadi>ts yang merupakan sumber
penuntun hidup manusia setelah al-Qur’a>n, sampai saat ini banyak
intelektual muslim dan ulama mengkaji hadits yang menjadi ciri khas pesantren atau
ormas-ormas Islam seperti halnya di pondok pesantren Ar-Ridla, hal ini tidak
lepas dari kiai yang membidangi dalam al-Qur’a>n dan al-Hadits,
sehingga pondok pesantren tersebut menjadi ciri khas tersendi.[23]
D.
Metode dan Kajian Hadi>ts di Indonesia.
Sejarah kajian
perkembangan hadi>ts di Indonesia pada umumnya sangat minim
dilakukan, meskipun ada dalam mengkajian hadits akan tetapi masih terpusat pada
kita-kitab klasik pada abad ke-2 H. samapai abad ke-4 H. yang mengarahkan pada
pelacakan dan pengujian status kesahehan hadi>ts[24].
Secara historis studi
kajian hadits di Indonesia berawal pada abad ke-17 dengan adanya beberapa kitab yang di tulis
oleh ulama Indonesia di antaranya: Nur al-Din al-Raniri (Hidāyah
al-Habīb
fi al-Targhīb wa al-Tarhīb),
‘Abd al-Ra’uf al-Sinkili (al-Mawā’izh
al-Badī’ah),
Mahfuzh al-Tirmasi (Manhaj Dzawi al-Nazhr), Hasyim al-Asy’ari (Risālah
Ahl al-Sunnah wal al-Jamā’ah) dan kemudian di ikuti oleh para ulama-ulama dan
intelektual sesudanya[25]
Setelah abad ke-17 atau
setelah masa Nur al-Din al-Raniri kajian hadits baru mendapatkan perhatian
serius dan menjadikan kurkulum di Indonesia pada abad ke-20 dengan beredarnya
beberapa kitab di Indonesia
Dianatara Ulama Indonesia
yang melakukan kajian hadits dengan dua cara sebagaimana yang dilakukan oleh
ulama banjar yaitu :
1. Pengkajian hadi>ts dalam bentuk ar-Riwa>yah
\\
a. Kajian syarh (penjelasan terhadap teks
hadi>ts)
b. Kajian ta’li>q (catatan) dan takhri>j (konfirmasi
sumber hadi>ts) kajian ini merupankan kajian yang sering dilakukan
oleh akademi dalam menyelesaikan kesarjanaannya
c. Kajian hadi>ts arba’i>n (penghimpunan
40-an hadits-hadits dalam satu atau beberapa bahasan)
d. Kajian hadi>ts tematis (Penghimpunan hadi>ts
dalam tema-tema tertentu)
e. Kajian hadits ensikopedis-referen (penghimpunan hadits
berdasarkan periwayatan tertentu yang dinukil dari sejumlah kitab hadi>ts
atau kitab hadi>ts tertentu) [26].
2. Pengkajian hadi>ts dalam bentuk al-Dira>yah
terdiri dari
a. Kajian mushthalah al-Hadi>ts
umum (tanya-jawab)
b. Kajian mushthalah al-Hadi>ts
khusus (tematis) (teoritis dan pratis) [27]
Metode tersebut merupakan salah satu metode
yang digunakan oleh ulama banjar dalam mengkaji ‘Ilm al-Hadi>ts merupakan
metode yang digunakan oleh para sahabat dalam mengecek keabsahan dan
kebenaran sanad dan perawi Hadi>ts pada masa lalu. Sedangkan
seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi yang semakin berkembang pesat,
para ulama dan ilmuan telah banyak melakukan dan meyebarkan hadi>ts
Nabi baik melalui kajian mingguan ataupun karya-karya hasil kajian tersebut
baik melalui jurnal atau berbentuk pdf atau dalam betuk software, seperti
maktabah
syamilah, maktabah alfiyah li al-sunnah al-nabawiyyah[28]
Kajian hadi>ts ini tentunya masih
banyak para ilmuan dan ulama dalam mengakaji hadi>ts
berdasarkan kebutuhan dan situasi di masyarakat sebagaimana dalam mengkaji hadi>ts
antara ulama NU dan Muhammadiyah berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Ummi Alfaha bah\wa kedua ormas tersebut dalam memahami hadi>ts
dengan cara reinterpretasi sehingga menghasilkan makna yang baru dan sesuai
dengan kekinian. Ada juga sebagian ulama NU memahami hadits interpretasi ulama
terdahulu sehingga menghasilkan pemahaman yang kaku. Dalam perbedaan pemahaman
ini tidak lepas pengkolompokan tipologi pemahaman hadits yaitu:
tekstual-tradisional, kontekstual-moderat dan libral-progresif[29].
Tentunya hal ini sangat berpengaruh terhadap perilaku-perilaku dan sikap
masyarakat Indonesia.
E.
Hikamah Adanya Kajian Hadi>ts di
Indonesia
Sebagaimana penjelasan
diatas tentunya banyak pengetahuan baru tentang kaijan hadits yang dilakukan
para ulama terdahulu, tentunya sejak abad ke-17 para ulama melakukan reformasi
pengetahuan yang semula penuh dengan mistis, yang dipelopoori oleh tiga ulama
terkenal yaitu ulama Nuruddin Ar-Raniry, Al-Singkili dan Al-Maqasari, hal ini
tidak lepas hubungan antara timur tengan dengan Indonesia samapai sekarang.
Dari ketiga ulama
tersebut kemudian dilanjutkan pada ulama berikutnya yang membidangi hadi>ts
secara khusus sekaligus mendapatkan ijazah yang merupakan sanad terakhir ke-23 yaitu
KH. Mahfudz at-Tirmasi dan KH. Hasyim Asy’ari yang mendapatkan restu secara
khusus untuk mengajarkan hadi>ts di Indonesia lewat pesantren
yang beliau dirikan.
Dengan adanya
kajian-kajian hadits di Indonesia tentunya mempermudah dalam memahami dan
mengkaji hadits tanpa mencari kitab-kitab klasik hadits terdahulu karena
kumpulan hadits sudah tersedia baik dalam bentuk PDF atuapun software, hal
ini tentu tidak lepas dari kajian yang dilakukan para ulama masa kini, baik
ulama versi NU ataupun Muhammadiyah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan
bahawa sejarah perkembangan kajian hadi>ts di Indonesian berawal pada akhir
abad ke-16 atau atau awal abat ke-17 yang dipelopori oleh tiga ulama Indonesia
terkenal yaitu Nuruddin Ar-Raniry, Al-Singkili dan Al-Maqasari. Hal ini tidak
lepas dari reformasi Islam di Indonesia sehingga banyak para ulama belajar di
dua tempat madinah dan makkah. Dan bahkan jaringan ulama antara timur tengah
dan Indonesia terbentuk dan semakin kuat sampai saat ini.
Seiring dengan perjalannannya waktu
perkembangan para ulama belajar dua tempat tersebut semakin banyak dengan
mempelajari berbagai ilmu pengetahuan baik umum atau keIslaman dan pada sekitar
abad ke-19 baru ada yang mendalami ‘Ilm al-Hadi>ts sampai
mendapatkan ijazah sanad yaitu KH. Mahfudz at-Tirmasi kemudia dilanjutkan oleh
KH, Hasyim As’ari yang mendapatkan ijazah atau restu dari KH. Mahfudz
at-Tirmasi atas kelayakan dalam mengajarkan ‘ilm al-Hadi>ts.
Dalam kajian hadi>ts tentu
memiliki cara tersendiri dalam memahami dan mengkaji ‘ilm al-Hadi>ts
sebagaimana yang dilakukan oleh ulama banjar dan juga berbedapula kajian yang
yang dilakukab oleh Ulama NU dan Muhammadiyah.
B.
Penutup
Demikianlah pembahasan tentang
sejarah perkembangan kajian hadi>ts di Indonesia, pemakalah
menyadari dari makalah yang dibuat bahwa dalam pembahasan makalah jauh dari
kesempurnaan, dan tentunya banyak kekurangan dan kesalahan, pemakalah memohon
saran dan kritik demi kesempurnaan makalah ini untuk selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Alfaha, Umi. 2011. Kajian Hadis dalam Ormas-Ormas Islam
Di Indonesia (Analisa pemahaman NU dan Muhammadiyah Terhadap Hadis-Hadis
Misoginis). Tesis tidak diterbitkan.
Yokyakarta Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.
Alfatih
Suryadilaga, Muhammad. 2014. Kajian
Hadis Di Era Global, ESENSIA, 15(2), 202
Alwi, Zulfahmi. 2012. Pemikiran
Hadis Muhammad Syuhudi Ismail (1943-1995), AL-FIKR 16 (2), 1
Azra, Azyumardi.
2004. The
Origins of Islamic Reformism In
Southeast Asia. Australia: Allen & Unwin.
Azra, Azyumardi. 2013. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII & XVIII Jakarta: KENCANA PRENADAMEDIA GROUP
Departemen Agama, 2001. Direktori Pondok Pesantren 2.
t.p:t.t
Dzikri
Nirwana Bashori, Saifuddin. 2013. Peta Kajian
Hadis Ulama Banjar. Tashwir, 1 (2),
17-18
Hasjim Asy'ari (http://id.wikipedia.org/wiki/Hasjim_Asy%27ari) diakses 05-05-2015
Mas’ud, Abdurrahman. 2005. Intelektual Pesantren.
Yogyakarta: LKiS.
Muhammad, Nurdinah. 2012. Karakteristik Jaringan Ulama Indonesia
Menurut Pemikiran Azyumardi Azra. Jurnal Substantia, 14 (1), 76.
Saifuddin dkk. 2013. Peta Kajian
Hadis Ulama Banjar. Tashwir, 1 (2), 18
Su’aidi, Hasan. 2013. Jaringan Ulama Hadits
Indonesia: (http://e-journal.stain-pekalongan.ac.id/)
diakses 14-5-2015.
[1] Nurdinah Muhammad, “Karakteristik Jaringan Ulama Nusantara Menurut
Pemikiran Azyumardi Azra”, Substantia, Vol. 14, No. 1, ( April
2012), 76
[2] Azyumardi Azra, The Origins Of Islamic Reformism In Southeast
Asia (Australia: Allen & Unwin, 2004),8
[4] Hasan Su’aidi “Jaringan Ulama Hadits Indonesia” (http://e-journal.stain-pekalongan.ac.id/) Vol
5, No 2, (2013), 4
[11] Ibd, 141-143, Beliau tidak hanya seorang penulis dalam bidang Ilmu
Hadits tetapi dibidang ilmu-ilmu lainnya sebagaimana terdapat pada halaman 142
[14] Hasjim
Asy'ari diakses pada tanggal 05-05-2015 di http://id.wikipedia.org/wiki/Hasjim_Asy%27ari
[17]
http://id.wikipedia.org/wiki/Hasjim_Asyari
[19] Zulfahmi Alwi, “Pemikiran Hadis Muhammad Syuhudi Ismail (1943-1995)”, AL-FIKRVolume 16 Nomor 2 (Tahun 2012), 1
[20] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII & XVIII (Jakarta: KENCANA PRENADAMEDIA GROUP, 2013),
225
[21] Saifuddin dkk, “Peta
Kajian Hadis Ulama Banjar”, Tashwir Vol. 1 No.2, (Juli –
Desember 2013), 18
[24] Saifuddin.
Dzikri Nirwana Bashori, Peta Kajian Hadis Ulama Banjar Tashwir Vol. 1 No.2, Juli – Desember
2013, 17-18
[28] Muhammad
Alfatih Suryadilaga, “Kajian Hadis Di
Era Global”, ESENSIA, Vol. 15, No. 2, (Tahun 2014(,
202
[29] Umi Alfaha, “Kajian Hadis dalam Ormas-Ormas Islam Di Indonesia (Analisa
pemahaman NU dan Muhammadiyah Terhadap Hadis-Hadis Misoginis)” (Tesis, UIN
Sunan Kalijaga, Yokyakarta: 2011), vi
Terimakasih banyak mas
BalasHapusassalamualaikum... terima kasih atas makalahnya.. kalo boleh, mohon kerelaraannya untuk saya copy makaklahnya semoga Allah memudahkan urusan sohib admine
BalasHapusmohon izin untuk copy makalahnya. semoga menjadi ilmu yang bermanfaat untuk kita semua
BalasHapus